Tepat pukul 07.00, Madi menjadi orang pertama yang menyapa kantor tempat ia bekerja.. sepi... ia mengambil sapu dan meletakkan serbet yang menggantung di bahu kanannya serta mulai membersihkan serpihan debu hingga sisa makanan maupun kertas - kertas yang berserakan di kantor yang biasanya baru berhiaskan para penghuninya sekitar dua jam semenjak kedatangannya itu.. kemeja merah kotak – kotak dengan warna yang mulai memudar dan celana panjang coklat yang memutih seolah menjadi “seragam” yang selalu ia kenakan sehari – hari.. Segala pekerjaan bersih – bersih hingga mengantar surat – surat penting untuk perusahaan lain menjadi makanan sehari – harinya.. panas dan macetnya jalanan jakarta menjadi ibunya.. dan semangat serta kerendahan hatinya menjadi darah pemanis bagi urat syaraf para penghuni kantor tempat ia bekerja..
Dua jam semenjak kedatangannya ke kantor pun berlalu.. wajah – wajah serius para karyawan yang terbalut beban pekerjaan pun bermunculan... suasana hening, tenggelam dalam pikiran yang mengawang entah kemana.. Madi muncul dengan gaya lenggang kangkung nya yang khas.. senyum lebar yang memperlihatkan gigi – gigi kuning yang menghitam akibat nikotin...dan suaranya yang menggaung... menyapa manusia – manusia maupun alam yang mengintip di balik jendela kantor dengan salam,”pagiii!!!!!” dan mendadak pagi hitam putih kami menjadi tergores warna.. kami ditarik dari alam khayalan kami.. untuk bergabung dengannya menikmati pagi..dan sekedar membelai kesepian kami, membungkusnya dalam hangatnya perhatian.. perhatian? Ya.. seorang teman mengambil gelas yang telah ia cuci di wastafel.. gelas yang masih basah.. Madi yang berdiri di dekatnya sontak mengambil tissue dan berkata,”nih di lap dulu.. habis itu dikocok pake air panas dulu ya..” hmm.. sebuah perhatian yang memanusiakan di tengah kesibukan yang memesinkan manusia..
Ia berpikiran nyalang... tak tunduk dengan siapapun... seorang pemikir bebas... ia membiarkan jiwanya liar tetapi tetap menjalankan pekerjaannya sepenuh hati.. seorang provokator yang menyeret kita untuk mengurai tawa.. untuk menghela nafas sejenak, keluar dari rutinitas... seorang yang begitu mudah untuk dicintai.. meski diskriminasi profesi memungkinkannya untuk menerima cercaan dari para manusia – manusia angkuh dan egois..
Tubuhnya yang kurus dan menampakkan tulang tubuhnya tak mampu mengalahkan eksistensinya.. secara tanpa sadar, ia menjadi kaca pengingatku.. dan sekali lagi... aku menemukan Tuhan dalam diri orang kecil berjiwa besar seperti Madi..
Terima kasih Madi ..
Ilmu yang kau miliki melebihi segala pengetahuan yang ada dalam “otak pintar” kami..
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H