Satu bulan terakhir ini, kami – saya dan istri – mencoba sesuatu yang baru. Sesuatu di luar zona nyaman kami. Beralih ke moda transportasi umum dengan KAI Commuter setelah bertahun-tahun menggunakan kendaraan pribadi. Kami bekerja di sebuah institusi pendidikan di bilangan Salemba, Jakarta Pusat dan berdomisili di salah satu wilayah penyangga ibukota, kota dengan julukan “planet” lain, kota dengan berbagai kontroversi mulai dari cuaca panas ekstrem, jalan rusak, banjir, kota yang identik dengan kemacetan dan masih banyak lagi julukan berkonotasi negatif tentang kota ini. Pembaca pasti sudah bisa menebak dimana saya tinggal. Benar sekali, Bekasi.
Jarak tempat tinggal kami dengan kantor kurang lebih sekitar 25 km menurut catatan google map dengan waktu tempuh paling cepat 1 jam dengan perkiraan kondisi jalan normal tanpa macet. Itu artinya kami menempuh 50 km dan sedikitnya 2 jam perjalanan bolak-balik setiap harinya, menggunakan sepeda motor. Jika macet tentu saja waktu tempuh menjadi lebih lama. Pernah satu kali kami menghabiskan waktu 2 jam di jalan saat kondisi hujan dan banjir dimana-mana sehingga kami harus mencari jalan alternatif lain untuk sampai ke kantor.
Hah, luar biasa memang perjuangan kami warga Bekasi. Ada sebuah kelakar di kalangan kami pejuang rupiah Bekasi, “Kalau Valentino Rossi, naik motor lama hitungannya kerja, kalau orang Bekasi naik motor lama hitungannya baru berangkat kerja. Kerja mah belom”. Lucu ya?
Kondisi tersebut sering membuat kami merasa terlalu lelah. Lelah di tempat kerja dan lelah saat sampai di rumah. Tentu saja itu membuat performa kinerja kami menurun, kami hampir tidak sempat melakukan perencanaan pekerjaan harian dan tak jarang setiap akhir pekan selalu menjadi sasaran untuk istirahat total, recharge tenaga untuk menghadapi hari-hari melelahkan di jalan. “Tua di jalan” begitu istilah yang sering disematkan kepada kami yang menempuh perjalanan melelahkan ini setiap hari. Istri pun sering mengeluh nyeri pinggang karena terlalu lama diperjalanan.
Dengan jarak tempuh sepanjang itu tentu saja kendaraan pun harus rutin service, telat sedikit saja dari jadwal ganti oli bisa wassalam. Ban motor pun sering jadi sasaran lubang dan jalan rusak. Kalau sudah begitu, Abang tukang tambal ban menjadi tempat kami berkunjung.
Kami pun akhirnya berdiskusi mengenai rencana kemungkinan berganti alternatif moda transportasi. Bus Transjakarta sempat jadi rencana pilihan, namun urung karena berbagai pertimbangan. Halte Bus Transjakarta tidak menyediakan fasilitas penitipan sepeda motor. Halte bus terdekat dengan tempat tinggal kami berjarak kurang lebih 15-20 menit perjalanan, dan angkot tak tersedia untuk rute dari rumah ke halte bus. Akhirnya pilihan alternatif lainnya tertuju pada KAI Commuter.
Jujur saja moda transportasi ini tak pernah masuk dalam daftar pilihan kami pada awalnya. Bayangan tentang penumpang berjejal di gerbong kereta, kondisi stasiun yang kotor dan hiruk pikuk, rute perjalanan kereta yang membingungkan, jadwal perjalanan yang sering terlambat karena gangguang signal membuat kami selalu mengurungkan niat untuk beralih ke KAI Commuter. Mungkin sebagian bayangan ini dipengaruhi oleh pengalaman pribadi saat pernah melakukan perjalanan dengan Kereta Rel Listrik (KRL) dulu dan sedikit banyak mendengar cerita para pengguna kereta yang makin menambah kekhawatiran.
Ada pepatah bilang, tak kenal maka tak sayang. Kami pun mulai tanya sana-sini mengenai KAI Commuter, selain tanya kepada teman yang memang pengguna KAI commuter tentu saja kami melakukan jurus pamungkas warga +62, googling. Yang pertama kami ingin ketahui adalah jadwal keberangkatan serta relasi perjalanan. Ternyata jadwal dan info relasi perjalanan bisa diakses melalui aplikasi C-Acces.
Bagi pengguna android, aplikasi ini bisa diunduh di google play Store, informasinya lengkap, semua jadwal keberangkatan dan ketibaan kereta dapat kita pantau melalui aplikasi tersebut. Ini sangat memudahkan kami dalam menentukan rencana waktu perjalanan setiap harinya. Fasilitas di stasiun pun tak kalah dengan fasilitas bandara, hampir semua stasiun menyediakan lahan parkir luas sehingga kami bisa menitipkan kendaraan di stasiun tanpa rasa khawatir, toilet yang senantiasa bersih, fasilitas ibadah yang nyaman, dan petugas yang ramah serta sangat membantu.
Setelah melakukan riset kecil-kecilan, akhirnya kami pun memutuskan untuk mencoba menggunakan KAI Commuter sebagai moda transportasi utama ke kantor dan bergabung dalam komunitas ROKER alias Rombongan Kereta. Perjalanan dimulai dengan sekitar 20-25 menit berkendara dari rumah ke Stasiun Bekasi setiap pagi. Kami memilih relasi perjalanan Stasiun Bekasi – Kampung Bandan via Stasiun Pasar Senen dengan keberangkatan dari stasiun Bekasi pukul 06.40 WIB dan turun di Stasiun Kramat.
Alasan utama kami memilih relasi ini tentu saja karena kami tidak perlu transit di Stasiun Manggarai. Pengguna relasi ini pun tidak sebanyak relasi via Stasiun Manggarai sehingga tidak terlalu berjejal di gerbong kereta. Satu hal yang membuat kami cukup terkesima dengan kondisi KAI Commuter saat ini adalah kondisi gerbong yang nyaman, bersih dan terawat. Petugas kebersihan juga terlihat sering kali lewat untuk membersihkan lantai gerbong kereta. Berdiri di dalam kereta pun jadi menyenangkan.
Kereta tiba sekitar pukul 07.05 WIB di Stasiun Kramat, itu berarti membutuhkan waktu sekitar 25 menit perjalanan. Dan ini yang menarik, semenjak menggunakan KAI Commuter kami punya kesempatan untuk berolahraga dengan jalan santai dari stasiun ke kantor. Aktivitas yang jarang sekali kami lakukan saat menggunakan kendaraan pribadi meskipun saat akhir pekan. Jarak Stasiun Kramat ke kantor kami kurang lebih 1 km atau sekitar 20 menit berjalan kaki.
Sampai kantor sekitar pukul 07.30 WIB, kami masih sempat makan bekal sarapan, merencanakan pekerjaan hari itu dan yang lebih penting kondisi tubuh tidak letih bahkan lebih bugar karena efek jalan santai. Dari sisi waktu tempuh, mungkin tidak berbeda jauh dengan menggunakan sepeda motor. Tapi waktu yang kami habiskan jauh lebih berkualitas saat kami menggunakan KAI Commuter. Jangan tanya soal harga tiket ya, sudah pasti harga tiket KAI Commuter sangat murah dibanding harga BBM sepeda motor.
Harga tiket untuk relasi Stasiun Bekasi – Kramat hanya Rp. 3000 saja, murah bukan? Kalau biasanya kami isi Pertalite setiap dua hari sekali dengan biaya Rp. 35.000 sekali isi (full tank), sejak menggunakan KAI Commuter isi bensin cukup satu minggu sekali saja. Kami bisa sangat berhemat dari sisi ongkos. Satu yang tak kalah penting, dengan beralih ke transportasi umum kita juga ikut berpartisipasi mengurangi polusi udara loh.
Tanpa kami sadari KAI Commuter mengubah gaya hidup kami menjadi lebih berkualitas. Perjalanan ke tempat kerja menjadi sangat menyenangkan dan menjadi waktu yang ditunggu. Untuk kamu yang sudah merasa jenuh dengan perjalanan yang diwarnai dengan kemacetan dan jalan berlubang, KAI Commuter bisa dicoba sebagai alternatif pilihan. Walau sedikit terlambat, kami mengucapkan terima kasih KAI Commuter, sudah menciptakan pengalaman menarik dan menjadi bagian dalam cerita perjalanan hidup kami.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H