Nusantara, sebuah kata yang muncul dalam sebuah manuskrip Jawa kuno Negarakertama. Manuskrip ini menuliskan sumpah dari Gajah Mada di tahun 1336. Bahkan kata nusantara ini dipercaya muncul lebih awal dari itu yaitu dari kata Dvipantara yang secara harafiah berarti “pulau-pulau di antara”. Sebuah visi besar mengenai bersatunya Negara-negara maritime dari pulau-pulau di Asia tenggara.
Dalam tulisan ini, penulis ingin menantang pandangan Nusantara dari sudut pandang yang muncul di orang Indonesia umumnya. Nusantara sering dianggap sebuah daerah antara Sabang hingga Merauke. Yang memang sebuah gagasan yang dimunculkan oleh Setiabudi atau yang bernama asli Ernest Francois Eugene Douwes Dekker di tahun 1920 yang kemudian disebut sebagai Indonesia. Memang peran Setiabudi tidak kecil atau bisa dianggap luar biasa karena kondisi geopolitik saat itu dimana perlawanan terhadap koloni hanya sebatas kebangsaan. Yang muncul adalah bangsa Bali, bangsa Jawa, Bangsa Minang dan sebagainya hingga konsep Indonesia menjadikan seluruh bangsa ini bersatu.
Namun bila menilik sejarah, makna Nusantara jauh lebih luas dari definisi tersebut. Nusantara dalam gagasan yang lain bermakna dunia atau kepulauan Melayu. Sudut pandang ini melihat Nusantara lebih luas yang terbentang dalam wilayah selatan dari Thailand, Malaysia Modern, Indonesia Modern, Brunei, dan Filipina. Dimana pandangan ini lebih sesuai dengan definisi nusantara yang sama dengan definisi Majapahit dan Sriwijaya.
Makna nusantara ini mengalami kemunduran dari masa puncak ide yang diusung oleh Gajah Mada di abad 13-14. Kolonialisme dalam menguasai daerah-daerah di wilayah-wilayah dunia atau kepulauan Melayu. Koloni yang menyebut Nusantara sebagai Hindia Timur kemudian memecahnya sesuai dengan daerah yang dikuasainya. Terdapat Hindia Timur Belanda yang sekarang menjadi Indonesia, Hindia Timur Spanyol yang sekarang menjadi Filipina, dan Hindia Timur Inggris yang kemudian menjadi Malaysia Semenanjung. Selain itu, perjanjian bangsa di Eropa yang membentuk batas-batas tidak nyata. Secara langsung, kolonialisme telah mempersempit pemaknaan Nusantara.
Dari tulisan inilah, penulis berpendapat akan kedekatan hubungan antara Indonesia Modern, Malaysia Modern, Brunei, dan Filipina yang pada dasarnya adalah suatu kesamaan rumpun. Sebuah ide ini penting sekali untuk dijaga dari pihak-pihak yang berusaha memperkeruh hubungan persaudaran ini. Perlu adanya kesadaran akan kesamaan rumpun yang di waktu-waktu yang dekat ini terasa luntur. Menghindari keruhnya suasana dan eksploitasi-eksploitasi berita perseturuan dalam mendulang emas.
Sebagaimana sejarah bergulir dan suatu ide kecil mampu menjadi besar di masa depan. Penulis sendiri berharap ide akan kesatuan nusantara bahkan bisa terus berkembang di masa depan. Sebagaimana melihat perkembangan dari Uni Eropa yang sukses mempersatukan Eropa Barat sebagai kesatuan yang utuh, diharapkan perkembangan Asean dalam mempersatukan Nusantara sebagai sebuah kampung kecil yang amat dekat satu sama lain. (/oki)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H