Mohon tunggu...
Okky FR
Okky FR Mohon Tunggu... Freelancer - HI!

Tempat memuntahkan keresahan

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Jilbab dan Kita

27 Januari 2021   14:20 Diperbarui: 27 Januari 2021   14:21 193
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
tangkapan layar. (Dok. Pribadi)

2006 merupakan tahun dimana Twitter masuk ke Indonesia. Kala itu saya masih duduk di bangku SMP. Ketika teman-teman saya sedang membahas mengenai pengalaman mereka Twitter-an, saya cuma bisa diam dan mendengarkan karena ponsel saya ketika itu adalah Nokia dengan keypad bar-nya dan belum terkoneksi dengan internet. Tiga belas tahun kemudian, 2019, saya membuat akun Twitter yang hampir tidak pernah saya gunakan. Beberapa kali saya mendengar bahwa Twitter itu toksik. Awalnya saya bingung, mengapa mereka mengatakan hal demikian? Tapi kemudian saya paham ketika pada tahun ini, 2021, saya mulai "main" Twitter.

Pagi ini (26/01) ketika saya membuka Twitter ada salah satau trending topic yang menarik perhatian saya, "Jilbab". Saya tahu, tidaklah bijak mencari informasi lewat Twitter. Terlepas dari toksisitasnya, berita di Twitter seringkali tertumpuk dan menjadi kabur. Namun ternyata, topik ini belum terlalu kabur. Masih bisa diketahui akar masalahnya. Trending Topic jilbab ini, menyoroti kebijakan salah satu sekolah Negeri di Padang yang mewajibkan siswinya, muslim maupun non-muslim untuk memakai jilbab. Disini, saya tidak akan membahas kebijakan tersebut. Namun, terdapat beberapa cuitan di Twitter yang mengganggu saya.

Jilbab adalah tuntunan dan kewajiban bagi setiap muslimah memang tidak dapat disangkal. Bahkan Al-Quran menyebutkan dengan jelas di beberapa ayatnya. Sesuatu yang sifatnya wajib akan mendatangkan konsekuensi - dosa - pada orang yang melanggar. Sedihnya, terkadang beberapa ada orang yang telihat sibuk. Sibuk mengurusi jilbab orang lain. Kita lupa bahwa Tuhan menciptakan manusia berbeda dengan ketika Tuhan menciptakan malaikat, hewan, dan tumbuhan. Tuhan memberikan manusia kebebasan untuk memilih (free will). Kita tidak perlu menekan orang lain untuk berjilbab sebagaimana yang kita yakini. Tidak berjilbab bukan berarti kurang iman, bukan? Kita tidak tahu sedekat apa dia mengenal tuhan. Kita tidak tahu, sedalam apa ia telah belajar. Bila kemudian anda berkata, "jika orang itu kuat imannya, tinggi ilmunya, tentunya ia akan berjilbab." bisa jadi anda sedang membandingkan diri anda sendiri dengan orang itu dan sombong akan ilmu yang anda miliki.

Saya memiliki seorang teman, sebut saja Kia yang berprofesi sebagai seorang penari. Dalam kesehariannya, Kia mengenakan jilbab, namun ketika dia atas panggung (mungkin juga ketika berlatih), Kia akan melepaskan jilbabnya. Saya menanyakan kepada Kia mengapa ia melakukan hal yang demikian (buka tutup jilbab), tidak bisakah Kia tetap berjilbab? Saya menanyakan ini, karena di kota saya merupakan hal lumrah ketika seseorang menari menggunakan jilbabnya. Kia menjelaskan bahwa profesinya, mengharuskan Kia untuk berlenggak-lenggok, bergerak dengan gemulai, genit dan terkadang mengaruskannya kontak fisik yang cukup intens dengan lawan jenis. Dengan berjilbab di atas panggung, Kia merasa akan mencederai nilai jilbab itu sendiri. "Jilbab adalah harga diriku sebagai muslim. Jika kemudian aku harus melalukan hal demikian sementara aku memakai jilbab, aku merasa harga diriku di injak-injak. Seperti melempari kotoran pada agamaku sendiri." Kurang lebih seperti itu penuturan Kia. Kemudian, Kia menceritakan alasannya mengenakan jilbab, yang menurut saya mendalam. Kini, Kia sudah beralih profesi dan bahagia dengan jilbabnya.

Jika anda tidak tahu kisah orang tersebut dan tidak dapat menempatkan diri pada posisi orang itu dengan segala masa lalunya, lebih baik anda diam. Tidak perlu menghakimi karena bisa jadi orang itu sudah mendapatkan penghakiman yang lebih keras dari dirinya sendiri. Mengingatkan tentu boleh, bahkan merupakan kewajiban anda jika anda muslim. Tetapi anda harus tahu diri dan tahu batasan juga. Put yourself on their shoes.

Di Negara kita yang mayoritas muslim ini, tentulah banyak wanita yang kemudian memilih berjilbab. Namun, tidak semua orang berjilbab dengan alasan yang sama dengan alasan anda berjilbab. Beberapa diantara wanita-wanita tersebut ada yang menganggap jilbab adalah gaya berpakaian, fashion. Bisa jadi karena ia terbiasa melihat orang di sekitarnya mengenakan jilbab, wanita itu jadi berfikir jilbab adalah pakaian yang "umum" dikenakan. Jika kemudian wanita ini tinggal di lingkungan yang tidak berjibab, maka ia tidak berjilbab pula karena jilbab adalah sesuatu yang tidak umum dikenakan.

tangkapan layar. (Dok. Pribadi)
tangkapan layar. (Dok. Pribadi)
"Percuma berjilbab kalau kelakuannya masih buruk, lebih baik tidak usah pakai sekalian tapi kelakuannya baik." anda pasti pernah mendengar kalimat tersebut atau yang semacamnya. Guys, tolong, jilbab dan akhlak tidak ada kaitannya. Bagaimana mungkin kita menilai orang lain melalui jilbab. Jika seseorang berkelakuan buruk, yang salah ya orangnya, bukan jilbabnya.

tangkapan layar. (Dok. Pribadi)
tangkapan layar. (Dok. Pribadi)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun