Mohon tunggu...
Nature Artikel Utama

Ujung Batas Satwa Karnivora yang Tersisa di Pulau Jawa

7 Februari 2014   08:00 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:04 177
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1391747126512078517

[caption id="attachment_321103" align="aligncenter" width="516" caption="Macan Tutul Jawa Panthera Pardus di Taman Nasional Gunung Halimun Salak Jawa Barat. Ilustrasi/Admin (KOMPAS.com/CIFOR)"][/caption]

“Mari selamatkan ekosistem hutan di Jawa dengan melindungi kucing besar jawa!”. Kucing besar jawa yang resminya disebut dengan macan tutul jawa, merupakan satwa karnivora besar yang setidaknya masih menyisahkan harapan terhadap hutan di Pulau Jawa sebagai kunci ekosistem setelah mulai sirnanya keberadaan harimau akibat deforestasi yang berlebihan di Indonesia. Namun perlu diketahui bahwa harapan-harapan kecil pada si macan tutul jawa sangat perlu dijaga agar tidak menjadi mimpi buruk di kemudian hari, karena pada saat ini hewan bertotol-totol ini berstatus secara kritis terancam punah dan sudah berada di dalam daftar merah IUCN.

Kisah memilukan ini tidak semata-mata terjadi dengan sendirinya, berbagai macam sebab yang seiring terjadi demi berjalannya pemenuhan kebutuhan hidup manusia sudah menjadi alasan mengapa keberadaan macan tutul jawa semakin terancam. Habitat macan tutul jawa makin terkikis akibat fragmentasi habitat yang dibutuhkan untuk pemukiman, pertanian, pembangunan jaringan jalan, jaringan listrik SUTET, dan sistem silvikultur tebang habis. Penyempitan dan degradasi kualitas habitat ini secara otomatis telah mengancam kelestarian macan tutul jawa, karena macan tutul jawa bukan seperti kucing rumahan atau kucing peliharaan yang keberadaanya berlimpah ruah hidup berdampingan dengan manusia.

Macan tutul jawa merupakan kucing besar pemalu yang hidup menyendiri tanpa overlap dengan individu jantan lainnya di dalam area teritorinya (daerah jelajah) yang relatif luas, melebihi 600 ha, dan akan keluar hanya pada saat musim kawin. Walaupun macan tutul jawa sangat mudah beradaptasi, hewan bertubuh warna dasar coklat kekuningan ini hanya menempati wilayah yang bertoleransi tinggi terhadap iklim dan makanan untuk tempat berburu dan berlindung, tempat melindungi dan memelihara anak, tempat istirahat, dan tempat mengasuh anak. Dan menurut dari penelitian yang dilakukan oleh Hendra Gunawan dkk, sebagian besar macan tutul jawa hidup di hutan pinus pada ketinggian lebih dari 500 dpl, beriklim basah dan topografinya lebih dari 60% curam sampai sangat curam.

Pada tahun 2013, diperkirakan terdapat 100 ekor macan tutul jawa yang masih tersisa di seluruh Pulau Jawa. Namun disayangkan jumlah keberadaan satwa liar ini terus menurun akibat penyebarannya yang diperkirakan terus menyempit. Demi pemenuhan kebutuhan kehidupan manusia yang semakin beragam dan meningkat, nasib si pemegang kunci ekosistem ini makin cenderung terabaikan. Satwa liar yang seharusnya memperoleh perlindungan maksimal ini justru rawan mengalami persaingan habitat dengan manusia, yang menyebabkan satwa liar ini terisolasi dalam area jelajah yang sempit, sehingga sulit untuk memungkinkan satwa liar ini dapat melakukan aktivitas dan memenuhi kebutuhan hariannya. Padahal satwa langka ini memegang peranan penting dalam ekosistem sebagai predator tinggi yang menekan populasi spesies lain dengan dijadikan mangsanya.

Dapatkah kita bayangkan apa yang terjadi pada ekosistem hutan apabila keberadaan macan tutul jawa tercapai punah? Berbagai jenis satwa yang biasa menjadi mangsa macan tutul jawa seperti kijang, monyet abu-abu, lutung, anjing kampung, dan babi hutan akan mengalami peningkatan jumlah populasi yang secara tak terkendali. Apabila jenis satwa tersebut membludak jumlah populasinya, hutan mungkin tak akan mampu menyokong kehidupan satwa-satwa tersebut dan akan terjadi gangguan kestabilan sebuah ekosistem. Tak dapat dihindari jikalau hutan tidak mampu memnyediakan panganan bagi satwa-satwa yang membludak jumlah populasinya ini nantinya akan merusak pertanian atau menghampiri pemukiman warga. Hal ini dapat memicu konflik berdarah antara manusia dan satwa liar. Sedangkan kita sebagai manusia pun harus menghargai bahwa setiap satwa memiliki hak hidup.

Hilangnya satu spesies dapat mengurangi kekayaan alam. Harus kita pahami bahwa setiap antar spesies satu sama lain memiliki simbiosis tertentu. Apabila salah satu jenis makhluk hidup mengalami kepunahan, maka dapat memungkinkan akan mengancam makhluk hidup lain. Kita sebagai manusia memerlukan hutan untuk menjaga struktur tanah agar tidak terjadi longsor dan banjir, menyuplai oksigen untuk bernapas, dan membiarkan berbagai jenis tanaman herbal hidup secara liar. Keberadaan flora dan fauna di hutan tak dapat dipisahkan. Sebagian flora membutuhkan sebagian fauna dalam memegang andil bagi pertumbuhan dan persebaran tumbuhan. Tanpa fauna, proses pertukaran genetik pada tumbuhan akan terganggu dan hal ini dapat mempengaruhi tingkat ketahanan tumbuhan-tumbuhan tersebut untuk dapat hidup. Semakin rendah tingkat keanekaragaman genetik pada suatu individu, semakin rendah tingkat pertahanan hidupnya. Apabila fauna punah, maka kelestarian hidup berbagai flora di hutan pun akan terancam dan dapat menyebabkan kualitas fungsi hutan yang kita butuhkan dapat terdegradasi. Maka itu dari uraian panjang di atas yang merujuk pada pentingnya kehidupan macan tutul jawa, kita perlu melakukan upaya atau pertimbangan untuk melestarikan atau melindungi satwa langka tersebut.

Terdapat berbagai hal yang perlu dipertimbangkan sebagai upaya mendukung untuk melindungi satwa liar ini, khususnya kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan kontinuitas habitat tutul jawa di hutan produksi. Hal yang paling penting untuk dipertimbangkan adalah perlu dibuatnya pemetaan penyisahan koridor sebelum melakukan kegiatan pembangunan non-konservatif untuk menjamin kontinuitas habitat agar terus dapat menyokong kebutuhan harian macan tutul jawa. Kegiatan seperti pertanian secara tumpangsari, sistem tebang habis, atau pembangunan jalan di hutan produksi sangat perlu dipertimbangkan agar tidak memotong ruang jelajah macan tutul jawa. Selain itu, perlu peraturan keras untuk menetapkan berbagai jenis petak hutan yang mutlak dijadikan kawasan konservasi (High Conservation Value Forest), agar tidak digunakan untuk keperluan lainnya. Apabila satwa liar ini sudah terlanjur terjebak dalam area hutan yang sempit, maka harus dilakukan penyelamatan dengan mentranslokasikan satwa liar ini ke area hutan lainnya yang dapat memenuhi atau menyediakan komponen-komponen yang dibutuhkan oleh macan tutul jawa.

Selain pertimbangan yang diuraikan di atas, dibutuhkan juga tenaga ahli khusus yang disediakan dan alokasi anggaran khusus untuk mendukung upaya konservasi macan tutul jawa. Dengan memberikan perlindungan maksimal terhadap satwa liar khususnya macan tutul jawa, maka kontinuitas ekosistem di hutan produksi akan berjalan baik, dan akan memberikan manfaat yang baik untuk manusia. Maka itu, marilah kita sama-sama beraksi untuk menyelamatkan dan melestarikan kehidupan macan tutul jawa!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun