Mohon tunggu...
okki trinanda
okki trinanda Mohon Tunggu... -

Dosen, pedagang, penulis dan rocker paruh waktu

Selanjutnya

Tutup

Money

Keruntuhan Kapitalisme

27 November 2012   07:53 Diperbarui: 24 Juni 2015   20:36 465
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bisnis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Nappy

Di masa informasi dan komunikasi yang berlangsung secara dengan kecepatan kilat (rapid information) ini, kita bisa menyaksikan kehancuran demi kehancuran akibat dari sistem ekonomi kapitalisme yang dianggap sebagai lambang kebebasan. Akhir-akhir ini dapat dikatakan hampir semua negara saat ini telah menerapkan kapitalisme. Konsep dari kapitalisme adalah: segala urusan diserahkan kepada pasar, biarlah pasar yang mengatur jalannya permintaan dan penawaran melalui “tangan-tangan tak kentara” (invinsible hands of competition). Namun apa dampak dari kapitalisme yang kita saksikan sekarang? Ekonomi menuhankan kapital. Akibatnya miliaran orang berjibaku agar menjadi pemenang. Yang besar memangsa yang kecil. Yang kuat dapat mengatur nasib yang lemah sekehendak hatinya.

Semua ini terjadi karena sifat manusia yang jika diberi kesempatan, maka pertama kali yang ia lakukan adalah berusaha memenuhi kepuasan pribadinya dulu. Dan kita semua tahu, kepuasan tidak terbatas. Maka dalam ekonomi yang menganut kapitalisme, setiap orang atau pihak berusaha mencari jalan untuk memenuhi kepuasannya, walaupun akhirnya akan memberikan dampak buruk terhadap orang lain.

Namun semua ini bukannya tidak terprediksi sebelumnya. Efek buruk dari kapitalisme sudah lama diperkirakan oleh para ahli ekonomi akan segera terjadi. Di kalangan akademisi ekonomi sudah lama terdapat ungkapan “capitalism without failure is like religion without sin”, yang artinya: kapitalisme tanpa kegagalan itu seperti agama tanpa dosa.

Dengan mendunianya sistem kapitalisme yang berjalan saat ini, kita tak bisa lagi mengharapkan perekonomian dunia yang tenang dengan sedikit riak-riak kecil. Krisis demi krisis akan datang bagai sebuah siklus sejarah. Apalagi sekarang yang menjamur adalah jenis financially driven capitalism, sistem ekonomi yang paling menghisap dengan intensitas yang meninggi berlipat ganda.

Akibatnya, sekarang sudah banyak negara-negara di dunia yang kewalahan akibat tingkah laku pemangsa finansial. Seakan-akan regulasi pemerintah yang sudah disusun dengan seksama tidak dapat menundukkan keserakahan kapitalisme. Dan lihatlah hasilnya sekarang. Eropa sedang mengalami kekacauan ekonomi, dan hingga sekarang masih belum berakhir.

Kapitalisme sedang digugat. Formula alternatif baru mulai dicari dan ditawarkan, walaupun dalam jangka menengah tampaknya dominasi kapitalisme masih belum akan bergeser dari tempatnya. Seiring dengan perubahan tersebut, kita menyaksikan pergeseran keseimbangan kekuatan ekonomi dunia. Diprediksikandalam waktu dekat negara-negara maju tidak dapat mempertahankan dominasinya dalam hal ekonomi. Ini karena kebanyakan dari mereka tidak mampu meredam perilaku besar pasak dari pada tiang. Pengeluaran yang boros selalu ditutupi dengan utang. Itulah yang sedang dihadapi oleh Amerika Serikat, Eropa dan Jepang.

Walau demikian bagaimana dengan posisi Indonesia dalam krisis yang selalu berulang ini? Sedikit banyak kita telah belajar dari pengalaman pahit menghadapi krisis moneter di akhir dekade 90 an. Saat ini Indonesia sudah mulai dibangun dengan pondasi yang mulai kuat. Sementara negara-negaraBarat memiliki rasio utang terhadap PDB yang hampir 100 persen, Indonesia pada 2010 hanya sebesar 25 persen. Angka ini adalah yang terendah kedua di dunia setelah China. Sehingga dapat dikatakan, untuk melakukan pembangunan, pemerintah Indonesia masih aman dan memiliki cukup ruang untuk menambah utang, apalagi jika mengingat struktur penduduk kita sangat muda, dimana sekitar dua pertiga dari total penduduk adalah yang berusia kerja.

Utang memang diperlukan untuk melakukan pembangunan, utang negara tidak haram dilakukan. Namun yang terpenting adalah bagaimana pengelolaan utang tersebut. Sebagai negara berkembang Indonesia setidaknya sudah mulai memahami pentingnya membangun perekonomian melalui utang tanpa meninggalkan ketahanan ekonomi.

Maka jangan heran apabila dalam waktu dekat negara-negara maju akan mulai meninggalkan cara pengelolaan dan sistem ekonomi yang mereka anut, karena terbukti hanya membawa kesejahteraan bagi 1 persen penduduk sementara 99 persen lainnya tersingkirkan. Dan ketika itu terjadi, kita mempunyai kesempatan besar untuk memacu perekonomian sementara mereka sibuk membenahi urusan ekonominya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun