Mohon tunggu...
Okki Sutanto
Okki Sutanto Mohon Tunggu... -

Sarjana Psikologi, 22 tahun, gemar menulis. Tulisan-tulisan saya lainnya bisa dinikmati di blog (http://okki-sutanto.com). Gabung di kompasiana untuk belajar, mencari teman, dan bersosialisasi. =)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Ketikan Pinggir: Korupsi di Jalan Raya

9 Februari 2010   01:20 Diperbarui: 26 Juni 2015   18:01 178
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ketikan Pinggir Hari Ini. Korupsi. Jaman sekarang hampir semua orang pernah mendengar kata "sakti" tersebut. Tiap hari di berbagai media, kata ini "diulas" pula. Banyak sekali yang membenci korupsi, tapi jauh lebih berkuasa yang suka korupsi. Banyak sekali yang mau korupsi diberantas, tapi jauh lebih kuat yang ingin korupsi tetap ada. Buktinya, meski diserang kiri-kanan-atas-bawah-depan-belakang oleh berbagai pihak, budaya korupsi tetap saja menang. Kadang kita bingung, dan hanya bisa bertanya tanpa jawab "Mengapa sih orang-orang berkuasa begitu mencintai korupsi?", atau "Mengapa sih semua politisi brengsek dan korup?", dan lain sebagainya. Seakan ada jurang pemisah antara rakyat biasa dan mereka yang berkuasa, jurang yang sedemikian luar biasa. Mereka yang tergolong rakyat biasa tidak suka korupsi. Mereka yang berkuasa, suka korupsi. Ibarat surga dan neraka. Namun, seringkali kita tidak sadar bahwa benih-benih korupsi ada di dalam diri kita semua, baik yang berkuasa maupun tidak. Hal ini paling mudah dilihat dalam perilaku berkendara. Sepeda motor menaiki trotoar, bus kota yang berhenti dan bermanuver sesuka hati, pengendara mobil yang saling serobot, dan lain sebagainya. Kesemua hal tersebut memiliki banyak persamaan dengan korupsi: - Dilakukan untuk keuntungan diri sendiri - Merugikan orang lain - Dilakukan bersama-sama sehingga menjadi tanggung jawab kolektif - Tidak ada mekanisme sanksi yang jelas Dengan mengurangi unsur UANG, maka bisa saya katakan semua perilaku itu sama saja dengan korupsi. Kita kadang terlalu egois, dan enggan untuk memikirkan orang lain. Ketika ketidakpedulian itu mulai muncul, maka segala daya upaya akan kita lakukan demi "enak sendiri". "Ngapain gw mikirin orang lain, yang penting gw dulu lah." de es be, de es te. Titik konklusinya: "Bukan pejabat aja, lu dan gue juga koruptor koq!" Tulisan ini bukan berarti pembenaran terhadap perilaku korupsi. Tak peduli dalih apa pun, yang namanya korupsi tetap saja menyengsarakan rakyat, tidak baik untuk dilakukan. Namun ada baiknya kita melihat ke diri sendiri dulu dan mengajukan beberapa pertanyaan: Masih beranikah kita menghujat mereka yang korupsi, di saat kita sendiri juga korupsi? Apa yang membedakan kita dengan mereka yang kita anggap biadab karena korupsi? Yakinkah jika kita suatu saat menjadi pejabat, kita tidak akan terjerat godaan korupsi? Mungkin refleksi singkat saja cukup, untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut. Siapa tahu kita bisa semakin memahami, mengapa para pejabat kita begitu menyukai korupsi. Ya, siapa tahu... Okki Sutanto, 9 Februari 2010 (rasa-rasanya hari ini belum "korupsi")

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun