Mohon tunggu...
Oki Titi Saputri
Oki Titi Saputri Mohon Tunggu... -

Ilmu Komunikasi UIN Sunan Kalijaga 2012 Yogyakarta.

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Wajah Pucat Konstitusi Hukum

8 Januari 2014   05:01 Diperbarui: 24 Juni 2015   03:02 67
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Budaya yang tinggi, masyarakatnya yang toleran, dan ramah antar sesama seolah menjadi mitos yang harus dilupakan oleh seluruh masyarakat Indonesia. Pasalnya, tindak kekerasan yang berujung pembakaran atau pembunuhan marak terjadi di berbagai daerah. Seperti kasus di Lapas Cebongan yang mengakibatkan 4 orang terbunuh dan kasus bentrokan antara masyarakat dengan penegak hukum (Polisi) yang terjadi di Kabupaten Musi Rawas yang mengakibatkan terbunuhnya 4 orang warga, belasan orang terluka dan markas Polisi terbakar. Ironisnya, pelaku kasus kekerasan tersebut adalah oknum yang seharusnya menegakkan konstitusi hukum. Hal ini tentu mencerminkan jiwa organisatoris dari oknum yang berkaitan masih lemah.

Melihat realitas bangsa Indonesia yang seperti ini, seolah kita diterlantarkan di hutan rimba dimana di dalamnya tidak ada kekuatan hukum. Semua makhluk berhak melakukan tindakan yang menurutnya benar dan patut dilakukan, apalagi jika mendapat ancaman. Seperti singa, harimau, srigala, buaya adalah mereka yang mempunyai taring dan otot yang kuat tentunya dialah yang memenangkan pertarungan. Berbeda dengan makhluk kecil lainnya, ia hanya menjadi mangsa yang ketakutan dan berhak menerima segala kejadian yang merugikan.

Cukup memprihatinkan, melihat maraknya kekerasan yang terjadi dan lemahnya konstitusi Hukum di Indonesia.  Entah masyarakat yang sudah lepas dari kontrol norma-norma dan aturan masyarakat, atau memang kekebalan hukum sudah tidak bisa dipertanggung jawabkan karena lemahnya hukum itu sendiri.

Sinergitas masyarakat dan oknum penagak hukum memang tidak lagi harmonis. Banyaknya kekeselan yang dirasakan masyarakat seolah menjadi titik akhir yang berujung tindak kekerasan tadi dilakukan. Parahnya penegak hukum menjadi lemah dan memperparah keadaan. Terbukti dengan kasus yang sudah dicontohkan diatas, TNI atau Polisi menggunakan kewenangannya untuk mengakhiri tindakan masyarakat yang dianggap merisaukan.

Ini berarti masyarakat membutuhkan kedaulatan baru yang menciptakan keyakinan masayarakat bahwa mereka benar-benar dilindungi oleh negara. Masyarakat sudah jenuh dengan tindakan-tindakan oknum yang sewenang-wenang. Sehingga tidak heran hukum menjadi sampah yang dibuang dimana-mana. Atau memang hukum sudah tidak diperlukan lagi, karena hukum dianggap sebagai legitimasi elit-elit negara untuk melanggengkangkan kekuasaanya.

Lemahnya pengakuan Hak Asasi Manusia antar sesama menjadi salah satu faktor bagaimana kekerasan bisa langgeng di negara ini. Dalam artian, Hak Asasi Manusia yang dimiliki sejak lahir digunakan tidak sewajarnya untuk melindungi Hak Asasi Pribadi yang dimiliki sendiri. Padahal Hak Asasi Manusia sudah diatur sedimikian rupa dalam Undang-undang. Namun, lagi-lagi kita harus mengakui kelemahan pengawalan atas Undang-undang yang diciptakan menjadi celah untuk melakukan tindak kekerasan.

Namun, penyadaran terhadap masyarakat tidak akan berjalan ideal jika tidak melibatkan oknum-oknum berwenang yang dipunyai negara. Meskipun citra TNI dan Polisi sudah menjadi buruk akibat tindakannya sendiri. Relasi buruk antar masyarakat harus dibenahi bersama dengan mengambil kebijakan yang sama-sama menguntungkan kedua belah pihak. Namun, jalan ini seolah menjadi jalan terjal yang sulit diwujudkan.

TNI dan Polisi sebagai figur untuk menegakkan hukum di masyarakat sudah tidak bisa dikatakan berhasil. Dari Pimpinan sampai anak buahnya tidak jarang terjerat kasus-kasus sentimentil yang menjadi musuh masyarakat. Tidak hanya tindak kekerasan, oknum tersebut juga terjerat kasus korupsi. Apalagi yang tercermin sekarang adalah tindakan Susno Djuadji sebagai mantan Kabareskrim Polri yang menolak eksekusi kejaksaan. Sungguh buruk jika mantan penegak hukum mempermainkan hukum yang sejatinya harus ditaati. Berbeda dengan masyarakat yang cuma terjerat kasus maling bambu di Jawa Timur. Ini menunjukkan hukum di Indonesia masih lemah dan melemahkan yang lemah. Hukum di Indonesia kuat karena menguatkan yang kuat.

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun