Beberapa minggu belakangan ini selain liburan gue punya kegiatan sosialisasi universitas diponegoro beberapa sma di kabupaten Tanggamus Lampung. Kegiatan seperti ini acap kali menjadi rutinitas para mahasiswa dikala libur semester. Kami rela untuk tidak dibayar demi mengajak adik – adik kelas xii yang berada satu daerah untuk kuliah di kampus yang sama dengan kami. Ada kepuasan tersendiri jika berhasil meramaikan kampus dengan mahasiswa yang daerah asalnya sama dengan kita.
Masuk ke sekolah – sekolah dengan gaya mahasiswa, baju kemeja, celana jeans ditambah almamater agar terlihat keren dan berharap para siswa pada kepincut dan ingin segera kuliah. Ternyata hukum itu berbalik, gua ngeliat para siswa yang asik ketawa ketiwi dengan polosnya tanpa harus memikirkan cara bertahan hidup seperti gue anak rantau. Jadi kepingin balik lagi ke sma. ah kenapa hukum ini malah balik lagi ke gue, masa iya sih waktu di sma gue kurang bahagia. Sebenernya bukan itu sih gue berharap balik ke sma itu karena ingin melakukan hal yang belum sempat dilakukan waktu sma atau sekedar berpoto alay dengan bibir monyong atau dengan pose meletakan jari telunjuk di depat bibir seperti memberi tanda untuk tidak berisik.
Coba bernostalgia dengan melihat beberapa foto waktu lagi alay. Ternyata banyak juga foto alay yang lagi sama temen – temen maupun sendirian. Ternyata foto sendirian gue lebih banyak daripada foto ramean. Tapi entah kenapa Gue sekarang udah tobat males ngelakuin foto alay, tapi bukan berarti gua anti alay ya. Mungkin karena gue tidak cukup muda untuk mengangkat kamera tepat di depan muka sambil memonyongkan bibir.
Kebanyak orang ngartiin alay itu sebagai orang yang super narsis dan orang yang punya seni super tinggi dalam dunia penulisan. Tapi menurut gue alay itu orang yang suka membuang – buang waktu dengan suka rela, giliran buang sampah gak mau. Coba aja, berapa waktu yang dibutuhkan untuk foto sendirian. Cuma orang yang gak ada kerjaan yang ngetik sms lebih dari 5 menit hanya mau nanya lagi dimana. Dan berapa waktu yang dibuang hanya untuk berdiri di konser sambil nyuci dan jemur. Bener – bener buang waktu. Orang yang gitaran sampe malem di pinggir jalan juga itu orang alay. Alay lu!
Di tahun ini pikiran remaja bener – bener di bolak – balik betapa tidak disaat beberapa manusia alay tobat, ternyata tren foto sendiri dengan kamera depan sedang membahana sekarang. Mungkin seperti menjilat es krim sendiri karena mereka menyatakan anti alay tapi tetep ngikutin tren yang memang alay banget.
Mempelajari kecendrungan remaja sekarang orang – orang yang anti alay adalah orang yang pernah alay. Tapi kenapa setelah mereka menyatakan untuk tidak alay malah menghina orang yang lagi alay apa mereka gak nyadar bahwa mereka pernah menjadi bagian dari mereka. Alay lu !
Fenomena selfie yang mebahana sekarang ini mungkin karena rencana yang teroganisir sangat baik oleh kelompok alay sehingga secara tidak langsung mereka mendoktrin para penikmat selfie untuk bertingkah alay.
Entah lah ini fenomena macam apa ini. Tapi disaat orang lain lagi bergelut dengan kamera depan smartphonenya beberapa orang yang kreatif memanfaatkan peluang ini. Tongsis, ya ini alat yang menunjang anda untuk berselfie ria. Tongsis ini bentuknya seperti tongkat dan salah satu ujungnya terdapat tempat untuk meletakan smartphone sehingga terlihat seperti dipotoing orang lain padahal itu foto sendiri. Tongsis sendiri merupakan kependekan dari tongkat narsis, kenapa gak tongkat alay aja ya biar tambah jelas.
Dari beberapa kecendrungan dan fenomena saat ini, saya bisa ngambil pelajaran bahwa selain urusan agama janganlah kalian bersikap fanatic kesuatu hal dan cenderung benci hal yang bertentangan dengan yang kita sukai. Karena tren dimasyarakat cepat sekali berubah dan jika kita terlalu fanatic kita akan ketinggalan jaman.
" selain agama, sikap fanatic adalah kuno "
sumber gambar: google image
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H