Mohon tunggu...
Mochamad Dewandra
Mochamad Dewandra Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Saya adalah pemerhati sosial, penggemar sepakbola, sedang menuntut ilmu di Universitas Airlangga..

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Catatan Mahasiswa Peduli

28 September 2013   21:02 Diperbarui: 24 Juni 2015   07:15 1154
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Anti Omek, Omek Sesat Jenis Baru

Anti –Omek, begitulah setidaknya mahasiswa sekarang mengidentifikasi mereka yang juga sesama mahasiswa namun memiliki jiwa antipati maupun sentimen politik terhadap omek. Omek yang dimaksudkan disini adalah Organisasi Mahasiswa Ekstra Kampus yang memiliki sejarah panjang dalam dinamika pergerakan mahasiswa seperti HmI, PMII, GMNI, KAMMI, serta IMM atau organisasi lainnya yang tidak termasuk dalam struktur formal birokrasi kampus namun memiliki kontribusi aktif terhadap pengembangan mahasiswa. Anti-Omek sebagai gerakan informal menjadi popular di kalangan mahasiswa tahun-tahun belakangan ini. Fenomena ini telah menjadi jamak di kampus-kampus seluruh Indonesia. Entah kampus negeri maupun swasta, kampus berbasis agama maupun konvensional semua sama, gaung anti-ormek  terasa, walaupun dalam konteks tertentu bisa jadi dalam satu kampus  hanya di beberapa fakultasnya saja anti omek terdengar lebih keras, namun umumnya anti omek sudah menjalar di seluruh kampus di Indonesia.

Sebagai mahasiswa, Anti omek yang sekarang telah menjadi social phenomena sudah seharusnya diamati untuk kemudian dikritisi dan disikapi apakah memang keberadaannya wajar dan memang sesuai dengan kebutuhan mahasiswa era reformasi sekarang ini atau bahkan ini wacana manipulative-destruktif dari segelintir orang yang memang tidak menghendaki kebaikan pada pembentukan karakter generasi terdidik bangsa. Karena masih belum ada kajian ilmiah yang khusus membahas tentang hal ini sudah barang tentu seabrek opini yang beredar di kalangan mahasiswa maupun dunia maya dapat dijadikan dasar sementara untuk tulisan-tulisan mengenai fenomena ini. Harapannya di waktu mendatang akan banyak kajian ilmiah mengenai fenomena ini.

Selayaknya gerakan anti yang lain (Anti Pemerintahan, Anti Korupsi dll) , anti omek ini sebagian besar (jika tidak dapat disebut seluruhnya karena kondisi objektif tiap kampus berbeda) dilatarbelakangi oleh tidak puasnya sebagian elemen kepentingan (interest group) atas kejadian yang terjadi disekitarnya. Dalam konteks ini interest grupnya adalah mahasiswa non-ormek dan kejadian disekitarnya yang menimbulkan rasa ketidakpuasan adalah dominasi dan hegemoni ormek dalam pemerintahan kampus. Sebagai antitesa dari dominasi ormek dalam politik kampus, anak-anak yang saya sebut barisan sakit hati membuat komunitas tandingan yang lebih terorganisir untuk mengakomodir kepentingan politiknya di kampus. Terdengar berat memang apabila mahasiswa berbicara mengenai politik, apalagi konteksnya kampus bukan partai maupun negara seperti yang diidentikan oleh pemberitaan media bahkan tidak sedikit mahasiswa yang berkelakar tidak ada pentingnya mahasiswa berbicara tentang politik, yang penting belajar. Tidak ada salahnya memang mahasiswa lebih focus untuk mengejar prestasi akademik, tapi ingat sampai kapanpun kita akan tetap menjadi subjek dan objek politik, politik tak dapat dihindari meskipun kita berkata tidak. Pericles seorang jendral zaman keemasan Athena berkata “karena anda tidak berminat terhadap politik, bukan berarti politik tidak meminati anda.” Kata-kata tersebut menguatkan bahwasanya politik itu ada di kehidupan kita suka atau tidak, seperti juga banyak orang bilang keadaan suatu Negara dapat dilihat dari keadaan pada kampus-kampusnya, politik kampus merupakan miniature yang representatif dari keadaan real politic di suatu Negara oleh sebab itu menjadi tanggung jawab mahasiswa untuk tetap peduli karena kampus yang baik baik dari sisi politik, birokrasi, iklim dan budayanya menandakan keadaan Negara yang baik juga.

Guna lebih bijak dalam menyikapi permasalahan anti omek di kalangan mahasiswa diperlukan diferensiasi mahasiswa yang mengidentifikasi dirinya sebagai anti omek karena mahasiswa anti omek pada dasarnya memiliki motivasi berbeda untuk menjadi seorang mahasiswa yang anti terhadap kaderisasi eksternal karena beda motivasi konsekuensi logisnya berbeda pula penyikapan terhadapnya. Dalam konteks ini mahasiswa anti omek dapat dibagi ke dalam setidaknya tiga golongan yaitu anti omek idealis, politis, atau yang sekadar ikut-ikutan.

Golongan pertama yaitu anti omek idealis adalah mahasiswa yang secara tegas tidak menjadi anggota dan berafiliasi dengan omek apapun disebabkan alasan ideologis. Mereka memiliki perbedaan pemahaman yang cukup fundamental terhadap ideology omek omek yang mapan. Mahasiswa-mahasiswa seperti ini adalah mahasiswa yang berpegang teguh dengan apa yang menjadi gagasan utama dalam mereka bersikap dan menurut mereka tidak ada satupun omek yang sesuai serta dapat mengakomodir pemikiran mereka sehingga mereka cenderung mengisolasi diri terhadap dinamika organisasi mahasiswa eksternal atau bahkan juga organisasi mahasiswa internal. Soe Hok Gie seorang tokoh mahasiswa era 60an dapat digolongkan kedalam anti omek jenis ini. Selama menjadi mahasiswa Gie sapaan akrabnya tidak bergabung dengan omek apapun seperti yang kita tahu dalam beberapa catatan sejarah Gie sempat ditawarkan bergabung ke salah satu omek namun ditolaknya dengan alasan idealisme. Apresiasi layak diberikan bagi golongan anti omek ini karena setidaknya mereka memiliki alasan yang baik, bukankah mahasiswa adalah ladang suburnya bagi idealisme?

Golongan kedua yaitu anti omek politis. Mereka ini golongan manipulative dan cenderung destruktif. Golongan ini adalah barisan sakit hati karena tidak kebagian kue kekuasaan akibat dominasi omek di dalam kampus sehingga mereka membentuk gerakan netral yang berusaha mencari masa dengan menyebarkan isu-isu negative seputar omek kepada mahasiswa lain yang kurang informasi guna memuaskan maksud politik mereka. Walaupun kadang omek-omek di beberapa kampus tertentu memang memiliki track record tidak baik namun sebagian besar opini yang digalang anti omek jenis ini cenderung tanpa dasar dan menyesatkan. Golongan anti omek inilah yang jadi inti pembahasan dan pusat kritik tulisan ini.

Golongan anti omek yang terakhir yaitu anti omek ikut-ikutan. Golongan ini biasanya terdiri atas mahasiswa baru yang masih minim pengetahuan dan infomasi atau bukan mahasiswa baru namun gaya hidupnya yang hedonis membuat mereka resisten ketika mendengar kata “politik” sehingga opini mereka mengikuti opini yang beredar umum. Acapkali golongan omek ini tidak mempunyai alasan yang jelas mengapa mereka harus menjadi anti omek. “karena omek mempunyai kepentingan” adalah alasan umum golongan anti omek ini. Namun apabila ditanyakan kembali kepentingan apa yang dibawa omek rata-rata dari mereka tidak dapat menjawab. Golongan inilah yang menjadi dosa golongan anti omek politis. Mahasiswa anti omek ini adalah korban isu apriori dari segelintir mahasiswa tidak bertanggung jawab. Berkat isu-isu negative yang sengaja dibiarkan liar seputar omek, golongan mahasiswa ini jadi kehilangan kesempatan untuk mendapatkan proses yang baik yang bisa didapatkan pada omek. Bukan rahasia lagi jika sebagian besar tokoh-tokoh bangsa kita saat ini adalah mereka yang telah kenyang proses dalam omek sewaktu mahasiswa. Lalu mengapa mereka harus dihalangi untuk menjadi besar seperti tokoh-tokoh bangsa tersebut?

Banyak yang berpendapat bahwa anti omek sebenarnya adalah omek jenis baru. Hal ini bisa dibenarkan karena ternyata anti omek pun memiliki komunitas sendiri dan mereka mempunyai tujuan sendiri namun sesat dalam banyak hal. Sesat karena sebagian besar mereka tidak mempunyai tujuan lain selain dominasi dan hegemoni kekuasaan di kampus, sesat karena mereka telah menyebarluaskan opini tidak bertanggung jawab serta mengorbankan kesempatan banyak potensi mahasiswa untuk berkembang dalam pengkaderan omek-omek.

Bung Karno pernah berseru “Jangan sekali-kali lupakan sejarah!” atau yang terkenal dengan jas merah agaknya harus kembali diperhatikan dengan sungguh-sungguh oleh generasi muda saat ini. Bapak proklamasi Indonesia ini tentu telah paham betul bagaimana Indonesia seperti yang sekarang ini tidak lain tidak bukan adalah hasil kerja keras para pendahulunya, adapun dengan mengenang dan tidak melupakan adalah cara terbijak dalam menghargai jasa para pendahulu. Lantas apa korelasinya dengan tulisan ini? Tidak lain tidak bukan karena mereka yang berani mendeklarasikan diri sebagai seorang yang anti omek adalah orang-orang yang tidak pernah membaca sejarah, mungkin pernah namun telah melupakannya sehingga orang-orang ini sangat patut dicap tidak menghargai jasa-jasa pahlawan perubahan di Indonesia, mereka anggap apa peran omek dalam beberapa peristiwa penting tanah air? Peristiwa G30SPKI sampai Krisis 98 tidak bisa dilepaskan dari peran mahasiswa yang tergabung dalam beberapa elemen yang sekarang dikenal sebagai organisasi mahasiswa kampus. Pikiran, waktu, tenaga dan tidak sedikit yang berkorban nyawa demi tanah air. Apa bijak kita menafikan jasa omek tersebut demi kepentingan pragmatis yang semu? Apa sudah lebih tinggikah derajat kita dibandingkan omek-omek tersebut dalam memberi kontribusi bagi tanah air sehingga kita berani memandang temeh omek? Kalau tidak lantas atas dasar apa kita berani berkoar sebagai yang anti omek? Agaknya tidak berlebihan apabila disebut anti omek adalah jalan sesat bagi mahasiswa.

Tulisan ini bukanlah pembelaan terhadap omek atau kecenderungan sejenis lainnya. Tulisan ini juga bukan justifikasi apriori terhadap fenomena kekinian. Tetapi  tulisan ini adalah sebuah pesan bijak kepada semua yang berkepentingan terutama kalian para kaum terdidik bangsa agar jangan sampai terbawa arus opini yang tidak dapat dipertanggungjawabkan sehingga dapat merugikan diri sendiri. Sudah saatnya mahasiswa kembali ke khittahnya sebagai agent of change bukan agen opini sesat seperti gerakan anti omek. Hidup Mahasiswa!!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun