Malam ini malam yang penuh kegalauan. Baru "menguasai" 16 orang saja sudah bikin migrain kambuh. Memimpin mereka gampang - gampang susah. Artinya gampang bikin susah.  Ditambah dengan persoalan dengan rekanan. Ternyata dua rekanan yang sudah dipilih tidak cukup profesional. Hasil kerjanya tidak sesuai spesifikasi yang ditentukan.
Saya jadi berfikir tentang seorang presiden yang memimpin jutaan pegawai. Jika saya menjadi presiden RI sekarang, maka pastilah migrain saya bakal tambah parah. Mungkin SBY bisa enjoy, beda dengan saya. Itu jika jadi presiden, lha kalau jadi pengusaha yang buruhnya hobi demo. Sama saja bikin pusing. Soalnya target produksi bisa tak tercapai. Kepercayaan konsumen bisa semakin turun. Teman saya bahkan mengatakan bahwa jika karyawan bisa makan sate kambing, sang pengusaha mungkin hanya makan tempe dan tahu. Saking iritnya karena waktu itu pas jatuh tempo cicilan bank.
Jam terbang saya sebagai pemimpin masih sedikit. Dari yang sedikit ini saya mulai memaklumi betapa susahnya jadi pemimpin. Serta betapa gampangnya menghujat pemimpin. Jika pemimpin tidak eling lan waspodo (ingat dan waspada) maka akan tergelincir ke dalam lembah kenistaan.
Dari pengalaman saya ada hal pokok yang mendasari keberhasilan seorang pemimpin. Salah satu yang paling krusial adalah mengorganisasikan sumber daya manusia. Sekali salah memilih orang, bisa menyebabkan nama baik tercemar.  Kegagalan anak buah seringkali menyeret para bos untuk makan buah simalakama. Inilah yang menjadi salah satu prioritas Jokowi.  Lelang jabatan lurah dan camat adalah bagian penting dalam memilih anak buah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H