Tujuan dibangunnya museum ini adalah untuk menghimpun berbagai fosil dan artefak yang berasal dari penemuan dan penggalian yang dilakukan di sekitar pulau Flores dan sekitarnya pada waktu itu.
Setelah periode itu, pada tahun 1983, museum ini dipindahkan ke Ledalero, Maumere, kabupaten Sikka oleh seorang Pastor pribumi yang juga sangat tertarik kepada berbagai hasil penemuan dan penggalian, yaitu Pater Piet Petu, SVD.
Hampir semua artefak dan fosil yang ditemukan dari penemuan dan penggalian di pulau Flores dan sekitarnya menjadi koleksi sejarah di museum Bikon Blewut.
Saat ini pengelolaan dan kepemilikan museum ini dipegang oleh Institut Filsafat dan Teknologi Kreatif (IFTK) Ledalero yang dulunya bernama Sekolah Tinggi Filsafat Katolik (STFK) Ledalero.
Bikon Blewut yang dijadikan nama museum ini berasal dari kata bahasa Sikka. Bikon berarti lampau, sedangkan Blewut artinya rusak. Jadi Bikon Blewut dapat diartikan sebagai sisa-sisa peninggalan masa lampau.
Koleksi-koleksi museum ini mengandung kekayaan nilai budaya dan sejarah yang sangat penting bagi dunia ilmu pengetahuan.
NTT (Nusa Tenggara Timur) dan Flores secara khusus memang harus berterima kasih kepada Pater Verhoeven bersama teman-temannya untuk koleksi berbagai penemuan dan penggalian benda-benda sejarah yang tidak ternilai harganya tersebut.
Mereka melakukan pencarian, penggalian dan penelitian tentang kebudayaan Flores. Hasilnya banyak potongan kisah prasejarah dari zaman mesolitikum dan neolitikum yang sempat hilang dapat dirangkai kembali.
Ketika memasuki museum tersebut, mata kita akan langsung bertemu dengan sebuah gambar mengenai peta persebaran manusia purba beserta namanya. Melalui gambar ini, pengunjung diajak untuk bergerilya kembali ke masa lampau 300 ribu tahun silam.
Ada fosil gajah purba yang ditemukan di wilayah Watumelang, Kabupaten Sikka. Fosil gajah purba jenis Stegedon ini sendiri merupakan satu penemuan baru dalam ilmu pengetahuan yang mematahkan teori Wallace Line.
Kita tahu bahwa Wallace telah membuat satu garis imajiner yang memisahkan fauna Indonesia bagian barat yang berhubungan dengan Asia dan Indonesia Timur yang berhubungan dengan Australia.