Ketiga, memutuskan pembubaran partai politik. Dan keempat, MK memiliki tugas untuk  memutus perselisihan tentang hasil Pemilihan umum (Pemilu).
Sedangkan MKMK adalah perangkat yang dibentuk oleh Mahkamah Konstitusi terkait pelanggaran kode etik Hakim Konstitusi.
Pertanyaannya adalah apakah dengan tugas yang demikian, MKMK dapat membatalkan putusan MK yang dikatakan putusannya bersifat final?
Melalui putusannya yang telah dibacakan, MKMK (Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi) yang diketuai oleh Jimly Ashhiddiqie telah menjatuhkan vonis memberhentikan Anwar Usman dari Ketua MK (Mahkamah Konstitusi) dan melarang yang bersangkutan terlibat dalam persidangan mengenai perselisihan hasil Pemilu baik Parpol, Presiden dan Wakil Presiden, maupun DPR RI, DPRD, maupun DPD.
Sebelum putusan pemberhentian Anwar Usman, MKMK juga telah memutuskan bahwa kesembilan hakim Konstitusi telah melakukan pelanggaran kode etik terkait putusan syarat batas usia minimal capres-cawapres.
Menurut MKMK, kesembilan hakim itu dinilai tidak dapat menjaga informasi dalam forum Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH) yang seharusnya menjadi rahasia.
Ada 21 laporan yang masuk ke MKMK yang menyangkut 9 hakim terlapor. Akan tetapi dari 21 laporan tersebut, 15 laporan yang dilayangkan untuk Anwar Usman.
Ia divonis oleh MKMK telah melanggar etik berat terkait konflik kepentingan dalam putusan MK soal syarat minimal usia capres-cawapres.
Dengan demikian apabila mengacu kepada pendapat dari Fauzan, maka keputusan MK tentang batas usia minimal capres-cawapres harus batal. Putusan itu secara moral tidak dapat dipertanggungjawabkan sebab diputuskan oleh hakim-hakim yang melanggar kode etik.
Kita menanti apa yang akan terjadi nanti. Benarkah Gibran Rakabuming Raka akan didiskualifikasi karena keputusan MK dalam hubungan dengan dirinya batal secara moral?
Mari menunggu episode selanjutnya dari prahara perpolitikan tanah air yang kita cintai ini.