Tahun ajaran 2023/2024 sudah kembali berjalan. Dari pantauan sekilas bisa dilihat bahwa ada sekolah yang kebanjiran peserta didik baru dan ada yang sangat memprihatinkan. Terutama ada perbedaan peserta didik baru yang sangat mencolok antara sekolah negeri dan swasta.
Ada beberapa masalah yang ditimbulkan karena kebijakan Penerimaan Peserta Didik Baru atau PPDB tahun ini. Sistem zonasi PPDB di NTT misalnya cukup bermasalah.
Hal ini disebabkan karena penerimaan siswa baru di kabupaten/kota di NTT tidak seperti yang terdapat di dalam petunjuk teknis (Juknis).Â
Kebijakan zonasi sebenarnya lebih mengatur pada aspek penerimaan siswa baru agar tidak terjadi penumpukan siswa pada sekolah tertentu dan mematikan sekolah lain.Â
Tetapi fakta mengatakan yang sebaliknya. Bisa dilihat banyak sekolah negeri di NTT yang jumlah muridnya membludak, sedangkan sekolah swasta ada yang hampir tidak mempunyai siswa.
Ombudsman melihat bahwa ada kepincangan serius terkait penyebaran peserta didik ke sekolah negeri dan sekolah swasta SMA/SMK di NTT pada tahun ini. Kepincangan tersebut dirasakan sebagai sebuah ketidakadilan karena kebijakan PPDB tahun ini telah dengan sengaja meminggirkan sekolah swasta. Dan kenyataannya memang demikian.
Banyak siswa yang memilih untuk sekolah di sekolah negeri karena alasan sekolah gratis. Sementara sekolah swasta, orang tua harus merogoh lagi goceknya untuk membayar uang pembangunan, SPP, dan uang-uang sumbangan lainnya.Â
Belum lagi sekolah swasta harus membiayai guru-guru yayasan yang jumlahnya tidak sedikit.
Ada sekolah negeri yang jumlah peserta didik barunya mencapai 400 atau 500 siswa. Sedangkan ada sekolah swasta jumlah peserta didik barunya hanya 80 dan bahkan ada yang hanya 28 siswa.
Lalu apa hubungannya dengan dana Bos?