Mohon tunggu...
Okto Klau
Okto Klau Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penulis lepas

Menulis adalah mengabadikan pikiran

Selanjutnya

Tutup

Beauty Pilihan

Thrifting sebagai Alternatif Berbelanja Eco-Friendly

27 Mei 2022   15:09 Diperbarui: 27 Mei 2022   20:52 525
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Salah Satu Gerai Pakaian Bekas di Kota A (dok.pribadi)

Isu lingkungan akhir-akhir ini mendapat perhatian serius. Banyak upaya mulai dilakukan untuk merawat dan memelihara lingkungan yang saat ini katanya rusak parah.

Salah satunya caranya yaitu dengan mengurangi sampah.

Nah, sampah inilah yang menjadi masalah terbesar dan tantangan bagi terwujudnya dunia yang asri dan nyaman.

Sampah plastik dan sampah-sampah rumah  tangga menyumbang paling banyak untuk kerusakan lingkungan.

Di antara sampah yang mengganggu itu ada yang datang dari pakaian-pakaian bekas.

Industri garmen menjadi salah satu faktor utama penyebab kerusakan alam.

Ini sungguh memprihatinkan. Dengan thrifting, produksi pakaian dapat ditekan sehingga kerusakan lingkungan akibat bahan-bahan kimia dan juga emisi karbon yang dilepas ke alam bebas oleh pabrik-pabrik garmen dapat dihentikan.

Thrifting sendiri adalah kegiatan berbelanja demi mendapatkan harga barang yang lebih murah dan barang yang tidak biasa seperti selera pasar saat ini.

Beberapa kalangan berpendapat bahwa para peminat thrifting telah turut serta dalam menciptakan perilaku berbelanja yang eco friendly.

Eco freindly berarti ramah lingkungan. Kamus Cambridge mendefenisikan ramah lingkungan sebagai sesuatu yang  dirancang untuk memiliki sedikit atau tidak ada efek merusak lingkungan.

Dengan kata lain sesuatu dikatakan ramah lingkungan jika tidak merugikan Bumi.

Kebiasaan berbelanja pakaian bekas merupakan perilaku ramah lingkungan sebab memanfaatkan pakaian bekas yang sudah seharusnya menjadi sampah.

Belanja pakaian bekas adalah cara memberi pakaian-pakaian itu kehidupan baru.

Bila peduli lingkungan dihubungkan dengan belanja pakaian bekas, maka masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang paling peduli lingkungan.

Hal ini bisa terlihat dari minat masyarakat Indonesia terhadap pakaian bekas yang terbilang cukup tinggi.

Berkarung-karung dan berton-ton pakaian bekas yang dijajakan di pasar atau gerai-gerai penjualan ludes tak berbekas.

Kita tidak tahu bagaimana banyaknya sampah yang mencemari lingkungan bila pakaian-pakaian bekas ini tidak ada yang meminati.

Konsep thrifting sangat mendukung kampanye zero waste. Hal ini disambut baik oleh banyak kalangan.

Pakaian-pakaian bekas yang dibeli dari pasar rombengan atau gerai-gerai pakaian bekas tak kalah kualitasnya dengan yang dibeli di tokoh pakaian.

Keuntungan lainnya dari thrifting adalah busana yang lebih awet dan tidak mudah rusak dikarenakan sudah terbukti oleh pemilik sebelumnya.

Pembeli juga dapat menemukan barang-barang langka yang jarang dijumpai. Bahkan pembeli mungkin saja mendapatkan barang limited edition yang sudah tidak diproduksi.

Kondisi tersebut membuat orang-orang lebih memilih pakaian bekas dibandingkan baru, sehingga menimbulkan stigma bahwa menggunakan pakaian bekas merupakan tanda kekurangan uang.

Walaupun belum tentu juga kekurangan uang dinilai dari cara berpakaian. Bisa saja cara berbelanja model thrifting adalah salah satu cara berhemat.

Walaupun dengan berbelanja pakaian bekas ada beberapa sektor industri yang macet, misalnya industri garmen tetapi setidaknya dengan cara itu para peminat thrifting telah berpartisipasi dalam menyelamatkan bumi dari sampah dan emisi karbon.

Ada beberapa manfaat dari thrifting, yaitu mengurangi limbah pakaian, mengurangi polusi kimia, dan menghemat biaya.
Berdasarkan data dari UNEP (United Nations Environment Programme), setiap tahun, industri fashion menggunakan 93 miliar meter kubik air dan sekitar 20% air limbah industri fashion di seluruh dunia berasal dari pencelupan dan pengolahan kain.

Data tersebut mengindikasikan bahwa industri fashion bertanggung jawab atas 10% emisi karbon global tahunan.

Oleh para pemerhati lingkungan hidup diperkirakan emisi karbon ini akan melonjak lebih dari 50% pada tahun 2030.

Dengan berbelanja pakaian bekas yang masih layak pakai, para peminat thrifting telah menekan industri garmen mengurangi produksinya. Dengan demikian, limbah produksi dan gas emisi karbon yang dihasilkan juga berkurang.

Sementara itu soal menghemat biaya, thrifting sangat menguntungkan karena harga pakaian-pakaian bekas super duper murah.

Harga pakaian-pakaian bekas thrit shop atau gerai-gerai rombengan berkisar dari Rp 10.000 hingga Rp 100.000.

Ini jelas menghemat begitu banyak sehingga uang sisa belanja bisa dibuat untuk menabung maupun untuk kebutuhan-kebutuhan lain yang juga tidak kalah penting.

Walaupun menguntungkan, tetapi thrifting juga memiliki efek negatif.

Dari sisi hiegenis, pakain-pakaian bekas memang tidak dijamin kebersihannya. Namun itu bisa diatasi dengan cara, mencucinya dengan deterjen anti kuman agar kuman-kuman di pakaian-pakaian bekas itu hilang sebelum dipakai.

Thrifting ramah lingkungan, bukan? Ya, sudah tentu. Selain itu, thrifting juga ramah dompet.

Jadi ada benarnya juga bahwa thrifting adalah sebuah cara berbelanja yang sangat ramah lingkungan karena mendukung zero waste yang selalu dikampanyekan dari saat ke saat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Beauty Selengkapnya
Lihat Beauty Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun