Mohon tunggu...
Okto Klau
Okto Klau Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penulis lepas

Menulis adalah mengabadikan pikiran

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Natalmu, Natalku, Natal kita dalam pohon Natal dan Kandang Natal

24 Desember 2021   15:18 Diperbarui: 24 Desember 2021   15:21 162
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Tanggal 25 Desember setiap tahun merupakan hari Raya Natal bagi umat Kristiani di berbagai belahan dunia. Hari Raya kelahiran sang Juru Selamat. Dan Hari Raya ini sudah dimulai pada tanggal 24 Desember dengan perayaan Malam Natal. Setiap orang mengekspresikan kegembiraan dan sukacitanya dalam beragam cara. Ada yang membuat pohon Natal (bahkan ada yang sudah mendirikan pohon Natalnya 1 bulan sebelum perayaan natal), ada yang membuat gua natal, kandang natal dan bahkan di setiap sudut kota dan kampung akan terdengar lagu-lagu Natal, dan seterusnya. Sebenarnya semua itu hanyalah sebagian dari ekpresi kegembiraan yang dibawa oleh sukacita Natal.Natal yang sesungguhnya adalah kelahiran kita sebagai manusia baru bersama dengan Sang Penebus itu sendiri. Dia yang begitu Agung, Maha Besar, Maha Kuasa rela melepaskan semua kemahaan-Nya dan mengosongkan diri-Nya yang bersahaja itu lalu menjadi manusia. Firman Allah yang berdayacipta itu memilih menjelma menjadi daging dan dilahirkan di Betlehem dalam situasi yang paling sederhana dan hina. Dan sekarang kita mulai memaknainya dengan beragam cara yang menurut saya tidak lagi sederhana. Apakah ini bagian dari kemajuan? Apakah ini situasi yang sudah berubah karena peristiwa kelahiran yang paling sederhana itu telah lewat 2000 tahun?Peristiwa kelahiran itu telah kita maknai secara lain sekarang. Kita telah menggantinya dengan pohon terang yang dihiasi dengan gegap gempita lampu warna-warni. Gua-gua dan Kandang Natal telah kita buat dengan meninggalkan kesederhanaan kandang Natal Betlehem karena kesederhanaan dan keaslian kandang Betlehem telah kita ganti dengan lampu warna-warni yang berkelap-kelip menyilaukan mata.
Kita harus bergembira karena sukacita Natal. Kegembiraan itu harus kita ekspresikan. Namun bukan kelap-kelip lampu dan pohon-pohon Natal yang tinggi menjulang atau pun gua-gua dan Kandang-kandang Natal kita yang paling mentereng tetapi yang paling penting adalah bukan lampu-lampu Natal di hati kita masing-masing sudah menyala dengan terang benderang dan berkelap-kelip atau belum. Kita harus mulai jujur bertanya, apakah Sang Penyelamat itu sungguh telah lahir di dalam hati kita atau belum. Jangan sampai pohon Natal dan gua Natal atau Kandang Natal yang ada di rumah kita, di depan rumah, atau taman-taman kota kita hanyalah untuk gagah-gagahan dan sebagai ajang pamer, milik siapa yang paling indah, bagus, dan sebagainya.
Kalau memang benar bahwa Tuhan telah lahir di hati kita maka akan terekspos lewat pikiran, tutur kata dan tindakan kita. Kita akan menjadi pembawa damai. Di mana kita hadir pasti akan membawa aura positif bagi sesama. Kita akan jauh dari irih hati, dengki, dendam, dan permusuhan. Pikiran kita akan berguna bagi banyak orang. Tutur kata kita akan menjadi penyejuk bagi sesama. Tindakan-tindakan kita akan senantiasa dirindukan karena membawa sukacita dan pembebasan. Dan sesungguhnya itulah Natal yang sebenarnya. Tuhan datang dan lahir di hati kita. Ia menjelma menjadi manusia dalam seluruh diri kita, dalam setiap pikiran, ucapan dan tindakan kita di dalam keseharian hidup kita dengan sesama dan juga lingkungan sekitar kita.
Selamat dan salam Damai Natal. Sambutlah Sang Juruselamat dengan penuh sukacita

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun