Mohon tunggu...
Ahmad Fauzi
Ahmad Fauzi Mohon Tunggu... Administrasi - Karyawan

Membaca

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Tiga Malam Pada Tiga Lelaki Berbeda

20 Maret 2015   15:36 Diperbarui: 17 Juni 2015   09:22 120
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Malam baru saja tiba. Bintang gemintang belum menampakkan pesonanya. Matahari telah tenggelam entah kemana. Ayam-ayam tak ada lagi yang berlarian. Burung telah kembali ke haribaannya. Sejenak manusia masih banyak yang sibuk dalam dunianya.

Naya telah masuk dalam kamarnya. Sendirian asik mendengarkan alunan musik masa kini. Ia tak juga keluar sekedar menyapa sang bunda dan adiknya yang sedang menyaksikan kontes penyanyi dangdut di salah satu stasiun televisi swasta. Bagi Naya, dangdut adalah musik masyarakat kelas dua, yang telah ketinggalan jaman.

“Woii kecilin suaranya..”

Terdengar jelas teriakan Naya dari dalam kamar. Rumah yang tak begitu besar membuat suara dari satu ruangan ke ruangan lainnya dapat terdengar dengan jelas. Dari ruangan tamu yang sekaligus menjadi ruang keluarga, ibunya dapat dengan jelas mendengar teriakan anaknya tersebut. Namun ia mengabaikan hal itu, dirinya tahu pasti Naya juga sedang asik mendengarkan musik bukan sedang sibuk dengan pelajaran sekolahnya.

“Pada budek apa…”

Kali ini dengan nada jengkel anak paling tua di rumah itu kembali berteriak. Tampaknya ia sudah tak kuat lagi mendengar alunan musik dangdut yang dianggapnya sebagai musik kelas dua di tanah air ini. Akhirnya ibunya mengalah, dikecilkan suara televisi tersebut, meski anak terakhirnya menolak. Maya merengek kesel, menganggap kakaknya mengganggu waktu malamnya. Maya pun masuk ke kamarnya, ia memilih bersantai sendiri di dalam kamar. Alhasil tiga perempuan dalam rumah tersebut kini tenggelam dalam dunianya masing-masing.

Naya dan Maya dua anak gadis yang memiliki kemiripan secara fisik. Kulitnya putih, berambut hitam lurus. Bibir tipis dan memiliki tatapan mata yang tajam. Kesemuanya adalah warisan dari fisik ibunya, yang masa mudanya dikenal sebagai bunganya perempuan. Namun keduanya memiliki sifat masing-masing yang saling bertentangan. Ibunya pun menganggap wajar akan hal tersebut.

*

Sudah hampir jam sepuluh, Marni masih saja duduk di depan layar televisi. Dirinya dengan setia menanti Sudirman pulang. Sudah beberapa bulan ini suaminya selalu pulang malam. Ada saja alasan yang diberikan, dan jika sudah bosan ditanya oleh bininya, Dirman tak jarang malah membentak Marni dengan keras. Bentakan tersebut bukan hanya membuat isterinya ciut, tetapi membuat hati Naya terpukul. Naya tak mau ibunya dimarahi dengan keras oleh ayahnya. Masalah yang selalu hadir di setiap malam kadang membuat Naya menjadi tak bisa tidur, ia membenci keadaan seperti itu. Dirinya tak mau ayahnya berubah dan terus memarahi ibunya.

Jam sebelas kurang limas belas menit, terdengar pintu masuk digedor dengan keras. Marni dengan sigap membukakan pintu tersebut. Dirman ternyata yang ada di depan. Ia masuk tak berkata apapun. Sementara Naya mengintip dari balik pintu kamarnya.

“Dari mana saja Mas jam segini baru pulang?” Terdengar suara Marni dari dalam kamarnya, setelah ia mengambilkan segelas air putih dari dapur untuk suaminya. Naya masih berada di balik daun pintunya. Ia sengaja ingin menguping obrolan orang tuanya.

Tak ada jawaban dari mulut Dirman. Ia hanya diam mendengar pertanyaan dari isterinya tersebut. Marni dengan sabar menyiapkan pakaian ganti suaminya. Ia mencium ada bau parfum wanita dari kemeja yang dipakai suaminya kerja hari itu. Namun dirinya hanya diam, tak mau ada keributan di malam hari dalam rumah tangganya. Setelah semuanya selesai, Dirman rebahan di atas ranjang. Marni merapikan dirinya agar tetap terlihat pantas di mata suaminya. Lalu dia pun melanjutkan pembicaraan. Kali ini tentang masalah Naya yang sudah duduk di kelas tiga SMA. Wali kelasnya tadi menelepon ke rumah, memberitahukan bahwa Naya harus segera membayarkan SPP bulanan, maklum saja sudah hampir empat bulan belum dibayarkan. Dirman marah mendengar hal tersebut. Gelas yang ada di meja rias isterinya dibantingnya. Priaaangggg. Terdengar sampai ke telingan Naya yang belum juga tertidur.

“Bilang ke wali kelasnya, nanti ku bayarkan semuanya.” Dengan nada keras ia bicara kepada isterinya. Marni sibuk kembali dengan urusan rumah tangganya walau hari sudah hampir berganti. Ia takut Naya mendengar kemarahan bapaknya malam itu.

Satu malam ini telah merubah segalanya.

*

Naya baru saja keluar dari ruangan Bimbingan Penyuluhan. Dirinya baru saja dipanggil oleh guru BP karena belum juga membayarkan SPP. Ujian akhir sekolah akan segera tiba, selanjutnya semester depan akan semakin sibuk dengan ujian-ujian kelulusan sekolah. Agar tak mengganggu kegiatan belajarnya, Naya diberikan surat pemanggilan orang tua. Pihak sekolah meminta orang tuanya untuk datang langsung menjelaskan masalah yang terjadi di rumahnya.

“Nay nanti malam kita jalan yuk!” Sebuah pesan masuk ke dalam ponselnya. Datangnya dari Arif lelaki pujaan hatinya. Tinggi, berambut belah pinggir. Kulitnya putih. Hidungnya sedikit mancung. Bekerja di salah satu pabrik otomotif kenamaan di tanah air. Naya pun sangat mencintai kekasihnya tersebut. Berharap mendapat kedamaian dalam dirinya.

Naya memang sudah berniat untuk keluar diakhir pekan kali ini. Ia sudah muak dengan pertengkaran orang tuanya yang makin menjadi. Setelah kejadian malam itu, ketika ayahnya membanting gelas, Dirman hampir setiap hari pulang larut malam dan selalu memarahi ibunya. Naya semakin benci ada di dalam rumah. Naya juga tahu, sudah hampir beberapa bulan ini ibunya tak diberikan nafkah oleh ayahnya. Selama itu pula mereka hidup dari bantuan keluarga pihak ibunya.

Arif menjemput Naya di rumahnya. Kepada ibunya Naya hanya bilang ingin jalan-jalan sebentar untuk menghilangkan penat. Namun pada akhirnya hingga tengah malam ia tak juga pulang. Marni berulang kali menelponnya. Namun jawaban yang didapat dari Naya hanya, “Iya nanti, sebentar lagi”.

Ternyata Naya sedang di rumah kekasihnya, asik berduaan. Ia termakan rayuan manis lelaki. Usianya yang masih muda mudah sekali terkena janji-janji manis pujaannya tersebut. Tanpa sadar Naya pun telah melepas mahkota cintanya untuk Arif. Entah apa yang sedang terjadi dalam dirinya. Ia sudah tak tahu lagi akan kemana masa depannya. Disaat dirinya begitu membenci ayahnya, ia menemukan lelaki yang berjanji mencintainya untuk selamanya.

Ponselnya kembali berdering. Panggilan masuk dari nomor ibunya. Kali ini ia berbohong, ia katakan dirinya akan menginap di rumah salah satu sahabatnya karena bosan mendengar bapak marah-marah terus ketika pulang. Padahal malam itu Naya sudah tak sanggup lagi berdiri, ia terlanjur masuk dalam kenikmatan dunia, bersama kekasihnya.

Satu malam kembali merubah kehidupan. Naya dan Dirman tak pulang ke rumah. Sedangkan Marni tenggelam dalam pelukan Maya.

*

Waktu terus berputar. Matahari terbit dan tengelam. Air mata jatuh bercucuran. Tawa keluar bagai obat kesaktian. Sungguh tak ada yang tahu akan masa depan.

Setelah memasuki semester selanjutnya, Naya memutuskan berhenti sekolah. Ia malu lantaran tak juga melunasi tunggakan sekolah. Dirinya juga tak tega melihat ibunya mencari pinjaman sana-sini untuk memenuhi kebutuhan. Ayahnya dan Arif kini telah meninggalkan dirinya. Entah kemana mereka menghilang.

Sedangkan dalam keterpurukannya, ia mendapati sebuah kenyataan. Banyak teman-teman dari mantan kekasihnya tahu bahwa dirinya telah beberapa kali berhubungan intim dengannya. Tawaran untuk menemani tidur dari lelaki lainpun bermunculan. Dengan mendapatkan imbalan, Naya akhirnya jatuh dalam lubang kehidupan seperti itu. Dua orang lelaki yang telah menyisakan lubang menyakitkan dalam kehidupan di masa lalu kini membuatnya masuk dalam dunia baru yang menurut anggapan orang sangat murahan. Kadang setelah melakukan hal tersebut, ia menyendiri menangis. Namun tak lama, ia teringat ibunya yang masih kokoh setelah mendapat hinaan dan cacian selama ini dari bapaknya. Hidup meski berlanjut, ia harus bisa membahagiakan ibu dan juga adiknya.

*

Maya kini telah duduk di bangku sekolah menengah pertama. Sejak kepergian bapaknya di kelas lima sekolah dasar kehidupannya menjadi tanggungan kakaknya. Maya tak pernah tahu apa yang dikerjakan oleh Naya. Begitupun dengan ibunya, setiap menanyakannya, Naya selalu menjawab hanya bekerja di salah satu toko milik temannya di sebuah pusat perbelanjaan.

Naya kini sudah semakin cantik. Bentuk tubuhnya semakin seksi. Payudara dan bokongnya sangat terlihat tonjolannya. Semakin membuat banyak lelaki yang jatuh dalam pelukannya.

Suatu hari Naya dilabrak oleh seorang perempuan. Dirinya mengaku sebagai isteri dari salah satu lelaki yang pernah tidur bersamanya. Di depan umum Naya dicaci maki. Dirinya direndahkan serendah-rendahnya. Tapi ia tak menangis ataupun membalas cacian tersebut. Setelah semuanya selesai, dia berlalu begitu saja meninggalkan perempuan tersebut.

“Hey Naya”. Panggil seorang lelaki. Naya memperhatikannya, ternyata Dimas. Seorang teman masa sekolahnya di SMA dulu. Semasa sekolah dirinya memang sering mendapatkan bantuan dan perhatian dari Dimas, namun Naya kerap kali abai terhadapnya karena pada masa itu ia telah memiliki Arif.

Naya dan Dimas pun akhirnya mengobrol panjang lebar tentang kehidupannya. Dimas mengaku melihat kejadian tadi, namun ia berpura-pura tak tahu duduk masalahnya. Naya pun tak menceritakan masalah sebenarnya, dia hanya bilang ada salah paham diantara keduanya. Lalu mereka pun asik mengobrol sana-sini sambil bernostalgia masa sekolah dahulu.

*

Setelah pertemuan tak disengaja, hubungan Dimas dan Naya semakin dekat. Dimas memang masih menyimpan rasa cinta kepada Naya. Semenjak Naya memutuskan berhenti sekolah, Dimas kerap kali mengunjungi rumahnya Naya. Menanyakan ini itu tentang kehidupannya. Lambat laun Dimas pun akrab dengan ibu dan adiknya, namun mereka merahasiakan hubungan itu kepada Naya.

Dimas yang kini menjadi salah satu karyawan di salah satu pabrik yang ada di pusat industri Pulo Gadung semakin sering bertemu dengan Naya dan keluarganya. Meski ia sudah mengetahui kehidupan Naya dari kejadian siang itu, ia tetap menyimpan cinta kepadanya. Dimas tak mau perempuannya itu semakin jauh masuk dalam dunia tersebut. Maka di suatu hari dia memutuskan untuk mengajak Naya juga ibu dan adiknya pergi makan malam. Rencana itupun diakan oleh Naya yang secara diam-diam mulai menaruh hati pada Dimas. Tapi Naya masih merasa minder dan takut kalau semuanya tahu apa yang ia lakukan selama ini.

Mereka pun bertemu di sebuah restoran di tengah kota Jakarta. Tampak mewah. Dimas menyiapkannya telah lama sekali. Namun Naya tampak kaget, karena di samping Dimas ada orang tuanya. Meski sudah pernah dikenalkan oleh Dimas, namun Naya masih tampak gugup jika berhadapan dengan mereka. Naya pun mengatur nafas, ia tak mau tampak malu dihadapan orang tuanya Dimas tersebut.

Dua keluarga pun duduk dalam satu meja makan. Setelah jamuan usai, Dimas dengan gagah dan menyakinkan mengajak Naya untuk menikah. Naya dan Ibunya pun kaget mendengarnya, hanya Maya yang terlihat tersenyum saat itu. Orang tua Dimas pun memasang wajah keyakinan kepada Naya, bahwa dirinya perempuan yang selama ini dinanti oleh anak lelakinya tersebut. Naya terdiam, terasa ada sesuatu yang masuk dalam ingatannya. Tentang lelaki yang telah membuatnya masuk dalam kehidupan seperti ini. Kini tiba-tiba ada lelaki yang melamarnya. Naya menatap ibunya. Mata ibunya seakan mencoba menyakinkan Naya bahwa Dimas cocok dan pantas menjadi imamnya nanti. Namun dirinya masih menyimpan keraguan, apakah Dimas akan menerima dirinya setelah dia tahu apa yang dilakukannya selama ini.

Jawaban yang ditunggu tak juga keluar dari mulut Naya. Dimas pun mengerti, dia menyudahkan pertemuan kali ini. Orang tuanya dimintanya untuk pulang sendiri sedangkan dirinya mengantarkan Naya dan keluarganya. Semuanya pun manut akan permintaan Dimas.

Marni sengaja membawa Maya untuk masuk ke dalam kamar. Dia menyerahkan anaknya kepada Dimas dan juga malam agar mampu memberikan jawaban dari pinangan tersebut. Sebenarnya Marni sangat bahagia mendengar niatan Dimas. Karena selama ini Dimas telah memberikan perhatian dan juga bantuan ketika Sudirman telah lama meninggalkan mereka.

Dimas dan Naya berduaan di ruang tamu. Dimas memuali duluan berbicara. Dia menceritakan panjang lebar tentang kedekatannya dengan ibu dan juga adiknya Naya. Namun Dimas meminta mereka untuk diam dan tak memberitahu Naya. Sampai di saat mereka bertemu tanpa disengaja.

Dimas mengaku kepada Naya bahwa dia mendengar apa yang dikatakan ibu-ibu tersebut kepada Naya. Mendengar hal itu muka Naya mulai memerah, ia tampak takut dan bertanya-tanya kenapa Dimas malah mau mengajaknya menikah setelah dia tahu bahwa dirinya adalah seorang wanita penghibur.

Namun tanpa Naya berkata kenapa, Dimas mengatakan akan kedalaman cintanya kepada Naya. Setelah mendengar hal itu Dimas mengaku tak mau Naya lebih jauh tenggelam dalam dunia gelap tersebut. Naya mulai meneteskan air mata. Perasaannya terombang-ambing. Tak tahu apa yang akan ia katakan. Dimas menggenggam jemari Naya. Menyakinkannya bahwa dirinya harus segera terlepas dari dunia tersebut. Tatapannya penuh kepastian dan ketulusan. Sedangkan air mata Naya semakin deras turun ke wajahnya. Tak sanggup menyaksikan ketulusan cinta seorang lelaki yang pernah dia abaikan dahulu. Naluri keduanya pun bergerak, mereka berpelukan. Di saat seperti itu Dimas mengatakan “Mari pulang”. Naya semakin menangis, dia membalas ucapan Dimas, “Segeralah nikahiku.”

Mereka berdua menangis penuh syukur malam itu. Marni yang mengintip dari pintu kamarnya pun tak sanggup menahan rasa harunya. Sedangkan Maya sudah tertidur pulas kelelahan. Kini satu malam kembali membawa perubahan dalam kehidupan Naya. Malam ini dan selamanya.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun