Menurut seorang pengamat dari Indef, SBY gagal memajukan ekonomi. Indikator kegagalan SBY adalah sebagai berikut :
Tahun 2004 adalah tahun dimulainya pemerintahan SBY, dimana posisi utang luar negeri  pemerintah (dan bank sentral) adalah USD 83 Miliar, diakhir 2013 utang luar negeri melonjak 150% menjadi USD 125 Miliar.
Rasio utang luar negeri pemerintah dan bank sentral terhadap pendapatan negara (PDB)  tahun 2004 adalah 32%, di tahun 2013 turun  menjadi 14%.
Cadangan devisa tahun 2004 sebesar USD Â 35 Miliar naik menjadi USD 111 Miliar di tahun 2013, atau naik lebih dari 300%.
Pendapatan negara Indonesia  (PDB) tahun 2004 sebesar USD 256 Miliar, di tahun 2013 naik menjadi USD 868 Miliar atau naik 339%.
Pendapatan per kapita rakyat Indonesia tahun 2004 adalah USD 1.160 , pada tahun 2013 naik menjadi  USD 3.500, atau naik lebih dari 294%.
Di masa SBY negara RI menjadi salah satu dari 20 kekuatan ekonomi terbesar di dunia, yg disebut negara2 G20.
Kegagalan dan keberhasilan harus bisa diukur dan tercermin dalam indikator-indikator ekonomi yg sudah umum dipakai. Kalau ukuran yg dipakai adalah berdasarkan suka atau tidak suka, atau tingkat dukungan media-media besar hal itu hanya merupakan omong kosong dan sampah.
Kalau indikator yg digunakan tidak tepat maka omongan si pengamat adakah sampah dan racun. Ilmuwan harus jujur dan objektif, tidak mendistorsi dan memelintir fakta,seperi si pengamat Indef tsb.
Contoh, kalau si pengamat Indef mengatakan mengatakan bahwa SBY gagal. Indikatornya tingkat utang luarnegeri per kapita naik 2X, sedang dia sengaja tidak mengungkap fakta di sisi lain bahwa pendapatan perkapita naik 3X lipat, maka si pengamat ekonomi tersebut seperti ular yg sedang menyemburkan bisa dari mulutnya.
Atau, si pengamat mengajukan indikator surplus dan defisit neraca perdagangan, namun fakta yg dipilih disebutkan hanya suatu periode dimana Indonesia sedang surplus di 2004 dan pada waktu sedang defisit di suatu waktu 2013 atau dekat2 dgn akhir masa SBY, untuk membuktikan 'kegagalan' SBY.
Dia sengaja tidak menyebutkan fakta cadangan devisa yg naik 300% selama mada SBY yg berarti secara kumulatif dari 2004 sd 2013 neraca RI surplus wakau ada masa2 defisit. Adalah biasa suatu negara neraca perdagangannya surplus kadang defisit. Neraca perdagangan bukanlah indikator yg tepat untuk mengukur kegagalan atau keberhasilan ekonomi. Entah belajar dimana si ahli ekonomi itu?
Sekarang ini ada orang yg dianggap sangat berprestasi bagaikan dewa yg tidak bisa salah. Namun tidak ada indikator valid yg bisa menunjukkan hal tersebut.
Ia hanya ditopang blowup media, pencitraan dan gerombolan fans fanatik di media2 sosial yg siap menghina dan mencaci maki siapapun yg berani mengkritik dewanya tersebut. Orang semacam itu hanyalah ' tong kosong berbunyi nyaring'.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H