Mohon tunggu...
Sutan Dijo
Sutan Dijo Mohon Tunggu... Dosen - Seorang pria

Saya tinggal di Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

PPP: Presiden Indonesia Harus "Orang Indonesia Asli"

4 Oktober 2016   11:53 Diperbarui: 4 Oktober 2016   12:04 191
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Partai Persatuan Pembangunan yang merupakan partai berbasis keagamaan melontarkan isu kontrovesial dengan mengusulkan amademen pasal 6 ayat 1 UUD 45 dikembalikan  ke frasa aslinya yang berbunyi :"Presiden ialah"Presiden ialah orang Indonesia asli" 

Dalam Pasal 6 ayat 1 UUD 1945 disebutkan, "Calon presiden dan calon wakil presiden harus seorang warga negara Indonesia sejak kelahirannya dan tidak pernah menerima kewarganegaraan lain karena kehendaknya sendiri, tidak pernah mengkhianati negara, serta mampu secara rohani dan jasmani untuk melaksanakan tugas dan kewajiban sebagai Presiden dan Wakil Presiden". (Kompas.com, 4 Oktober 2016)

Tidak hanya itu, penafsiran PPP yang dimaksud dengan "orang Indonesia asli" adalah "warga negara Indonesia yang berasal-usul dari suku atau ras yang berasal atau asli dari wilayah Indonesia", (Kompas.com, 4 Oktober 2016). Namun apa dasar hukum dari penafsiran tersebut?

Penulis berpendapat usulan ini cukup kontroversial karena tidak ada lagi negara di dunia ini yang menganut sistem pembedaan ras seperti ini. Negara terakhir yang menganut sistem ini  adalah Jerman (Hitler). Indonesia (jika menuruti PPP) benar-benar akan menjadi negara satu-satunya di dunia yang menganut azas yg sangat ekstrim seperti ini, menggantikan Jerman pada jaman NAZI.

Indonesia baru lahir pada tahun 1945, karena itu jika seandainya pun frasa "orang Indonesia asli" akan dikembalikan berarti semua orang yang tinggal di Indonesia pada 1945 dan keturunannya yang berhak disebut "Indonesia asli". Ini pun masih sangat tidak adil. Karena jika ada seorang "Indonesia asli" lalu kawin dengan orang dari luar negeri maka semua keturunannya menjadi bukan lagi "Indonesia asli".

Bangsa Indonesia adalah bangsa yg sangat heterogen. Tidak jelas ras mana yg pertama yg menjadi penduduk Nusantara. Dan karena Nusantara ini luas, ras yang pertama-tama menempati suatu wilayah pun tidak akan sama. Interaksi dan perhubungan dengan bangsa-bangsa lain telah terjadi sejak adanya manusia di sini.  Imigrasi telah terjadi sejak waktu yg sangat lama, ratusan, bahkan mungkin ribuan tahun. Dan itu terjadi secara kontinyu dan bergelombang dari jaman ke jaman. Imigran dari Yunan, Tiongkok, akan dimasukkan "Indonesia asli" atau bukan? Orang Dayak di Kalimantan nenek moyangnya merupakan imigran dari Tiongkok, merekalah yg pertama kali menginjakkan kaki di sana. Atau daerah-daerah Indonesia Timur seperti Ambon, NTT, mungkin dari India.

Karena itu bagaimana mengidentifikasi "orang Indonesia asli" menurut PPP? Apakah melalui model tes genetika ala Hitler? Sebagai gambaran, Presiden Indonesia ke-4 Abdurrahman Wahid alias Gus Dur adalah ras campuran. Dalam dirinya ada juga keturunan Arab dan Tionghoa dari imigrasi yg terjadi di masa lampau. Kebanyakan orang Indonesia sekarang merupakan produk percampuran seperti itu.Presiden-presiden lain pun mungkin akan sulit didefinisikan menurut definisi PPP tersebut, karena percampuran ras telah terjadi dalam kurun waktu yg sangat lama.  Lalu bagaiman PPP mau melacak "kemurnian darah" seseorang? Mau dilacak sampai ke keturunan ke berapa? Apa dasar hukumnya? Apa justifikasinya? 

Apakah isu yg dihembuskan PPP ini merupakan ekses  persaingan politik di PPP sendiri dan Pilkada Jakarta? Saingan Ketua Umum PPP versi yg diakui pemerintah adalah Muhammad Romahurmuziy (Romi). Lawan politiknya adalah PPP versi Muktamar lain (yang dimenangkan oleh Mahkamah Agung) yaitu Djan Faridz. Yang terakhir jelas merupakan keturunan Tionghoa. Apakah Romi sendiri yakin tidak ada darah campuran di dalam dirinya dari nenek moyngnya di masa-masa yg lampau?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun