Mohon tunggu...
Sutan Dijo
Sutan Dijo Mohon Tunggu... Dosen - Seorang pria

Saya tinggal di Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Membayar Utang Budi thd Australia

25 Februari 2015   17:37 Diperbarui: 17 Juni 2015   10:31 232
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

PM Australia Tony Abbot mengaitkan hukuman mati terhadap dua orang warganya dengan bantuan sebesar 1 miliar dollar kepada Indonesia sewaktu terjadi bencana tsunami di Aceh. Pernyataan Abbot dinilai tidak tepat dan menyinggung perasaan bangsa Indonesia. Berbondong-bondong kecaman emosional datang dari indonesia. Bahkan ada aksi pengumpulan uang receh atau koin untuk ‘mempermalukan’ Australia.

Namun realitanya kita memang berutang budi kepada Australia. Bantuan sebesar 1 miliar dolar atau 12 trilun rupiah tentu bukan jumlah yang sedikit. Apalagi disaat kita memang membutuhkannya. Bagaimana kita bisa membayar utang budi tersebut? Atau tidak perlu dibayar? Untuk mengembalikan Rp. 12 triliun, tanpa memperhitungkan bunganya selama 10 tahun (dengan bunga 1% setahun jumlahnya menjadi 13,5 triliun rup), tentu saja aksi pengumpulan koin saja tidak akan mencukupi. Diperlukan 120 juta orang Indonesia yang masing-masing menyumbang Rp. 100 ribu. Mau?

Menurut penulis seharusnya kita lebih bijaksana merespon sikap dan ucapan Abbot, yang mungkin kurang bijaksana. Apa salahnya jika kita berlapang dada dan bersabar. Apa salahnya jika kita menolak permintaan Australia dengan tegas namun sopan dan menanggapi perkataan Tony Abbot,(yang mungkin dianggap kurang pantas dan sopan), dengan cara yang sopan dan baik-baik. Apa ruginya dengan bersikap seperti itu? Dengan bersiikap begitu bukankah kita sebenarnya  sudah ‘membalas budi’ kepada mereka? Dengan bersikap seperti itu kita menunjukkan kebesaran jiwa dan kita bisa menghargai kebaikan dan bantuan mereka di masa-masa yang lalu.

Jika kita tidak bersedia bersikap seperti itu seharusnya kita bayar utang uang Australia itu. Bukan dengan koin namun dengan uang cash Rp. 12 triliun + bunganya, barulah kita punya ‘hak’ mencaci maki dan mempermalukan mereka. Pilih mana? Menolak permintaan Australia dengan tegas namun sopan, atau membayar cash Rp. 12 triliun? Atau membalas Rp 12 triliun dengan uang receh plus caci maki? Bukankah itu tidak sebanding? Air susu dibalas air tuba, kata Abbot, nanti.

Kembali ke soal utang budi. Utang budi Indonesia terhadap Australia tidak sekedar uang 1 miliar dollar. Sewaktu jaman perang kemerdekaan, Australia, bersama dengan India dan Mesir, adalah salah satu negara yang paling gigih dalam membantu Indonesia merebut dan mempertahankan kemerdekaan. Bantuan Australia waktu itu tidak hanya berupa dukungan moral dan kata-kata belaka. mereka membantu perjuangan kita dalam bentuk uang, material, senjata, politik dan diplomasi. Tentunya bantuan seperti itu tak ternilai bagi kita. Jadi apa salahnya kita menanggapi PM Abbot dan Australia dengan sikap yang lebih murah hati. Bukannya dengan sikap ‘lebay’ melalui pengumpulan uang receh segala. Bahkan sangat disayangkan ada ‘tokoh’ yang memimpin organisasi besar malah ikut2an bersikap kekanak-kanakan. Bukankah Indonesia adalah bangsa yang berbudi pekerti luhur?

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun