Mohon tunggu...
Sutan Dijo
Sutan Dijo Mohon Tunggu... Dosen - Seorang pria

Saya tinggal di Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Kristen dan Penistaan Agama

20 Januari 2011   16:43 Diperbarui: 26 Juni 2015   09:21 1962
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Ngomong-ngomong masalah penistaan agama, sejak masih muda belia, usia belasan tahun, saya sudah punya pengalaman. Maksudnya mengalami agama saya dinista, dihina oleh tetangga.

Biasanya tetangga saya itu akan berkata kurang lebih begini : “Tuhan kamu cuma manusia biasa, koq disembah” ; “Alkitab kamu sudah dipalsu” ; “Kamu tidak disunat, yah?” ; “Tuhan kamu ada 3, yah?” ; “Kafir”..”Paulus itu rasul palsu”...dsb. Terdengar familiar, kan?

Ucapan2 spt itu sesungguhnya sangat menista atau menghina iman dan agama lain ; namun karena sudah sangat biasa diucapkan orang tidak merasa lagi bahwa kata2 sperti itu adalah penghinaan. Bukan hanya penghinaan melainkan sudah mencampuri urusan pribadi orang lain. Bukankah hal kepercayaan adalah hal yg sangat pribadi, urusan pribadi antara seseorang dgn Tuhan?

Agaknya tetangga saya itu lupa akan kata2 ini : “Agamaku untukku agamamu untukmu.” Setiap manusia akan mempertanggungjwabkan secara pribadi pilihan2nya di hadapan pengadilan Tuhan ; jadi kenapa usil dengan kepercayaan orang lain? Menista agama lain oke, tapi orang agama lain yg dianggap tidak menghormati agamanya harus dibunuh? Yang berpindah ke agamanya dipuji2, yang berpindah ke agama lain dirajam? Kenapa memaksakan kehendak kepada orang lain? Perbuatlah kepada orang lain apa yg anda harapkan orang lain perbuat kepada anda.

Bagaimana dgn undang2 anti penistaan agama? Apakah itu hanya berlaku untuk agama tertentu? Bagaimana dengan keadilan kalau begitu? Apakah keadilan itu hanya berlaku untuk kelompok tertentu? Apakah tetangga saya itu berhak untuk menista agama lain, sedang dia sendiri berlindung di balik UU anti penistaan agama? Kalau memang negra Indonesia berlandaskan keadilan, semua buku2 yg menista agama lain harus dilarang. Dan itu berarti ada puluhan juta buku!

Kembali kepada kisahku. Seiring berjalannya waktu, ketika saya makin dewasa, kata2 tetangga saya itu tetap menjadi bahan perenungan saya. Pelahan-lahan semua itu menjadi makin terang bagi saya. Semuanya, kata2 tetangga saya itu, bisa saya jawab. Sebagian jawaban dan perenungan itu sudah tertuang dalam tulisan2 di Kompasiana di rubrik Filsafat dan Agama.

Saya bersyukur kepada Tuhan yg dengan sedikit demi sedikit membukakan kebenaran kepada saya. Tidak ada keraguan bahwa Yesus adalah Tuhan, yang datang dari surga sebagai manusia. Adalah suatu kebenaran yg mutlak bahwa sama sekali tidak ada peluang manusia selamat dari murka Allah kecuali melalui Yesus Kristus. Kami tidak menuhankan manusia tapi Tuhanlah yg datang sebagai manusia. Jangan dibolak-balik.

Saya juga sudah membuktikan bahwa Alkitab itu dapat dipercaya dan tidak mungkin palsu. Saya membuktikan Paulus adalah rasul yg sah ; ia menjadi rasul bukan karena mengangkat diri sendiri menjadi rasul. Dan saya justru melihat dgn jelas ada orang lain yg menobatkan diri sendiri menjadi rasul dan nabi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun