[caption id="attachment_376379" align="aligncenter" width="624" caption="Ilustrasi beras di gudang Bulog. (KOMPAS / HENDRA A SETYAWAN)"][/caption]
Mimpi untuk bisa swasembada bahkan surplus di bidang pangan (dalam hal ini beras) nampaknya sulit sekali dicapai Indonesia. Di masa pemerintahan SBY memang Indonesia mampu memproduksi beras dalam jumlah cukup, namun sangat pas-pasan (katakanlah, 98%-102%). Artinya kalau ada penurunan produksi sedikit saja maka Indonesia harus mengimpor beras. Namun bagaimanapun prestasi pemerintahan SBY masih lebih baik daripada masa-masa yang sebelumnya.
Bagaimana agar Indonesia bisa meproduksi lebih daripada kebutuhan alias surplus, sehingga jikalau ada penurunan produksi pun tidak perlu mengimpor beras. Bagaimana Indonesia bisa menjadi lumbung beras dunia dan exportir beras?
Masalah yang dihadapi cukup kompleks. Tiap tahun berhektar-hektar sawah berubah fungsi alias tidak menghasilkan padi lagi. Di samping itu jika produksi beras meningkat harga mejadi jatuh dan petani menangis. Jika harga kurang bagus petani rugi dan enggan menanam padi, kemudian menjual sawahnya untuk dijadikan perumahan, dsb. Sebaliknya jika produksi beras kurang, harga beras yang melambung terlalu tinggi akan membuat penderitaan bagi lapisan masyarakat paling bawah. Kemampuan memproduksi beras belum mencapai tingkat yang aman, dan selalu dihantui masalah kestabilan harga.
Belajar dari Yusuf (yang bukan Kalla), di Kitab Kejadian (Genesis) yang mampu menjadikan Mesir lumbung pangan dunia pada jaman itu. Yusuf adalah salah satu dari 12 Bapak Bangsa Israel atau Yahudi. Pada waktu itu Yusuf menjadi Perdana Mentri Mesir, mengumpulkan stok gandum selama 7 tahun masa kelimpahan  panen gandum di Mesir. Dia membuat gudang-gudang di kota-kota di sekitar sentra produksi gandum dan menumpuk sebanyak mungkin gandum. Kemudian, pada masa 7 tahun berikutnya terjadi masa paceklik. Akibatnya pada waktu harga gandum internasional melambung tinggi pemerintah Mesir menjadi amat sangat kaya dengan menjual gandum yang telah dikumpulkan oleh Yusuf.
Pelajaran dari Yusuf : Kumpulkan dan simpan gandum/beras pada waktu harga murah, jual pada waktu harga tinggi.
Indonesia dapat belajar dari Yusuf. Tugaskanlah BULOG membuat fasilitas-fasilitas penyimpanan yang cukup di setiap sentra produksi beras. Kemudian dia harus membeli beras jika harga beras ada di level harga tertentu. Misalnya harga patokan dimana BULOG harus mau membeli adalah pada harga = Biaya Produksi standar di sentra tersebut + 15% (yaitu keuntungan petani + biaya distribusi). Jika harga pasar diatas atau di bawah harga tersebut BULOG tetap hanya boleh membeli pada harga patokan tsb.
Fungsi BULOG kemudian hanya menyimpan beras tersebut sebaik mungkin agar tidak rusak dalam jangka waktu selama mungkin. BULOG hanya boleh melepas cadangan beras tersebut jika penjualan beras tersebut di atas harga patokan dan memberikan keuntungan. BULOG tidak boleh mengirimkan sendiri atau mengambil sendiri beras, namun harus memanfaatkan pedagang dan mekanisme pasar dalam mengangkut beras. Misalnya, jika harga minimal di suatu sentra adalah Rp. 7000/kg maka siapapun boleh mengantarkan beras ke gudang BULOG untuk dibeli oleh BULOG pada harga tsb. Jika kemudian harga naik melebihi harga tersebut ditambah % keuntungan BULOG maka siapapun boleh datang ke gudang BULOG untuk membeli beras dari BULOG. tentunya siapa yang mampu membeli dengan harga paling tinggi diprioritaskan. Pendeknya BULOG berfungsi hanya sebagai penyimpan cadangan beras (buffer) sehingga menjadi stabilisator harga.
Bagaimana jika penduduk suatu daerah kekurangan makan dan BULOG mempunyai banyak persediaan? BULOG tetap tidak boleh memberikan atau mengirimkan beras sendiri. Berikan saja duit kepada pemerintah daerah setempat untuk membeli beras. Maka mekanisme pasar akan berjalan, beras dari gudang BULOG akan dibeli, diangkut dan dikirim oleh para pedagang dengan biaya seefisien mungkin.
Ekspor beras hanya atas ijin pemerintah. Jika gudang-gudang tidak mampu menampung lagi maka BULOG boleh menjual ke luar negeri melalui eksportir. Jika harga pasar internasional sangat tinggi maka untuk mencegah keringnya persediaan dalam negeri dan keuntungan eksportir yang terlalu tinggi pemerintah mengenakkan pajak ekspor.
BULOG tidak boleh menjadi pedagang atau distributor. BULOG tidak boleh lagi menyalurkan beras karena dia tidak mungkin berfungsi seefisien para pedagang. Jika BULOG menjadi penyalur dan pedagang beras maka terjadi pemborosan sumberdaya ekonomi nasional.
Fungsi BULOG sebagai penyimpan buffer atau cadangan beras nasional harus diatur dan dijamin dengan undang-undang dan besaran cadangan dan dana yang disediakan juga ditentukan dengan UU. Hal ini akan memberikan kepastian kepada para petani beras. Kegiatan menanam beras menjadi menarik dan menguntungkan. Karena harga jual minimal sudah pasti maka petani tidak mungkin rugi jika menanam beras, kecuali jika dia berproduksi dengan sangat tidak efisien. Akibatnya harga sawah naik, petani enggan menjual atau mengalihfungsikan sawahnya lagi. jumlah sawah naik, kapasitas produksi naik dan produksi naik, namun harga beras tidak jatuh. Dan kemudian Indonesia menjadi lumbung beras dunia.
Lalu darimana duit untuk membangun gudang dan membeli berasnya? Sebagian, minta saja sama Mister Jokowi duit ratusan triliun ex-subsidi BBM yang diambil dari rakyat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H