Bukti-bukti yang diajukan oleh teori evolusi adalah adanya persamaan-persamaan atau kemiripan-kemiripan di antara makhluk-makhluk hidup. Misalnya manusia mempunyai struktur fisik yang mirip sekali dengan kera maka teori ini menyimpulkan manusia berasal dari makhluk sejenis kera, atau mempunyai satu nenek moyang yang sama dengan kera. Juga misalnya dianggap ada kemiripan struktur yang tampak dalam anatomi sayap burung, sirip ikan paus dan tangan manusia. Kemiripan-kemiripan seperti itu dan tingkat-tingkat kemiripan yang berbeda-beda dari makhluk-makhluk yang lain terhadap manusia dianggap sebagai bukti bahwa manusia berevolusi dari makhluk-makhluk yang lebih sederhana atau primitif.
Tetapi apakah yang dianggap sebagai kemiripan-kemiripan tersebut dapat dianggap sebagai bukti-bukti yang cukup kuat dari apa yang dikatakan oleh teori evolusi? Sebenarnya pada dasarnya hanya itulah yang dimiliki oleh teori evolusi. Dan sisanya hanyalah merupakan spekulasi belaka!. Jadi apakah dasar dari teori ini? Hanya keyakinan yang tidak berdasarkan fakta. Berdasarkan asumsi-asumsi yang berasal dari ketidak-tahuan. Berdasarkan eksperimen-eksperimen yang tidak pernah berhasil. Atas dasar beberapa potong fosil-fosil yang sebenarnya tidak memberikan dukungan nyata.
Teori Evolusi hendak menyajikan suatu cerita yang terjadi dalam jangka waktu milyaran tahun yang terjadi di seluruh dunia hanya dengan berpijak di atas dasar spekulasi yang terlalu jauh. Hal ini dapat digambarkan seperti seseorang yang hendak merangkai sebuah gambar ( jigsaw puzzle ) yang terdiri dari sejuta keping dengan menggunakan hanya 5 keping saja! Fakta yang dimiliki hanya 5 keping sedang 999.995 keping lainnya hanyalah khayalan yang berdasarkan spekulasi atau asumsi belaka.
Dalam dunia sains adalah biasa orang membuat sebuah perkiraan atau spekulasi yang rasional, yang disebut dengan teori atau hipotesis. Dalam dunia sains hal ini sah-sah saja. Tetapi teori atau hipotesis itu belumlah dapat dianggap sebagai suatu fakta atau kebenaran selama belum diuji dengan serangkaian eksperimen yang diadakan dengan metode-metode yang terpercaya yang disebut dengan metode ilmiah. Teori atau hipotesis pastilah mengandung sejumlah asumsi-asumsi, baik yang disadari atau tidak. Dan fungsi dari suatu eksperimen adalah untuk menguji apakah asumsi-asumsi tersebut benar atau tidak. Dalam dunia sains bahkan teori atau hipotesis yang mempunyai bukti-bukti yang kuat dan didukung oleh pemikiran yang sangat rasional-pun mungkin saja ternyata tidak lolos dalam ujian eksperimen. Bahkan suatu hipotesis yang lulus dalam uji eksperimen-pun yang telah dianggap sebagai suatu fakta ilmiah bisa saja gugur atau direvisi di kemudian hari karena ditemukannya fakta-fakta yang baru yang tidak pernah terpikirkan sebelumnya.
Teori evolusi jelas mempunyai bukti-bukti yang sangat lemah dan mudah dibantah. Banyak penjelasan lain atas bukti-bukti yang diajukan oleh teori evolusi yang tidak kalah rasional bahkan melebihinya. Sebagai contoh apa yang disebut sebagai kemiripan struktur di antara berbagai makhluk hidup justru bisa juga diajukan sebagai bukti yang mendukung bahwa makhluk - makhluk itu diciptakan oleh satu Pencipta yang sama ( teori Penciptaan ). Semua makhluk hidup tinggal di bumi yang sama jadi sangatlah wajar jika semua makhluk hidup dibentuk dari materi dasar yang sama dan mempunyai kemiripan-kemiripan dalam struktur-struktur dasarnya. Adanya kemiripan dalam struktur dasarnya tentu saja diperlukan karena mereka sama-sama tinggal dan menghadapi lingkungan yang sama di bumi ini. Misalnya hampir semua makhluk hidup mempunyai darah, tulang, kulit dan berbagai macam alat pengindraan seperti mata, telinga, ; dan juga alat untuk mengeluarkan suara dan alat untuk memasukkan makanan ke dalam tubuhnya yaitu mulut; atau alat-alat untuk mencerna makanan dan membuang sisa-sisa proses pencernaan dan metabolismenya. Belum lagi adanya jantung, paru-paru dan otak pada kebanyakan makhluk hidup. Tetapi kemiripan itu tidak dapat diklaim secara sebagai suatu bukti akan terjadinya evolusi atau suatu peralihan bentuk dari satu makhluk menjadi makhluk lainnya. Seorang pengembang perumahan mungkin saja membangun bermacam-macam rumah, mulai dari yang paling sederhana sampai yang paling mewah dan canggih. Rumah-rumah itu jelas memiliki kemiripan dalam strukturnya yaitu dalam hal mempunyai jendela, pintu, atap, kamar mandi, saluran air dan sebagainya. Dan bahan-bahan dasar yang digunakannyapun banyak yang sama misalnya batu bata, semen, pasir, batu, dan lain-lain. Namun bodoh sekali mengatakan bahwa keniripan-kemiripan itu merupakan bukti bahwa rumah yang paling mewah dan canggih tersebut merupakan peralihan bentuk dari rumah yang paling sederhana.
Teori ini juga tidak akan bisa dibuktikan melalui eksperimen dengan cara apapun karena apa yang dikatakannya itu meliputi rentang waktu yang sangat panjang. Eksperimen aapapun yang diadakan untuk membuktikan teori ini selalu mengalami kegagalan. Dan para evolusionis akan selalu memiliki alasan yang tepat mengapa eksperimen mereka selalu gagal dan karena itu mereka merasa berhak untuk minta dimaafkan. Dan dengan demikian mereka selalu mempunyai alasan untuk menolak jika kegagalan tersebut dijadikan sebagai bukti ketidak-benaran teori mereka. Seperti yang dikatakan oleh John C. Avise, seorang evolusionis yang gigih,
“Meskipun telah ditunjukkan melalui eksperimen bahwa banyak komponen organik kehidupan bisa muncul dari bahan anorganik dalam kondisi laboratoruium yang cocok, manusia belum bisa memunculkan de novo gen-gen rumit yang benar-benar mampu mengatur dan membiakkan kehidupan. Sebagian orang boleh jadi berpendapat bahwa hal tersebut meruntuhkan gagasan bahwa kehidupan bisa terjadi sendiri secara alami, namun kesimpulan snmacam itu sebetulnya kurang adil, mengingat skala waktu dan ruang yang tersedia bagi percobaan oleh alam. Upaya manusia dalam melakukan percobaan sintesis kehidupan baru berjalan selama lima puluh tahun, sementara alam punya waktu 1.000 juta tahun untuk melakukannya, 20 juta kali lebih lama. Upaya manusia paling banter melibatkan seratus meter persegi ruang dalam labu eksperimen, sementara alam punya tempat percobaan berupa 500.000 juta meter persegi permukaan bumi, 50 trilyun kali lebih luas. Dengan demikian, kesempatan dalam hal waktu dan ruang bagi terjadinya kehidupan di bumi primitif masih jauh lebih banyak daripada kesempatan yang tersedia berkat upaya manusia yang baru sebentar itu…”
Tentu saja pembelaan diri semacam itu sangat menggelikan dan justru mengungkapkan bahwa betapa mustahilnya teori mereka itu benar-benar terjadi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H