Pak Dedi, menginjak pedal gas sekencang-kencangnya. Tertangkap mata spidometer menunjukan angka 140 Km. Sesekali mobil kelak-kelok seperti orang lari zig-zag. Senam jantung sepanjang perjalanan. Sopir profesional di salah satu kementrian ini hanya berkata, tenang.Â
Kami memasuki Ciwidey Kabupaten Bandung pukul satu malam. Setelah singgah sebentar di beberapa tempat.Â
Suasana kampung sudah sepi dan hanya udara segar yang menghantam badan. Mengigil rasanya badan ini. Sesuatu yang tidak saya sukai. Juga saya tak membawa jaket tebal yang sebelumnya sudah diingatkan Pak Dedi.Â
Istrinya menyambut kami, dan menyiapkan berbagai macam makanan yang katanya wajib di coba. Sungguh sambutan yang sangat saya sukai ketika menjajal banyak tempat di jawa. Khususnya di daerah pedesaan.Â
Ada banyak keunikan yang disajikan. Dari cara menyapa, bertutur hingga bagaimana mereka memuliakan tamu. Keberagaman dalam satu ikatan bernama budaya Indonesia.
Kami duduk di samping rumah. Dengan kolam berisi banyak ikan. Kolam yang Pak Dedi beli sekitar tiga tahun lalu. Digunakan Pak Dedi beternak ikan serta menjadi tempat memancing bagi teman-teman kantor yang penat dengan aktivitas kerja di Jakarta.
Sebulan sekali mereka biasa datang dan menghabiskan waktu memancing di kolam ini. Bila suntuk, jalan-jalan ke area pariwisata.Â
Di sekeliling rumah tampak banyak sekali lahan pertanian. Meski gelap, aroma dan bau khas dari tanaman-tanaman cukup terasa.Â
Malam semakin larut, hawa dingin semakin menggila. Pak Dedi sejak awal kedatangan sudah sigap menghidupkan api pad Wahu. Lalu meletakan merebus air yang diletakan tepat di atas Wahu; pembakar api.