"Sama Anak di suru dagang saja tidak usah melakukan pekerjaan lain seperti sebelumnya, debt collector,"
Robby ,(38 tahun) sedang membereskan lapak ketika saya menemuinya. Sejak pertemuan pertama kali beberapa bulan lalu, kami seperti ditakdirkan berkenalan lebih intens.
"Habis bang," sambutnya
"Cepat sekali ya bang. Padahal saya sudah perhitungkan waktu agar tidak kehabisan," sanggahku.
" Ya, Allhamdullilah sampai siang sudah habis. Jadi kalau datang sore tidak bakalan kebagian," ujarnya.
"Sehari berapa potong di jual bang,"tanyaku penasaran lantaran beberapa hari ini ketika hendak membeli ayam geprek jualannya, selalu habis. Apalagi saya sering datang sore hari.
"Sehari 50 potong ayam saja," ungkapnya sembari menyuruhku duduk. Â Kami mengobrol beberapa saat sebelum saya pamit pulang.
Malamnya ketika suntuk menyerang, saya memutuskan keluar dari kamar untuk ngopi di samping apartemen.Â
Melihatku datang, Roby dengan cekatan menyajikan kopi hitam. Ia tanpa tanya langsung menyeduh kopi di warung yang juga sering ia jaga ketika pemiliknya keluar.
Rutinitas saya ketika keluar malam hari seperti sudah dipahaminya. Sudah beberapa kali saya ngopi di warung yang bersebelahan dengan apartemen di bilangan Cawang ini.Â