Mohon tunggu...
Fauji Yamin
Fauji Yamin Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Tak Hobi Nulis Berat-Berat

Institut Tinta Manuru (faujiyamin16@gmail.com)

Selanjutnya

Tutup

Pulih Bersama Pilihan

Investasi Hijau, Ekonomi Masa Depan Indonesia

21 Juli 2022   18:19 Diperbarui: 21 Juli 2022   18:33 335
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Avoid Over-Consumption of resources merupakan bentuk nyata di Negara berkembang salah satunya Indonesia. Hasrat mengejar pertumbuhan ekonomi sebagai indikator keberhasilan pembangunan ekonomi . Namun Consumtion of resource selama ini tanpa sadar menciptakan “gejala “ akut pada lingkungan, ekonomi dan sosial. 

Trade off antara ekonomi dan lingkungan begitu nyata terjadi lantaran pendekatan business as usual terus meningkat baik di Indonesia maupun global.

Lingkungan  secara“ on the surface” mengalami overdosis; lebih dari 550 sungai di seluruh Indonesia, 52 sungai strategis dalam kondisi tercemar (Rany et al, 2020), operasi perusahaan mineral yang luas, limbah produksi yang mencemari laut, pohon-pohon dibabat, kebakaran hutan karena pembukaan lahan secara illegal, 

konvensi hutan besar-besaran yang mengakibatkan deforestasi yang turut mempengaruhi ekonomi lokal, polusi asap transporasi yang membuat perih mata dan menggangu pernapasan, polusi industri yang sehari-hari dihirup masyarakat, selokan-selokan mampet, sampah di mana-mana, tanah-tanah keracunan pupuk kimia, laut kehilangan ikan dan biota serta sederet eksploitasi lainnya.

Kondisi ini berimpilkasi pada perubahan iklim yakni kualitas udara dan tanah akibat emisi gas kaca dan gas Pluton Karbon Dioksida. Selain itu, menimbulkan kerugian bagi Indonesia di masa mendatang karena bermuara pada kesehatan dan kehidupan serta tidak sejalan dengan pembangunan berkelanjutan. 

Ekonomi Indonesia terhitung lebih tidak intensif karbon dibandingkan Cina, India, atau Afrika Selatan. Namun, terdapat kecenderungan peningkatan emisi CO yang pesat terutama karena peningkatan dalam konsumsi bahan bakar fosil, khususnya batubara untuk listrik. (GGGI, 2015).

Sumber : BPKM, 2018
Sumber : BPKM, 2018
 

Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) mencatat, emisi karbon di Indonesia secara rata-rata mengalami kenaikan sekitar 8% per tahun. Jika dihitung sejak 2000 -2018, total peningkatan mencapai sejumlah 38%. 

Kondisi ini lebih tinggi daripada rata-rata pertumbuhan ekonomi, (1). Sementara menurut Katada Emisi Karbon (CO2) dari Pembakaran Energi dan aktivitas industri di skala Global tahun 2021 meningkat hingga 36,3 gigaton dengan pertumbuhan 6%, (2).

Kondisi ini kemudian membuat Green Economy (ekonomi hijau) dipandang penting menekan emisi carbon dan sejalan dengan pertumbuhan ekonomi  berkelanjutan. 

Pembangunan berkelanjutan (suistainable) adalah solusi mengatasi permasalahan pelik antara mengejar pertumbuhan ekonomi dan mengabaikan kelestarian lingkungan. Konsep pembangunan berkelanjutan merupakan kesadaran mutlak bahwa pertumbuhan ekonomi tidak akan berjalan jika lingkungan SDA sudah rusak.

 Lingkungan yang rusak pada akhirnya menimbulkan inefisiensi ekonomi. Pertimbangan utama pembangunan berkelanjutan  ialah pembangunan ekonomi, sosial dan lingkungan

Pendekatan  Green Economy lewat pertumbuhan hijau (green growth) agar tidak lagi mengejar pertumbuhan ekonomi tanpa eksploitasi berlebihan terhadap SDA dan lingkungan yang selama ini terjadi. Pentingnya green economy bagi Negara-negara kemudian mendorong PPB meluncurkan Green economic Inisiatif (GEI) pada tahun 2008. Kemudian termaktub dalam 17 SDGS, Paris Agreement, dan World Economic Forum.

Beberapa point kemudian menjadi acuan atas keseriusan membangun ekonomi hijau diantaranya, di Paris Agreement dalam COP21 tahun 2016 yakni mengurangi laju emisi dari business as usual di tahun 2030, menahan laju temperatur global di bawah 2⁰C dari sebelum Revolusi Industri kemudian pada G20 di dorong komitmen negara-negara pada isu perubahan iklim, termasuk untuk phasing out subsidi atas fossil fuels

Lalu G20 finance track guna membentuk Sustainable Finance Working Group (SFWG).  Pada COP-26 bulan November 2021, pendanaan iklim merupakan salah satu tema utama untuk mewujudkan Net Zero Emissions secara global di tahun 2050, serta Carbon pricing menjadi instrumen yang diandalkan dan dipromosikan dalam berbagai forum serta Tren global ESG funds  semakin meningkat pesat sejak 2020. ( Kemenkeu, 2021)

Green Economy   dipandang penting agar pembangunan ekonomi yang dilandaskan ketergantungan pada SDA berlebihan dan sering tidak diikuti oleh perkembangan teknologi ramah lingkungan serta ektraktif dapat ditinggalkan. 

Sehingga penggunaan dan pemakaian sumber tidak ramah lingkungan yang menyebabkan emisigas rumah kaca serta perubahan iklim dapat ditekan dan dihilangkan. Dalam  Green Economy, alokasi teknologi sudah terbaruhkan, manajemen proses dan pengorganisasian keta, kebijakan yang efektif terutama dalam melindungi lingkungan, keterlibatan swasta yang konsiten dan bersih dapat mendorong kesejateraan.

Presidensi G20, Peluang Penguatan Investasi Hijau

"Recover together, Recover Stronger" Tema besar dalam pertemuan G20  diharapkan  mampu memberikan peluang kepada Indonesia guna membangun komitmen, koordinasi dan kebijakan yang kuat dalam membangun ekonomi pasca pandemi Covid-19. 

Pertumbuhan ekonomi yang lambat pada periode pandemi telah mengancam berbagai sektor salah satunya stabilisasi di bidang keuangan. Sehingga G20 diharapkan mampu merumuskan kebijakan yang tepat dan iklusif agar dapat pulih bersama.

Stabilisasi keuangan Negara yang terganggu akibat adanya pandemic Covid-19 kemarin membuat Indonesia sebagai Presidensi G20 merumuskan beberapa agenda prioritas keuangan. Bank Indonesia bersama Kementerian Keuangan menyepakati komitmen untuk enam agenda prioritas jalur keuangan Presidensi Indonesia, 

yaitu (1) Koordinasi exit strategy untuk mendukung pemulihan global, (2) Upaya penanganan dampak pandemi (scarring effects) dalam perekonomian guna mendukung pertumbuhan yang lebih kuat di masa depan, (3) Penguatan sistem pembayaran di era digital, (4) Pengembangan pembiayaan berkelanjutan (sustainable finance), (5) Peningkatan sistem keuangan yang inklusif, dan (6) Agenda perpajakan internasional,(Bank Indonesia, 2022).

Pengembangan pembiayaan berkelanjutan (sustainable finance), merupakan salah satu isu di bidang keuangan yang menurut penulis harus didorong lebih kuat agar dapat disepakati secara  bersama. 

Kesepakatan bersama berimplikasi pada dukungan finasial guna mendorong perbaikan ekononomi pasca Pandemi lewat penganggaran investasi terutama investasi hijau guna mencapai green economy yang menguntungkan Indonesia dalam jangka panjang.

Investasi merupakan komponen penting pertumbuhan ekonomi suatu Negara termaksud Indonesia.  Berdasarkan data Sekretariat Jenderal DPR RI 2021, Investasi merupakan penyumbang kedua PDB setelah konsumsi rumah  tangga. 

Di tahun 2018, kontribusi investasi terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) mengalami peningkatan yaitu menjadi 32,29% dari 32,16 % pada tahun 2017 yang berlanjut hingga tahun 2019. Pada tahun 2020, kontribusi investasi turun menjadi 31,73 % akibat tekanan Covid-19. 

Realisasi serapan tenaga kerja pun cukup tinggi, pada tahun 2020, tenaga kerja yang terserap baik melalui PMDN maupun PMA meningkat yaitu dari 1.033.835 jiwa di tahun 2019  menjadi 1.156.361 jiwa.

Sumber :  DPR RI, 2021
Sumber :  DPR RI, 2021

 Data ini atas menunjukan selama ini investasi yang berkembang di Indonesia  masih sebatas investasi konvensional dan businnes an unsual. Sementara investasi hijau berbanding terbalik dan masih sangat rendah. Berdasarkan BPKM (2018)  beberapa sektor potensial realisasi investasi masih sangat minim baik PMA maupun PMDN.

Sumber : BPKM, 2018
Sumber : BPKM, 2018

Dapat dilihat bahwa sektor Kehutanan baru terealisasi sebesar 17,4% dari PMA dan 0% dari PMDN, pengadaan listik 9,9% PMA dan 16,9% PMDN serta pengelolaan sampah 0,8% PMA dan 3,4% PMDN. Namun hemat penulis, dibalik rendahnya investasi hijau justru terdapat peluang besar bagi Indonesia guna mendorong Investasi hijau pasca pandemi. Peluang menarik investor terbuka lebar apalagi  Indonesia sebagai Presidensi G20.

Sektor potensial investasi hijau diantaranya di bidang kehutanan yang jika di proses dengan baik akan menghasilkan kualitas udara, air dan lingkungan yang baik. Kemudian pengusahaan tenaga panas bumi di mana Indonesia merupakan salah satu Negara yang belum mengotimalkan energi panas bumi. 

Kemudian Indutrsi biofuel, pengadaan listrik (EBT, maupun biogas) agar mengurangi pemakaian batu bara yang nyata menciptkan polusi dan kesehatan. Kemudian  pengolahan sampah yang selama ini tidak dimanfaatkan karena masih memakai sistem tradisonal; angkut dan buang ke TPA. Sektor penting lainnya ialah bidang perikanan dan pertanian.

Peluang investasi hijau yang terbuka dapat memberikan efek pada peningkatan pertumbuhan ekonomi dan peningkatan kesejateraan. Salah satu yang paling linear ialah terciptanya penyerapan tenaga kerja. Green and Decent Job dari International Trade Union Confederation (ITUC), Indonesia menempati urutan ketiga negara paling potensial menciptakan lapangan kerja di bidang ekonomi hijau, setelah Amerika Serikat dan Brazil. 

Dari laporan tersebut, jika Indonesia melakukan investasi hijau 2 persen dari baik dari pendapatan Negara maupun swasta,  maka dalam lima tahun ke depan, dapat menciptakan 4,4-6,3 juta lapangan kerja baru. Green jobs tersebut antara lain; pengolahan limbah, daur ulang sampah, pertanian organik, pembuatan panel surya, dll (Harisman, 2018)

Sehingga G20 nanti, Bank Indonesia maupun lembaga jasa keuangan  dapat memaparkan peluang dan potensi investasi hijau kepada investor dengan skema pengembangan suistainable financing  yang komprehensif, dan iknlusif. Paparan sistem suitainable financing menyelaraskan tiga pilar utama  yakni ekonomi, sosial dan lingkungan hidup

Peran sentra lembaga keuangan termaksud Bank Indonesia sangat penting dalam menjaga stabilisasi keuangan  dan realiasasi investasi hijau. Apalagi Investasi hijau sendiri memerlukan pembiayaan cukup besar. Komitmen menurunkan angka emisi carbon dalam mendukung green economic mencapai 3.461 triliun pada tahun 2030. 

Dari hasil penandaan anggaran perubahan iklim atau Climate Budget Tagging (CBT) sejak 2016 sampai  2020, APBN hanya dapat memenuhi sekitar Rp86,7 triliun per tahunnya atau 34 persen dari kebutuhan tersebut, (Kemenkeu, 2021).

Dana yang besar tersebut memerlukan pedoman pembiayaan hijau, eifisien, dan terintegrasi pada lingkungan sosial dan tata kelola bagi perbankan. Komitmen lembaga sangat diperlukan untuk mewujudkan pertumbuhan ekonomi hijau sebab peranan perbankan sangat penting dalam pembiayaan.  

Investasi yang tidak menerapkan suitainable financing dapat menyeret perbankan ikut andil pada kerusakan lingkungan.  Bank Indonesia sendiri berkomitmen  mengeluarkan kebijakan untuk mendorong fungsi intermediasi dan keuangan inklusif sejalan dengan tren global di mana telah memasukkan aspek perlindungan lingkungan hidup, (Yuniarti, 2013).

Investasi hijau yang suitainable financing memberikan kontribusi dalam penguatan keuangan dalam kebijakan fiskal dan moneter bagi Indonesia. Sehingga beban-beban impor utamanya minyak maupun produk yang selama ini tidak ramah lingkungan dapat digantikan pasokan energi domestik terbaharukan. 

Efisiensi juga dapat terwujud karena pengurangan biaya yang hilang akibat kerusakan lingkungan. Komitmen Indonesia sebagai paru-paru dunia pun dapat terwujud.

Peluang Indonesia sebagai  Presidensi G20 dalam mewujudkan pemulihan bersama dapat terwujud jika dapat dimanfaatkan dengan baik dalam merealisasikan kepentingan  ekonomi di masa depan. 

Investasi hijau dipandang penting lantaran Negara dengan sumber daya alam ini masih memiliki  peluang besar guna mendorong pertumbuhan ekonomi Negara.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pulih Bersama Selengkapnya
Lihat Pulih Bersama Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun