Lumpur kecoklatan itu setinggi dada manusia. Menutupi kawasan mangrove yang dulunya tempat menangkap ikan potensial bagi warga desa di Maba Pura Halmahera Timur.
Kondisi ini ditenggarai akibat dari beroperasinya salah satu tambang milik pemerintah. Sejak kehadirannya, daerah ini bak kolam mati. Sumber kehidupan warga hilang dengan kasat mata.
Keadaan yang sama juga terjadi di pulau Obi. Air orange kecoklatan mengotori laut, sungai hingga aliran-aliran air. Persetujuan pemerintah daerah tentang pembuangan limbah tailing melalui deep sea tailing placement yang banyak ditentang itu ditenggarai sebagai biang kerok kejadian ini terjadi. (1).Â
Walau pada perjalanannya, izin dibuang ke laut dibatalkan dan di geser ke darat. izin yang sampai sekarang di tentang.
Padahal, pulau ini adalah lokasi strategis ikan karang hingga jalur migrasi ikan pelagis yakni Tuna Cakalang dan Tongkol (CTC). Alhasil nelayan utamanya warga desa kehilangan lokasi perburuan. Dan tentu saja banyak kawasan mangrove yang kena dampak.Â
Apalagi pulau kecil itu banyak dihuni pertambangan semisal nikel, kayu, dan terbaru yakni pemasok bahan baku batrei bagi kendaraan listrik (2)
Sementara di pulau Ternate, dampak dari reklamasi menyebabkan hampir 70 persen kawasan mangrove yang terletak di sepanjang garis pantai hilang. Batu, dan tanah ditimbun menjadi daratan.
Rumah warga yang dulunya tertutupi mangrove, kini telanjang dilihat dengan kasat mata. Mangrove yang dulunya hidup rimbun kini hilang tak terhingga. Tersisa empat pohon yang nasibnya sebentar lagi bakal hilang.
Masifnya proyek reklamasi di kota perdagangan ini menyebabkan dampak yang tidak sedikit. Selain kehilangan fungsi semisal penyimpan karbon, peredam gelombang dan abrasi,habitat makanan bagi beberapa satwa juga berdampak pada kondisi sosial masyarakat.