Tanpa habis akal, saya memutuskan bertanya ke beberapa pihak. Semua saya hubungi, wartawan, dinas terkait dan membuka dialog di ruang Chat.Â
Pertanyaan saya sederhana. Apakah mengambil ijazah atau skl itu ada biayanya?. Dan rata-rata menjawab "tidak" karena hal tersebut masuk kategori pungutan liar.
Beberapa kawanpun  membantu melakukan konfirmasi ke dinas terkait dan tentu saja jawabanya tidak dan masuk pungli.
Esok harinya, saya ke sekolah menemani adik saya mengambil SKL dan segala bentuk adminstrasi yang harus diselesaikannya. Seperti ttd dan sidik jari.Â
Lama saya menunggu. Banyak orang tua juga nampak hadir dengan berbagai macam keperluan. Sekira dua jam saya menunggu sebelum adik saya memanggil dengan gestur harus membayar.
Saya kemudian masuk dan diarahkan ke ruang salah satu bagian penting di sekolah. Setelah duduk tanpa basa basi saya lemparkan rentetan pertanyaan. Dan utamanya adalah bagaimana dengan pungutan sebesar empat ratus ini.
Beliaupun menjawab bahwa jumlah sebesar itu merupakan hasil kesepakatan dewan guru dengan wali murid yang dilaksanakan beberapa waktu lalu.Â
Saya tak puas. Lalu bertanya lagi sejak kapan diadakan rapat sementara kami atau saya tak tau dan kenapa harus sebesar ini. Beliau kemudian menjelaskan panjang lebar seperti dana ini untuk pembangunan taman, gedung dll. Dan rapat itu dihadiri wali murid.
Walaupun pada kseimpulannya beliau menjelaskan tentang partisipasi. Artinya tidak mengikat. Mau diberikan atau diberikan tidak apa-apa pada penekanan bahasanya. Tentu tidak saya tangkap dengan ikhlas, sebab banyak kasus, siswa yang belum membayar dapat ditahan ijazahnya.
Perdebatan kami alot. Beberapa menit kami habiskan saling klarifikasi. Sebab banyak hal yang membuat saya tak habis pikir dan tak masuk logika.
Diakhir pertemuan saya berikan saran bahwa partisipasi adalah berapapun yang diberikan bukan ditentukan dan lagi, harus mengacu kepada ketentuan. Dan merujuk pada edaran.Â