Mohon tunggu...
Fauji Yamin
Fauji Yamin Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Tak Hobi Nulis Berat-Berat

Institut Tinta Manuru (faujiyamin16@gmail.com)

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Vaksinasi, Antara Sadar dan Terpaksa

5 Juli 2021   00:13 Diperbarui: 13 Februari 2022   16:08 277
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustasi vaksinasi (Kominfo.com)

Sore itu, Pak Udin berjalan pulang sembari menggengam sebuah kertas. Raut wajahnya nampak sedikit kelelahan. Langkahnya tak panjang. Berjalan pelan menyusuri jalan desa.

Melihatnya, saya langsung menyapa, " dari mana pak ?,". Pak Udin lalu mampir. "Dari Puskesmas, baru selesai divaksin," Jawabnya.

Kami berdua berjabat tangan sebelum melanjutkan percakapan. " Oh, ada berapa orang yang vaksin," tanyaku.

"Tadi ada limabelas orang. Sebenarnya 16, satunya lagi tidak jadi karena tekanan darahnya naik," Jelasnya.

"Terus itu kertas apa," Tanyaku penasaran setelah kertas yang tadinya digenggam Ia kantongi di saku baju.

"Ini kartu vaksinasi tahap I.," Jawabnya sembari mengeluarkan kertas tersebut.

Kertas vaksinasi itu berisi keterangan pasien dan catatan vaksinasi tahap satu dibubuhi tanda tangan. Setelah itu Ia berujar " nanti sekitar beberapa minggu lagi baru vaksin tahap dua,". 

Iapun menjelaskan bahwa kartu tersebut bisa menjadi alat sah perjalanan. Saat itu dalam obrolan dengan pak udin, kartu bukti vaksinasi belum menjadi syarat perjalanan baik laut, darat maupun udara. 

"Jadi kalau sudah ada kartu ini, kita kalau ke Ternate sudah aman. Tak perlu periksa berlebihan," Ujarnya kala itu.

Pak Udin pun getol memberikan pendapat betapa pentingnya vaksinasi. Bagi dia proses vaksinasi merupakan upaya membantu pemerintah memutus rantai virus corona. Walaupun Ia tak paham bagaimana virus itu menyerang, tetapi bagi dia apa yang sudah dikatakan pemerintah maka wajib diikuti.

Setelah itu pak Udin bertanya, " Kamu sudah divaksin,?". Saya pun menjawab, " Belum pak,".

" Sebentar malam ada jadwal vaksinasi. Nanti diumumkan di masjid. Ayo vaksin, mumpung gratis,"ujarnya. 

Saya hanya mengiyakan tapi tidak berjanji akan hadir malam harinya.

Kami terlibat obrolan sekira lima belas menit sebelum dua warga desa datang bergabung. Salah satunya bekerja sebagai honorer di Puskesmas. 

Obrolan terjadi seperti biasa. Namun salah satu warga justru ketakutan setelah mendengar Pak Udin sudah vaksinasi. Ia sebenarnya ingin melakukan vaksinasi sesuai anjuran akan tetapi ada ketakutan tersendiri baginya yakni, takut vaksin dapat mempengaruhi penyakitnya.

" Saya takut divaksin. Takut kalau terjadi apa-apa. Apalai saya tidak pernah melakukan pemeriksaan kesehatan mendalam. Seharusnya, sebelum divaksin perlu ada pemeriksaan mendalam agar kita tau penyakit kita apa," Jelasnya.

Mendengar itu, pegawai puskesmas pun memberikan penjelasan serta menguatkan agar tidak perlu takut melakukan vaksinasi. Menurutnya, hal-hal yang terjadi di media jangan dijadikan patokan secara umum. Sebab vaksin itu aman dan tidak membahayakan.

Warga yang tadinya ragu akhirnya memutuskan akan melakukan vaksinasi di malam hari. Percakapan kami berlangsung beberapa menit sebelum beduk masjid berbunyi tanda masuk Ba'dah magrib. Kamipun kembali ke rumah masing-masing.

Empat hari kemudian, saya bertandang ke desa tetangga. Menemui salah satu kerabat.  Saat masuk, seorang pria sedang rehat di depan televisi. Ia nampak lemas dan lesuh.

Sesekali Ia memutar badan, namun tak sampai beberapa menit Ia balik lagi ke posisi semula.

Melihatnya saya bertanya " Om lagi sakit ya,". 

" Tidak. Hanya capek. Habis vaksin." Jawabnya.

" Wih sudah tahap berapa,"? tanyaku lanjut.

" Baru tahap satu. Di desa sini baru masuk tahap satu. Kebetulan jadwalnya hari ini jadi ramai-ramai ikut divaksinasi.," Jawabnya.

Iapun menceritakan proses vaksinasi walau dengan kondisi sedikit lemah. Mulai dari pendaftaran nama dengan membawa KTP dan KK, pengecekan tekanan darah, penjelasan singkat mengenai virus corona dan manfaat vaksinasi hingga proses vaksinasi.

Katanya juga, tidak semua orang divaksinasi karena ada beberapa yang ke kebun dan ada beberapa yang punya tekanan darah tinggi.

Sayapun berinisiatif dan bertanya, apakah vaksinasi itu penting. Iapun menjawab tidak tau penting atau tidak dan corona ini sebenarnya bagaimana namun ini kewajiban. Kita harus sadar agar keadaan cepat baik. Kurang lebih jawabannya sama dengan pak Udin.

Malam itu tak banyak yang kami obrolkan karena Ia meminta izin untuk beristirahat karena efek dari vaksinasi.

Di desa, pemahaman tentang virus corona tidak begitu diketahui akan tetapi animo masyarakat dalam mensukseskan program vaksinasi begitu tinggi.

Apalagi jika sudah diinstruksikan oleh kepala desa, imam atau petinggi desa. Mereka dengan sukarela mengikuti vaksinasi dengan harapan virus corona ini cepat berakhir. 

Banyak yang sudah saya wawancarai mengenai pendapat mereka tentang virus corona. Antara percaya atau tidak dan dari beberapa desa saya simpulkan mereka percaya. Jika dipersentasekan mencapai 90 persen.

Saking antusiansnya, pegawai puskesmas pun mengakui kelelahan karena setiap hari dalam sepekan mereka harus melakukan kegiatan vaksinasi per desa di wilayah kerjanya Di Pulau Makian Kabupaten Halmahera Selatan.

Apalagi di wilayah kerja mereka yang berisi delapan desa, hanya ada satu puskesmas.

*

" Kalian kalau tidak divaksin kedepan kalau tes PNS tidak bakal lolos berkas karena persyaratan utamanya harus sudah divaksin minimal tahap I," Ujar salah satu pegawai puskesmas yang sedang menemani pasien rujukan ke Ternate saat ngopi di warung depan RSUD Kota Ternate. 

Obrolan kami ini terjadi seminggu sebelum penerapan PKM. Kedua orang yang Ia sarankan melonggo. Keduanya saya kenal anti vaksinasi dan tidak mau divaksinasi.

Setelah mendengar ucapan pegawai puskesmas itu, awalnya mereka kaget dan sedikit memberontak lewat pendiriannya. Namun setelah beberapa saat satu dari mereka runtuh. Ia berjanji akan pulang ke desa dan melakukan vaksinasi di desa. 

Hal ini lantaran Ia tak mau tak lolos pemberkasaan saat mengikuti seleksi pegawai negeri nanti. Sementara yang satunya justru bimbang dan belum memutuskan apakah mau ikut seleksi PNS atau tidak.

Jika ikut Ia harus divaksinasi. Sementar jika Ia tak ikut, orang tuanya bakal marah. Sedangkan Ia sendiri berpendirian tak mau divaksin.

Kejadian ini mirip sore tadi, saat sedang menyeruput kopi dan mendengarkan lantunan lagu daerah, salah satu kawan tiba-tiba muncul tanpa memberi kabar terlebih dahulu.

Ia lalu duduk dihadapan saya lalu berujar " Si yudi dan si Dodo ngajak saya ikut vaksinasi. Tapi aaya tidak mau,". 

"Lah tumben tu si Yudi mau ikut vaksinasi. Biasnya nolak," timpalku keheranan

"Iya bang. Kan syarat tes PNS sekarang persayaratannya harus sudah divaksinasi," Ujarnya.

"Terus kamu kenala tidak di mau, bukannya kamu mau ikut seleksi PNS," tanyaku balik.

"Tidak ikut tidak ikut saja. Daripada divaksinasi," Ujarnya.

Saya hanya cekikan dan berusaha meyakinkannya agar mengikuti vaksinasi dan bisa ikut seleksi PNS. Akan tetapi bujuk rayu saya tak berhasil. Ia tetap bersikeras.

Lama kami mengobrol. Selain obrolan di atas Ia juga menjelaskan bahwa saat ini di Kota Ternate, Tidore  dan beberapa kabupaten juga menginstruksikan agar PNS maupun honorer wajib ikut vaksinasi. Jika tidak akan ada sanksi tegas. Bahkan katanya bisa sampai penahanan gaji. (1, 2, 3 )

Yap itulah dua sisi dari dinamika vaksinasi saat ini khusunya di Maluku Utara. Pada perjalanannya ada yang sadar dan ada yang "harus" karena terpaksa. Terpaksa karena harus mengikuti seleksi PNS atau sangksi yang diterim.

Walau saya memandang ini merupakan tindakan positif agar proses vaksinisasi dalam memutus rantai virus corona dapat tercapai. Apapun itu, saat ini walau dalam keadaan "terpaksa sekalipun" proses vaksinisasi sudah menjadi "keharusan".

Gerakan sadar bahwa virus ini semakin tinggi dan hampir menjadi "krisis"seperri di India perlu ditanamkan. Mari bergerak melawan penyebaran virus corona. (Sukur dofu-dofu).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun