Mentari belumlah sempurna pecah, ombak-ombak masih manja merayu pasir, udara masih sejuk dan air laut masih jauh dari kehangatan ketika soma; jala ikan ditebar. Empat warga di atas perahu berukuran lima meter dengan lebar semeter mulai mendayung sekuat tenaga.Â
Segerombolan ikan yang sedari tadi dipantau tanpa sedikitpun suara bising mulai diburu. Ujung soma dilepaskan di pantai, didayung ke tengah kemudian ujung satunya lagi berakhirbatas antara pasir dan ombak.
Segerombolan ikan ini terperangkap, tiga dari mereka kemudian melompat ke dalam lingkaran soma. Membuat suara bising agar ikan-ikan panik dan agar ikan itu terperangkap di soma.Â
Seketika, ketika suara bising terjadi, pelampung-pelampung soma mulai bergetar. Di setiap panjang soma, ikan-ikan yang berniat kabur terperangkap. Suasana kepakan ikan yang ingin meloloskan diri menjadi pemandangan yang menakjubkan.
Saya yang sedari pagi memantau dari pinggir pantai juga ikut andil membuat suara bising. Batu-batu saya lemparkan ke dalam soma. Mencoba membantu agar ikan-ikan tidak terlalu menghabiskan tenaga untuk berenang dan membuat suara bising.
Apalagi, kondisi air laut yang pasang dan dinginnya air laut tentu membuat mereka sedikit kewalahan. Kontribusi saya tak banyak, hanya melempar batu ke dalam kemudian duduk lalu menyaksikan mereka berburu.
Saya tak sendiri, ada sekitar tujuh orang plus satu dari kampung sebelah. Di belakang rumah, warga kami duduk lalu melihat ikan-ikan terjebak. Menunjuk sana sini sembari menerka-nerka ikan apa yang mereka dapat.
Sesaat berlalu, soma diangkat. Dua orang di atas perahu bertugas menyusun jaring yang panjang dan mudah kusut itu.Â
Dua lagi stay berenang, sedangkan satu menahan perahu dan satu lagi membuka ikatan senar jaring yang terjebak di karang.
Berenang lagi mereka, kami pun ambil batu lalu ikut membuat suara bising tanpa komando.Â