Sistem penjualan pala di Maluku Utara, khusunya di desa saya dihitung berdasarkan tipe. Biji pala botak atai tak pecah dihargai paling tinggi. Sementara yang pecah harganya sedikit rendah dan fuli pala tidak dikategorikan.
Setelah melihat total penghasilan, saya kemudian iseng melakukan pembagian dari total pendapatan. Hasilnya tak kurang bahkan satu sen pun, sungguh sangat luar biasa. Padahal bisa saja, penjaga kebun ini melakukan manipulasi. Akan tetapi, bukti dari kejujuran ini membuat saya begitu berdecak kagum. Andai saja para pemimpin bersikap amanah seperti ini, maka tak ada korupsi yang merajalela.
*
Di suatu siang, sehabis melakukan panen di kebun lain, saya bersama adik sepupu, Ical, kembali melakukan panen di kebun yang akan diberikan tanggung jawab ke orang lain.
Saat sedang asik memetik, Fajri, seorang anak muda berumur 25 tahun muncul. Kami memang sudah membuat janji dari semalam untuk bertemu di kebun.Â
Namun, karena dia harus melakukan tradisi bokyan membantu petani lain membelah kelapa untuk di buat kopra, ia pun datang siang hari.
Selesai memetik pala, kami bertiga lalu bercengkrama sembari membelah buah pala. Di sela-sela itu, Ia lantas bersuara, "Ical, kelapa ini siapa yang kerja (maksud kerja di sini ialah siapa yang memanjat dan membuat kopra)?"
"Biasanya papa, tapi sudah berapa tahun ini tidak lagi. Bagaimana, kamu mau kerja?", tanya Ical.
"Boleh," jawab Fajri singkat.
"Kalau mau, coba bilang ke papa saya," jawab Ical.
Fajri pun akhirnya mengiyakan dan berjanji akan menemui ayahnya Ical. Walau Ia masih ragu-ragu karena segan dan sesekali meminta Ical agar ikut menyuarakan.