Bu Ani sedang menyiram bunga saat saya dan salah satu teman memarkir mobil. Melihat kami, ia kemudian meletakan selang air dan menuju tempat kami berdiri.Â
"Bu, tanah campur satu karung berapa? tanyaku
"Kalau campur lima beras ribu, yang belum campur sepuluh ribu," jelasnya sambil menunjukan mana tanah yang sudah dan belum di campur.
"Ini campurannya apa bu," tanyaku lagi.
"Tanah, pupuk kandang dan sekam," jelasnya lagi.
"Oh iya, kalau sekam padi berapa bu," tanyaku penasaran.
"Satu karung besar, 115 ribu," Jawabnya lagi sambil memperlihatkan beberapa karung yang besar.
"Kalau begitu, tanah campur lima karung sama sekam 1," seruhku.
Tanpa basa -basi, ia memanggil dua pria yang kemungkinan suami dan anaknya mengangkat pesanan kami ke mobil.
Sembari menunggu, saya berkeliling melihat-lihat bunga yang ia tanam di lahan yang tak seberapa ini. Saya tak berani bertanya apakah ini tanah miliknya atau tidak. Sebab, sepanjang jalan Jendral Sudirman dan di lokasi lain di Kota Batam ini banyak sekali penjual bunga.Â
Di sepanjang jalan, kita dapat menemukan lahan-lahan yang disulap menjadi tempat menjual bunga. Saya  sendiri tak begitu mengerti bunga. Bahkan ketika melihat ibu saya begitu antusias menanam bunga, saya kadang cekikan. Berpikir "aneh, hobi satu ini"