Bahkan hal-hal yang baik dan tidak seperti boboso; yang tidak boleh dilakukan sudah diajarkan. Bobosos adalah sesuatu yang dilarang dilakukan, seperti tak boleh makan ditempat gelap, tak boleh kencing sembarangan dll.
Pelarajan disiplin dan kerja keras juga diberikan. Setiap subuh, kami harus bangun terlebih dulu, menimbah air ke bak penampung, mencuci piring kemudian menuju rumah guru ngaji. Setelah selesai, kami akan ke kebun, memaras rumput dan mengerjakan apa saja yang bisa dilakukan.
Pada sore hari, ketika kami bermain di pantai, ibuku akan selalu aktif memantau. Dan, jika sudah masuk ba'dah magrib kami akan dipanggil pulang kemudian dimandikan, berganti pakaian, diarahkan berwudu kemudian menuju mesjid. Terjadang pemilihan baju juga sering diajarkan.
Sepulang dari masjid ada dua pelajaran yang diberikan. Pertama mengulangi hafalan Qur'an subuh tadi dan kedua diajarkan membaca, menulis dan menghitung.Â
Semua ajaran itu sangat begitu saya rasakan. Bahkan ketika belum masuk sekolah, saya sudah mampu membaca dengan lancar, menulis dan menghafal perkalian.Â
Jika saya salah maka sering di beri hukuman, namun jarang dipukuli. Pernah beberapa kali saya tidak belajar dan diam-diam memainkan permainan balengko; permainan bersembunyi dengan satu orang pencari dan permainan tradisional lainnya. Ketika pulang, ia menunggu dan menasehat.
" Kalau tidak mau  belajar, maka jangan salahkan mama jika kedepan kalian tak jadi orang; sukses. Setelah itu ia menyuruh kami membersihkan diri lalu tidur.
Pelajaran yang paling melekat ialah. "Milik orang kepunyaan orang, milik kamu kepunyaan kamu,"
Sebuah nasihat yang sampai kini saya pegang teguh. Ibu juga mengajarkan tentang bagaimana menjalani kehidupan sejak kecil. Ia sering berpesan agar mensucikan hati, berpikiran dewasa dan tak gampang menyerah.Â
Pendorong Mimpi
Pada tahun 1995, ibu dan kakek memutuskan untuk menyekolahkan saya di Ternate. Keputusan itu lantaran mereka tak ingin kami buta huruf atau tidak menerima pendidikan.Â