Mohon tunggu...
Fauji Yamin
Fauji Yamin Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Tak Hobi Nulis Berat-Berat

Institut Tinta Manuru (faujiyamin16@gmail.com)

Selanjutnya

Tutup

Nature Artikel Utama

Krisis Air Bersih Sebuah Ancaman Nyata

2 Desember 2020   21:17 Diperbarui: 4 Desember 2020   09:38 503
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bati marah-marah, warga Kelurahan Jan Kota Ternate ini lantas menggungah kekesalannya diakun facebook.

Ia melampiaskan kekesalan ke PDAM karena sudah tiga hari air tak jalan. "PAM e, ngoni mau tong bobou kah, so tiga hari air tara bajalan. (PDAM kalian mau kami bau? Sudah tiga hari air tidak jalan)," 

Di kelurahan tempat tinggal Bati, air keseringan tak jalan. Alhasil,  mereka harus menyediakan bak-bak penampung lebih besar. Dan membeli air dari produsen penyedia air dengan harga 80 ribu per 1200 liter.

Di sini, disetiap rumah memiliki penampung air berkapasitas 1500-3000 liter yang diletakan di samping rumah samping sejajar dengan atap rumah.

Bati hanya satu dari sekian ribu penduduk di Kota Ternate yang mengeluhkan permasalahan ini. Bahkan, di Kelurahan saya, Tanah Tinggi juga sering mati; kata mati bagi orang Maluku Utara ialah Padam, Tak jalan, selain dari defenisi umumnya.

Contoh : Air mati, matikan lampu (padamkan lampu), listrik mati, motor mati dll. 

Di rumah, kami harus menyediakan ember-ember besar untuk menampung air di malam hari. Semua bak penampung di isi penuh. Selain ember, juga profil tank berkapasitas 2500 liter.

Air di ember akan digunakan untuk keperluan mencuci baju, piring atau memasak. Sementara air dari profil tank akan dijalankan jika air di tampungan ember sudah habis. 

Persoalan yang sering mengemuka ialah ketika tidak diawali dengan pemberitahuan lebih dulu. Sehingga, setiap hari saya sendiri sering diingatkan agar menampung air yang mengalir seperti kehilangan daya. Alias debet air tidak kencang.

Biasanya pada pukul satu malam air baru mengalir kencang. Sementara intensitas atau waktu air tak jalan bisa berlangsung dari pagi hingga malam.

Saya masih ingat pada Tahun 2019 lalu ketika pulang kampung. Di kelurahan kami sudah tiga bulan air hanya jalan pada malam hari. Hal ini menyulitkan apalagi ketika masuk bulan Ramadhan.

Di Masjid, banyak dari Jamaah yang terpaksa harus pulang lagi ke rumah berwudhu. Sebab, bak penampung berkapasitas 1000 liter tak mencukupi.

Masalah tidak sampai disitu,  air yang dihasilkan keruh alias salobar. Terutama, di beberapa kecamatan utamanya di Selatan dan Utara Kota serta Kecamatan Ternate Pulau

Air salobar ini menjadi sangat intens terjadi. Alhasil, warga marah-marah. Tak terhitung berapa kali demonstrasi dilakukan warga karena marah dengan kondisi yang dialami. Bahkan berdasarkan rilis Ekuatoria.com pada tahun sebelumnya yakni 2018 sebanyak 500 kepala keluarga yang tinggal  di empat kelurahan, Kecamatan Ternate Utara, Kota Ternate yang tak jauh dari PDAM Kota Ternate bahkan pernah hampir sebulan tak mendapatkan pasokan kebutuhan air bersih.  

Sumber mata air Ake Gaale  di Kelurahaan Toloko yang biasa digunakan untuk memenuhi kebutuhan air bersih tak lagi dapat dikonsumsi, lantaran mata air sudah terasa payau akibat telah terintrusi air laut.

Pemerintah bukannya tak memiliki upaya. Berbagai program dan inovasi tercetus. seperti memperbanyak sumur bor hingga sistem pengelolaan air minum (SPAM) secara terpadu dan perluasaan kawasan resapan air (1). Dalam sistem ini, pemkot menyiapkan lahan dengan menggalakan pembauatan 35 sumur buatan  di wilayah sekitar sumber air Ake Gale Kecamatan Ternate Utara.  Ini dimaksudkan untuk memudahkan air hujan meresap ke tanah sehingga permukaan air tanah bisa dipertahankan.

Namun, ditengah desain itu, kebutuhan manusia harus terpenuhi. Sehingga desakan kebutuhan konsumen agar pemerintah lebih peduli kadang menjadi senjata politik menyerang kepala daerah dan perangkat Pimpinan PDAM. 

Apa Masalahnya?

Krisis air di Ternate bukan Tanpa sebab. Selain karena tidak mempunyai aliran sungai hidup seperti di Pulau Halmahera yang dijadikan sumber mata air, juga karena pembukaan lahan dan pembangunan yang semakin kencang.

Pulau kecil ini memegang peranan ekonomi srategis di Maluku Utara sebagai pusat ekonomi dan perdagangan utama. Kota Ternate memiliki jumlah penduduk mencapai 221. 977 ribu jiwa yang mendiami pulau seluas  87 km2. Permasalahan tersebut antaralain rendahnya serapan air permukaan. Salah satu sumber mata air, Ake Gale, juga nampak mengalami penurunan resapan karena masifnya pembukaan lahan untuk pembangunan. 

Menurut Kajian USAID 2019 Perhitungan penurunan cadangan air tanah Ake Gaale berdasarkan perubahan tataguna dan peruntukan lahan menunjukan bahwa akan terjadi penurunan cadangan air tanah sebesar 785.264,44 M3, atau 56.090,32 M3 per tahun atau setara dengan 146,23 M3 per hektar per tahunnya

USAID 2019
USAID 2019
Dalam Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Tahun 2019, sumber air bersih di pulau Ternate saat ini masih mengandalkan sumber air tanah dalam (sumur dalam) dan sebagian kecil lagi berupa mata air.

Kondisi ini cukup riskan dimana pertumbuhan pembangunan di Kota Ternate diikuti oleh laju pertambahan penduduk yang signifikan setiap tahun, dikhawatirkan 10 tahun lagi lahan terbuka sebagai daerah resapan air telah berubah fungsi sebagai kawasan terbangun/hunian yang menyebabkan potensi air tanah akan semakin berkurang.

Menurut Rezki et.,al (2020), Dari hasil peneneltian disimpulkan penggunaan terbesar yakni penggunaan lahan perkebunan 4829,93 Ha (55,43) dan pemukiman (7,81). 

Namun  dari hasil analisis overlay terdapat beberapa ketidak sesuaian pada kondisi eksisting dan RTRW Kota Ternate Tahun 2010-2030 dengan luas 148.26 Ha yang terbagi pada wilayah kecamatan Pulau Ternate dengan luas 51.31 Ha, wilayah Kecamatan Ternate Barat dengan luas 46.25 Ha, wilayah Kecamatan Ternate Selatan dengan luas 21.59 Ha, wilayah Ternate Tengah dengan luas 11.16 Ha, wilayah Ternate Utara dengan luas 7.31 Ha. 

Masalah lainnya adalah tingkat konsumsi air yang cenderung boros. Di beberapa kecamatan menurut penelitian Umasugi et, al (2018) tiga Kecamatan yang masuk dalam sampel yaitu kecamatan Ternate Selatan, Ternate Tengah dan Ternate Utara terlalu boros sedangkan cadangan air di Kota Ternate diperkirakan hanya sampai pada tahun 2030.

Tentunya dari data dan hasil penelitian, menunjukan bahwa air menjadi salah satu problem krusial yang terjadi di Maluku Utara khususnya di Kota Ternate. Krisis air memiliki dampak yang sangat besar terhadap kehidupan manusia. Bahkan jika ditelisik lebih jauh secara keselurahan baik di Indonesia maupun dunia, kondisi ini juga terjadi.

Di balik Krisis Air Hadir Perang Air

Saya menyebutnya perang air dengan keyakinan bahwa sumber daya air kedepan menjadi barang ekonomis yang diperebutkan layaknya minyak di timur tengah. Air sekali lagi memerankan peranan penting bagi Manusia. Tanpa air manusia diyakini tak bisa bertahan hidup lebih dari 2 hari..

Kita tidak pernah membayangkan sebuah invoasi bahwa air bisa lahir dengan bentuk kemasan. Dulu saya masih mengingat, untuk mengkonsumsi air layak minum kita terlebih memasak hingga mendidih. Namun, sekarang berbeda, cukup ke warung, mengeluarkan duit dan produk berada ditangan serta siap diteguk.

Saat ini, air dalam kemasan menjadi bisnis yang menggiurkan. Bahkan belakanga berbagai banyak produk disedikan. Pada tingkat persaingan khususya di Indonesia, dominasi beberapa perusahan memang masih mengemuka.menurut Kompas.id Kehadiran AMDK ini tentu saja sangat membantu masyarakat dari berbagai lapisan agar dapat mengonsumsi air tanpa harus secara tradisional memasak air tersebut dengan harapan dapat mencegah penyakit yang datang akibat konsumsi air yang kurang bersih.

Menurut Tempo Air Minum dalam Kemasan mengalami pertumbuhan hingga 30 persen. Persaingan-persaingan diantara perusahaan pun terus terjadi. Bahkan satu dari mereka menjadi pemegang market share terbesar. Tak jarang perang antar perusahan sampai berlarut-larut.

Tempo.id
Tempo.id
Kedepan, perang air ini akan terus berlanjut karena keuntungan besar yang diperoleh. Apalagi pola kehidupan manusia menuju praktis dan efisien terus digalakan. Konsep paling mendasar pada perang ini adalah air dengan khasiat kesehatan. Semakin bagus promosi kesehatan akan memberikan dampak pada penguasaan pasar sebuah perusahaan. (Sukur Dofu-dofu)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun