Saya tidak nampak ada petugas khusus yang memeriksa setiap penumpang di setiap rest area. Perhitungan saya, hanya sekali hanya satu rest area di Tol Semarang-Solo yang menerapkan protokol kesehatan. Mulai dari mengecek suhu hingga penerapan sosial distancing. Sementara di rest area yang saya singgahi justru sangat bebas. Bahkan di toilet pun, sangat jarang ditemukan hand sanitizer.
Terhitung dalam sebulan ini, saya dua kali melakukan perjalanan. Pertama, ke Semarang pada pekan pertama. Kedua, Kota Surakarta (Solo) pekan terakhir kemarin.Â
Selama perjalanan ini, saya menyaksikan di setiap rest area Tol Trans Jawa yang disinggahi begitu longgar menerapkan protokol kesehatan. Para pelintas begitu bebas masuk dan berinteraksi. Tak ada petugas rest area yang dikelola pengembang memeriksa suhu atau berpatroli mengingatkan pelanggan menjaga jarak.
Protokol kesehatan semisal menjaga jarak pun demikian. Di setiap rumah makan atau warung, orang bebas ngopi, makan, merokok dengan bebas. Berinteraksi sangat bebas satu dengan yang lain.
Di toilet, mesjid serta warung kadang tidak di temukan tempat untuk mencuci tangan atau hand sanitizer.
Padahal, arus perpidahan manusia dari satu tempat ke tempat lain intens terjadi. dan dengan begitu longgarnya interaksi manusia di rest area, potensi tertular dan menularkan virus corona sangat tinggi.
![Dok. Jawa Post](https://assets.kompasiana.com/items/album/2020/10/28/screenshot-20201028-034157-chrome-5f988bff8ede482eb7205f42.jpg?t=o&v=770)
Sementara dikutip dari valid news id, Per Oktober 2020, Jasa Marga memprediksi tetjadi kenaikan volume lalu-lintas kendaraan melewati tol sebesar 22.7 persen. Dan bakal meningkat di musim libur ini. (2)
Maka bisa dibayangkan jika 15 persen dari total kendaraan tetsebut mampir ke setiap rest area tanpa menerapkan protokler kesehatan. dan bebas berintetaksi.
Tentunya ini menjadi catatan kritis dalam upaya mencegah penyebatan covid-19. Walaupun gembar-gembornya slogan pencegahan yang dilakukan oleh pemerintah akan tetapi fakta di lapangan justru berbeda.