Kilometer empat lima puluh, mobil melaju menaiki tanjakan. Di baris kedua, belakang pengemudi, saya tertegun. Sandaran kursi saya tegakan.Â
Sejak semalam, mata saya liar. Tak tidur sejak pukul kosong dua malam. Menyaksikan betapa megahnya jalan tol penghubung daratan Jawa ini. Di Maluku sana, tidak segaris macam ini. Tidak bergelombang macam ombak apalagi berkarang.Â
Mobil dipacu di atas 100 KM/Jam. Mulus, walau sesekali, serasa terbang karena hantaman sambungan tol. Rumah, sawah dan petani jadi menu inspirasi. Padi-padi sedang tumbuh, traktor-traktor sedang bekerja dan petani sedang menggarap.
Tak seinci pun terlewati, layaknya orang udik yang pertama kali ke Jakarta. Gedung-gedung tinggi menjulang jadi santapan keheranan. Pun dengan saya, orang udik yang aslinya udik.
Tak pernah lihat hamparan sawah yang begitu luas, walau sudah liat lahan yang 0.5 H. Tak pernah lihat padi menghijau sehamparan jauh mata memandang. Berdecak kagum namun bimbang, kok kita bisa kekurangan pangan?, apakah produksi, produktifitas dan efisiensi selalu menjadi bahan primitif berlabel ilmiah?
Orang-orang kagum mempunyai dua pilihan. Pertama kesan mendalam kedua keraguan menjalar. Saya memilih keraguan menjalar. Apa jadi lahan ini kedepan dengan bebasnya investasi yang nanti masuk?. Akankah Mall, industri, perumahan dan lain-lain mengepung hingga tak lagi tersisa buat menanam padi?. Toh dulunya ini adalah hutan, sebelum akses penghubung di bangun.Â
Di kilometer empat kosong lima Jawa Tengah menuju solo, lagi-lagi saya kagum. Pemandangan berbeda, kontras dengan sebelumnya. Sebelum menanjak, sebuah papan petunjuk memberikan peringatan agar pengemudi hati-hati.Â
Jalan menanjak ini adalah hasil dari pekerjaan para pengembang jalan tol. Sebuah mimpi menyatukan Jawa secara keseluruhan. Mimpi infrastruktur yang sedang marak di garap oleh pemerintah. Baik Jawa,Sumatera hingga Papua. Konektivitas adalah hal utama guba mendukung perpindahan arus barang dan jasa secara efisien.
Ambisi ini di realisakan dengan milyaran anggaran. Alhasil, gunung-gunung di belah menerobos hambatan. Hebatnya kekuatan manusia meramu ide menjadi kenyataan yang bernilai.
Saya terkesima, di balik kaca jendela mobil. Kiri dan kanan menyajikan pemandangan apik. Rumah-rumah di atas bukit, lereng-lereng gunung, lahan-lahan sawah dan kebun. Yang tak kalah apik ialah,hutan-hutan yang terbabat habis.
Tak ada lagi pohon-pohon besar yang ada hanya tanaman pengganti. Sepanjang jalan mata dimanjakan dengan pembukaan lahan besar-besaran. Baik industri maupun perumahan warga. Jika ada pohon, pun baru berumur sekira 2-3 tahun.