Permainan yang di mainkan pun tak beragam, alias tak punya bahan untuk di mainkan. Selain itu lingkungan apartemen, yang bagi saya sendiri merupakan lingkunganya para orang dewasa yang tak sesuai dengan lingkungan tumbuh kembang anak. Perlu ada penelitian mendalam tentang ini.
Alhasil, pergeseran dunia main yang pada semula melibatkan interaksi sosial berubah ke individu dan kelompoknya masing-masing. Apalagi, ditengah geliatnya perkembangan game Moba dan kemudahan penggunaan gadget yang menghawatirkan, berdampak nyata pada perilaku mereka.Â
Perilaku tersebut terkonstruk nyata yang kadang menurut saya dapat mengabaikan fakta sosial dilingkungannya.
Berbeda halnya dengan anak-anak yang berada di desa. Dimana berbagai alternatif permainan masih dapat dimainkan. Walaupun, 5 tahun belakangan mulai terjadi pergeseran karena gempuran teknologi.
Tak ada batasan yang berlebihan atau kekhawatiran para orang tua pada anak-anaknya yang bermain bebas di desa. Tak jarang saya menemukan mereka bisa puas bermain dari pagi hingga sore. Jika lapar mereka akan pulang atau makan di rumah keluarga kemudian lanjut bermain hingga sore kemudian pulang, mandi, sholat, ngaji, belajar dan tidur.
Selain di dalam kampung, mereka juga tak jarang bereksperimen di hutan. Membuat jerat, bermain perang-perangan karena inspirasi dari film yang mereka tonton bahkan mengikuti orang dewasa mengungut (punggu) buah pala dan kenari yang jatuh.
Buah-buah ini akan di serahkan ke orang tua mereka sebagai tabungan. (Akan dibahas pada artikel Memungut Pala, Cara menabung anak kecil)
Alhasil, jiwa sosial dan menjunjung tinggi adab menjadi landasan mereka sedari kecil. Dunia main yang masih luas juga membentuk ikatan batin antar sesama dan ikatan kerjasama yang luar biasa. Karakter-karakter yang terbentuk ialah karakter kuat tapi bebas.
Satu hal yang menjadi kendala pada dunia main pedesaan ialah gempuran teknologi seperti yang di sentil di atas. Dimana, kebanyakan dari mereka sudah mulai tertarik pada gadget, youtube dan media-media lain.