" Ucapan cerminan dari pengetahuan yang melahirkan kebijaksanaan. Termaksud menanggapi sesuatu sesuai kadar dirinya. Salah menanggapi akan melahirkan salah tafsir yang kemudian melahirkan salah multi tafsir. Jika demikian, maka muaranya ialah perpecahan dan kebencian, "
Semua orang punya hak berpendapat, tetapi pendapat yang tak sesuai mencerminkan kualitas diri dan pengetahuan yang di miliki. Salah satu yang sering menjadi perhatian saya ialah ajang adu pengetahuan yang tersaji di, Medsos, baik facebok, IG, Twitter, hingga Youtube.
 Sajian itu dapat di santap di kolom-kolom komentar. Saya, kadang menyempatkan waktu sehabis membaca artikel dengan mengkomparasikan isi artikel dan isi komentar. Terkadang, saya tergelitik namun terkadang saya merasa miris. Miris karena sesuatu yang tak relevan kadang menjadi pembahasan bertubi-tubi yang pada ujungnya melahirkan adu argumentasi kolot berisi bacotan dan sara.
Seperti beberapa hari ini, saya terganggu dengan perdebatan di group facebook. Group ini sendiri ialah group yang dibentuk salah satu kawan dengan tujuan menghimpun semua keluarga besar yang hampir tersebar di seluruh Indonesia. Dari Aceh sampai Papua.Â
Lewat group ini jalinan silaturahmi dengan keluarga yang jauh akhirnya terwujud. Banyak pula, keluarga yang akhirnya saling berhubungan, meminta kontak bersapa ria, menanyakan kabar dan bernostalgia. Dalam group ini, semua kalangan di masukan. Baik muda, remaja hinga sesepu (para orang tua).
Saya menikmati setiap pembahasan dalam group, sesekali mengirimkan hasil jepretan kondisi desa sebagai nostalgia. Yah, foto-foto jadul yang ku simpan dari 2006 silam di sebuah laptop usang yang sudah butuh di pensiunkan.
Tetapi, sebulan belakangan saya malas berinteraksi. Hal ini lantaran pembahasan dalam group menjadi runyam. Saling sikut, saling serang, bahkan saling hujat terjadi.
Ketersinggungan hadir, retorika jadi tabu, rasional jadi  keliru. Masing-masing anggota beradu argumen, yang ku perhatikan lebih ke saling bacot dan sara. Tua tak memposisikan diri, muda tak mudah kalah.
Semua itu bermula ketika sebuah aksi demonstrasi dilakukan oleh masyarakat dan mahasiswa di sebuah desa. Di Desa ini, 100 persen warganya berasal dari suku kami. Kalan yang sama tetapi berbeda tempat tinggal secada admistrasi.
Aksi demosntrasi itu terkait Bantuan Langsung Tunai (BLT) Covid kemarin. Di mana, Kepala desa di nilai tidak melakukan prosedur pendataan yang benar dan pembagian yang tak sesuai.