Mohon tunggu...
Fauji Yamin
Fauji Yamin Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Tak Hobi Nulis Berat-Berat

Institut Tinta Manuru (faujiyamin16@gmail.com)

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Masa Bodo Kata Orang, yang Penting Nulis

11 Juli 2020   19:18 Diperbarui: 13 Juli 2020   02:16 236
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Menulis itu menantang diri sendiri, Menantang ketidakpuasan dalam diri yang harus segera dipuaskan"

Cerita dan motivasi tentang menulis banyak sekali diulas. Baik dari penulis-penulis hebat di K yang beberapa hari ini terpampang banyak sekali pembahasan tentang menulis dan juha sumber-sumber lain seperti film-film biografi. 

Yap sebagai penikmat film biografi, yang menjadi favorit bagi saya ialah tentang dunia menulis. Film yang setelah di tonton, saya langsung bermimpi untuk menulis. Walaupun pada akhirnya mager juga...wkwkwk

Ketertarikan saya pada dunia satu ini sejak duduk di Bangku SMA. Dan sejak membaca buku tenggelamnya kapal Van Der Wick pada tahun 2003 silam. Yap film yang sempat menjadi tontonan luar biasa pada beberapa tahun lalu ini. 

Berlatar belakang penemuan buku tersebut dan aliran-aliran cinta kaula muda yang menggebu, saya mulai menulis puisi yang kemudian kukirimkan pada pujaan hati. 

Berharap ia mampu tersenyum atau bermimpi pada daku dan kata yang ku rangkai. Puisi-puisiku bahkan sering menjadi santapan siswa di mading,terkadang ia kemana-mana. Mencari si budak-budak cinta yang pada akhirnya patah juga ; maafkan daku mantan..wkwkw

Saking seringnya memikirkan tentang senja, cinta dan prahara saya kemudian mulai menulis puisi-puisi tersebut di buku. Tercatat hampir 3 buku berisi puisi yang dibawa kemana-mana. Namun, nasib tak berpihak. Buku itu hilang dengan benci yang kutanamkan pada pujaan hati....Maaf curhat wkwkw

Memasuki jenjang perguruan tinggi. Saya tak lagi menulis. Satu-satunya budaya nulis ialah mencatat pelajaran wkwkwkw. Hampir 7 tahun lamanya di Kampus tercatat hanya 1 tulisan mading yang tercipta. Itu pun berisi caci-maki karena merasa ada ketidakadilan oleh pihak fakultas. Setelah itu, hilang. 

Tak terpikirkan lagi tentang dunia satu ini. Hingga kemudian lulus dan menghabiskan waktu dari desa ke desa selama 4 tahun. Gairah kembali muncul ketika sudah berada di Bogor. Yap, mencoba melancong ke sini, ke Kota hujan karena tujuan yang hendak dicapai.

Gairah itu muncul setelah berkenalan dengan salah satu penulis, Ahyar Ros, si pria ganteng dari NTT yang kebetulan satu kosan bersama saya. Ia menunjukan kumpulan-kumpulan tulisannya yang terbit di media cetak kepada saya hingga terlontar pertanyaan bagiamana saya bisa menulis seperti anda?

Nasib tak dapat diubah,ia menyambut pertanyaan dengan baik dan bersedia menjadi mentor saya dalam dunia satu ini. Kata ia, menulislah, agar orang tau siapa sebenarnya kamu. 

Hal pertama yang ia ajarkan ialah membaca tulisan-tulisan para penulis hebat dan hebatnya ia menyarankan saya membaca di paltrom ini, Kompasiana. Sebab menurutnya, ada banyak tipe dan tema penulisan yang mungkin menjadi bagian dari diri saya.

Malam itu, pada tahun 2017 silam saya kemudian mengulik tentang platrom 1 ini dan menemukan begitu banyak tulisan dengan tema dan konsep yang berbeda. Malam itu juga, saya putuskan saya akan kembali menulis sembari mengklik tobol daftar menjadi kompasioner. Sematan yang baru diketahui setelah beberapa bulan. wkwkkw

Pelajaran pertama yang ia berikan ialah menuliskan 1000 kata tentang apa saja dan ia akan menagihnya esok hari. Bagi saya, ah gampang. Ternyata tugas ini begitu berat setelah mematung di depan laptop selama berjam-jam tanpa tau dari mana harus memulai. Gagal di setor esok hari.

Ia cekikan ketika saya mengatakan tak ada satu katapun yang di tulis. Lantas memberikan pertanyaan, kamu pasti binggung kan harus menuliskan kata apa terlebih dahulu? Yap..benar sekali. Semalam penuh memikirkan tentang apa yang harus ditulis terlebih dahulu. Kata apa yang pantas dan kalimat apa yang menarik. 

Ia lantas memberikan masukan, tulislah apapun itu yang terlintas dipikiranmu. Tak perlu dulu memikirkan kata apa yang harus dimulai duluan. Pemantik itu menjadi semangat. Setelah diskusi dan masukan-masukan saya kembali ke laptop dan gagal lagi....sungguh berat cobaan ini. Ternyata tak segampang angan...

Saya lantas rebahan sambil mengulik-ngulik film dokumenter. Dan, menemukan satu film dokumenter tentang seorang penulis yang tak ingin lagi bergaul dengan dunia luar. Ia penulis hebat, fotonya terpampang di kampus-kampus sebagai tokoh berpengaruh. 

Dalam film ini ia tanpa sengaja berkenalan dengan seorang anak yang catatannya jatuh ketika ingin mengambil bola basket yang tanpa sengjaka masuk ke rumahnya. Yang kelak menjadi murid yang mewarisi segala isi rumah dan menjadi pemantik pada buku terakhir si guru. Finding Forrester Judul filmnya...silahkan di tonton..

Ia kemudian mengajarkan murid tersebut berbekal sebuah mesin tik dan apa yang si murid alami seperti apa yang saya alami. Terpaku di hadapan mesin tik. 

Lantas si guru mengelurakan kata yang hingga dapat membuat si murid dan saya sendiri termotivasi. " Tulislah apa yang ingin kau tulis dan jangan memikirkan apapun, biarkan jari jemarimu berjalan dengan sendirinya". Byar...ini yang ku cari.

Alhasil setelah tersugesti dengan perkataan itu, saya berhasil menyelesaikan sebuah tulisan yang akhirnya di terbitkan perdana di K dengan judul berwisata di atas laut. Artikel yang mendapat simbol Headline.

Semenjak itu,saya terus menulis tanpa berpikir mekanisme penulisan dan segala embel-embelnya. K menjadi rumah baru dengan tulisan yang bertema campur sari. Alias gado-gado.

Tidak pernah terlintas di pikiran saya tentang metode, maupun segala tetebenge tentang menulis yang saya  pikirkan hingga saat ini ialah menulis sesuai naluri dan kelaparan pribadi yang harus di kenyangkan. Tak jarang saya dikritisi, namun itu semua saya anggap sebagai masukan. 

Saking senangnya berinteraksi dengan K, saya dan beberapa teman kemudian sering beradu menulis di K. Tak jarang kami saling memberikan masukan dan arahan tak jarang pula kami saling menyerang. 

Bermula dari sini, kami kemudian membentuk sebuah kelompok dengan nama Istitut Tinta Manuru yang bergerak di dunia literasi. Dari kelompok ini kemudian lahir 2 rumah baca di pelosok pesisir di Kabupaten Sula dan Kabupaten Halmahera Selatan; sedang menuju rumah baca ketiga-hingga terbentuk satu media pers yang terhitung sudah 3 Tahun berjalan.

Penghargaan prestise yang saya dapatkan di K ialah ketika terpilih menjadi salah satu peserta dari 20 orang kompasioner mengikuti kelas Story Telling yang di mentori oleh Bang Iskandar Julkarnaen alias bang Isjet di Acara Kompasianival 2017 di Kemang. Selain itu, saya mulai menulis opini yang selama 3 tahun belakangan selalu nonggol di media cetak lokal.

Segala hal yang diceritakan di atas walaupun di tulis dengan masa bodoh telah memberikan sebuah kehidupan baru bagi saya. Bahkan sampai sekarang, setiap tulisan yang saya tulis tidak pernah memasukan unsur peduli atau masa bodoh perkataan orang karena yang terpenting bagi saya ialah nulis apapun itu.

Satu hal yang saya sendiri pegang ialah hanya dua kategori orang yang pandai mengkritisi tulisan seseorang. Mereka ialah orang yang benar-benar bisa menulis dan orang yang tak pandai menulis. Konsep ini menjadi acuan saya menulis. Sebab menulis bagi saya ialah mengenyangkan dahaga pada prahara pada diri. Terima Kasih..

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun