Mohon tunggu...
Fauji Yamin
Fauji Yamin Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Tak Hobi Nulis Berat-Berat

Institut Tinta Manuru (faujiyamin16@gmail.com)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Boleh Rusak, Tak Boleh Hilang

6 Oktober 2019   21:44 Diperbarui: 8 Oktober 2019   00:02 259
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kondis air sungai (Dok. Pribadi)

Saya dan Al, kemudian memilih mencari habitat-habitat yang menghuni aliran sungai. Ikan, udang maupun kerang. Tapi, lagi-lagi kami tak menemukan apa yang kami cari.

Hanya ada anakan ikan dan kerang-kerang kecil. Selebihnya tidak ada. Anak-anak kecil yang baru datang juga tak tinggal diam mencari. Batu demi batu mereka lewati tetapi nihil.

Saya yang tak kuat menahan perihnya sengatan matahari memilih menepi sembari memperhatikan mereka selama beberapa saat. Terkadang ikut ketawa ketika mereka terpleset dan kadang berpikir apakah anak-anak mereka kelak masih bermain di tempat yang sama.

Seorang anak sedang mencari kerang (Dok. Pribadi)
Seorang anak sedang mencari kerang (Dok. Pribadi)
Seperti kami, dulu di era 90 an silam. Sungai yang menjadi tempat bermain kami di pedalaman halmhera barat tempo itu. Jernih, rimbun dan banyak habitat yang mendiami sungai.

Sepulang sekolah, kami berlari ke sungai yang jaraknya 1 KM sembari menenteng dua jerigen dengan antusias. Sampai disungai, kami memperagakan berbagai macam jurus. Jurus yang paling saya ingat ialah jurus mabuk ala jackie chan dan jurus balacagi (bahasa daerah setempat) lebih tepatnya salah satu jurus andalan di Taekwondo.

Sesekali, jerigen yang kami bawa menjadi media untuk renang. Berjalan jauh ke dalam sungai kemudian berenang ke tempat semula.

Orang-orang dewasa lihai mengawasi. Sesekali mereka mengambil rebung dan memanah ikan maupun udang. Tak tanggung-tanggung hasilnya. Cukup buat makan dua hari.

5 tahun lamanya kami bermain di sungai sebelum kehadiran perusahaan air milik negara. Walaupun, tidak menggangu sama sekali debet air di sungai tersebut. Tak berselang lama, semua menjadi kenangan. Kami harus berpisah oleh keadaan. Tanpa say good bye karena berpikir nyawa kami masing-masing.

Sembari mengamati, mata saya tertuju pada dua burung beo yang sedang asik bermain. Kata ibu, dulu disini menjadi tempatnya burung seperti kaka tua maupun monyet. Tetapi sekarang tidak lagi.

Sayang sekali sahutku. Pembangunan talud sendiri baru berjalan 10 tahun, tetapi akibat dari itu banyak habitat yang kehilangan rantai makanan.

Kedepan, mungkin hanya tinggal batu-batu tanpa air. Anak-anak tak lagi menikmati masa kecil mereka dengan sungai dan hanya akan menjadi pendengar cerita-cerita kenangan. Ibu-ibu sudah akan berjibaku dengan mesin cuci sedangkan burung,ikan dan habitat lainnya harus hilang begitu saja.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun