Ternyata yang ditemui hanyalah batu-batu terjal dan debet air yang tidak lebih setengah meter. Nampak bekas-bekas kebesaran debet air masih telihat. Tapi tak apalah, bisa melihat sungai setelag 20 tahun.
Saya yang sedari tadi benggong oleh analisis, dikagetkan oleh Al, adik angkat ku di sini.
Tarada... (tidak) sahutku.
Al tak menunggu lama sebelum habis jawabanku. Ia sudah lincah menyelam sembari memperagakan gaya atlit profesional.
Ibu angkat yang baru tiba kemudian bertanya hal yang sama. Tetapi niat untuk mandi tidak terpikir sama sekali.
Kami masih bertiga di sungai itu. Walaupun jauh mata memandang, ada 4 anak kecil yang riang bermain sembari melompat dari atas batu.
Dulu... kata ibu, sungai ini air dolom (dalam). Dia pe aer basar (airnya besar). Tapi, setelah pembuatan talut untuk perusahaan air, akhirnya so tra dolom (sudah tidak dalam).
Besarkah dia pe talud? (Besarkah taludnya) Tanyaku.
Lumayan besar...sampe tara lia aer jadi sadiki ni. ( tidak lihat airnya jadi sedikit)...jawab ibu sembari tangan lincahnya mengucek baju.