Pagi itu kami sudah di sambut oleh seorang lelaki berambut gondrong bertampang cakep berpakaian ala sunda di sekret Karang Taruna yang di ketuai olehnya. Pertemuan ini merupakan pertemuan lanjutan setelah beberapa kali pembahasan via WA. Saya dengan dua orang sahabat yang saya namakan srikandi bertandang ke desa untuk berdiskusi tentang program desa yang akan kami lakukan setahun kedepan
Setelah di persilahkan duduk, teh herbal di sajikan. Kami dengan hikmat mulai berkenalan satu pesatu, sambil menyeruput aroma herbal racikan Kang Adha dan kawan-kawan. Kesan pertama kami adalah betapa hangat nya perbincangan kali pagi ini, suasana yang kami pikir bakalan menjadi arena adu ide mencair begitu saja ketika salah satu srikandi mulai melirik Angklung yang tergantung di dinding.
Angklung tersebut pernah di mainkan di Singapura, terlihat dari tulisan yang tertera. Sebagai orang yang hanya menikmati lantunan angklung dari audio visual, tentunya ini menjadi pengalaman pertama yang berkesan. Angklung yang oleh Unicef sudah di akui milik Indonesia ini merupakan warisan budaya yang perlu di jaga kelestarian nya.
Menjelang petang, diskusi santai masih terus berjalan setelah proses main angklung. Â diskusi tentang program "media desa" yang di gagas oleh departemen Sospengmas IPB yang nanti akan di kelola oleh desa secara mandiri dalam menyebarkan informasi potensi desa baik ekonomi sampai tingkat sosial menjadi semakin nikmat karena diam-diam kami sudah di suguhi acara makan-makan "liwetan". Ternyata tanpa sepengetahuan kami, teman-teman dari karang taruna sudah menyediakan makan siang ala sunda.
kondisi seperti ini adalah salah satu pelajaran betapa begitu hebat nya orang-orang desa, begitu bertoleransi dan iklas dalam menjamu, menerima dan melayani setiap orang yang datang. Dengan ini pula saya sadar bahwa garda terdepan kearifan lokal Indonesia adalah mereka-mereka yang berkutat pada pelosok-pelosok negeri jauh dari kata mewah, jauh dari hiruk pikuk modernisasi apalagi kekuasaan.
***
Menjelan sore, kami di ajak ke rumah ketua karang taruna. Rumah beliau terletak di sudut kampung. Yang membuat istimewa adalah rumah beliau berdiri tepat diatas lahan-lahan pertanian. Di depan nya terdapat kolam, di samping rumah nya terdapat pertanian warga seperti holtikultura. Suasana yang begitu menyejukan sebab, di kota lahan pertanian mulai beralih fungsi sedangkan disini kami masih bisa melakukan terapi mata dan sedikit berbangga sekaligus yakin bahwa mereka-mereka inilah penjaga lumbung pangan nasional.
Sesampainya di rumah yang sederhana itu nampak berbagai macam karya seni dan kebudayaan yang lagi-lagi membuat takjub. Ada busur panah yang tergantung rapi dan ada bahan-bahan pembuatan batik.Â
Setelah serangkaian diskusi, baru kami ketahui bahwa desa Sukawening Kab. Bogor Jawa Barat merupakan salah satu desa yang sedang mengembangkan dan melestarikan kembali kebudayaan sunda. Di mulai dari pertanian, yang menurut kang Adga sendiri, nanti nya konsep pertanian Desa Sukawening kedepan akan mengedepankan konsep "sunda" tidak akan lagi ada pengembangan pertanian memakai pupuk kimia semua nya akan kembali ke pertanian berbasis organi, dari hulu sampai hilir.