Pengalaman, pelajaran dan inspirasi selalu hadir kapan dan dimana saja. Tidak mengenal tempat,waktu ataupun perencanaan sekalipun. Kita bisa menemukannya di saat melamun, berjalan, mimpi, bahkan tersandung batu sekalipun.begitu juga dengan tulisan ini, hadir di saat yang tidak di rencanakan, datang dari orang-orang hebat yang mendedikasikan hidup demi bangsa dan negara, terlebih lagi demi kemanusiaan dunia. Jauh dari bumi pertiwi dan sanak keluarga. Berbekal cinta tanah air dengan bendera pusaka sang saka merah putih yang berkibar megah di setiap langkah, dan dengan nyawa yang mengintai di setiap detik.
Pak Agus, pria asal Makassar terlihat gagah berjalan dari pintu keluar kedatangan A1 bandara Soekarno -Hatta. Bersama seorang kawan menuju ke arah luar tempat menurunkan penumpang. Malam itu, kami berada di tempat yang sama dengan maksud mengantarkan salah satu kawan kembali ke timur, menumpang maskapai Lion. Setelah menunggu beberapa lama, kami juga menuju tempat yang sama dituju pak agus.Â
Setelah sedikit berbasa-basi dengan nikotin, kami berencana untuk kembali mengingat waktu telah menunjukan pukl 02:00 dini haru. Sambil menimbang-nimbang alat transportasi yang akan kami gunakan, disitulah kami di sapa oleh pria asal makassar tersebut. Dengan pakaian coklat, dan menempel logo PBB mendekati kami. Percakapanpun di mulai, pertanyaan pertama bang Agus adalah ingin terbang kemana, jawab salah satu kawan "tidak hanya menjadi pengantar". Setelah sedikit perkenalan, kami mulai saling bertanya-tanya lebih lanjut.Â
Dari sinilah kami mengetahui bahwa beliau lagi menunggu jam transit ke Makkasar setelah 19 jam penerbangan dari Afrika. Setelah 1 tahun di negeri afrika sebagai bagian dari pasukan PBn beliau mengambil cuti dan kembali ke kampung. percakapan demi percakapan kami lewati denfan canda tawa. Setelah itu diam sejenak, kemudian beliau berkata " berbanggalah kalian menjadi warga negara republik Indonesia".Â
Pernyataan itu membuat kami bertiga terbegong-begong, apalagi saya. Yang selalu skeptis pada perkembangan negara ini, kadang sakit hati selalu menghiasi pemikiran yang tak berkesudahan tentang nasib bangsa. Namun belum selesai kami benggong, beliau melanjutkan, Indonesia punya segalanya, tanah subur, laut kaya, alam bersahaja. Berbeda dengan Afrika sana, sungguh miris dan berbeda dengan kita. Salah satu kawan saya langsung menyusul dengan pertanyaan, berarti Papua dan NTT masih lebih baik? Jawabnya sangat lebih baik perbedaanya antara langit dan bumi.
Di Afrika, gersang tapi dingin. Gersang karena cuacanya ekstrem akibat panas. Â Dingin karena anginnya terlalu kencang. Bahkan ketika hujan airnya mengendap tidak bisa diserap oleh tanah. Ketika melakukan tugas kami harus memakai berlapis pakaian. Â Maka perbedaan kita dengan Afrika sangat jauh, kita perlu bersukur dan memanfatkan sumber daya kita secara baik. Di sana pohon-pohon hidup dengan susah payah, tumbuhan apalgi.
Percakapan yang singkat itu harus kami akhiri. Maka sebagai kenangan, saya memberanikan diri untuk meminta foto tanpa sungkang. Setelah foto,kami pamit sedangkan pak agus masih harus menunggu sampai pukul 05: 00 dini hari, perjalanan yang melelahkan hanya untuk kembali ke tanah air.
Pertemuan itu menjadi pelajaran bagi kami, bahwa mencintai negeri tidak harus selalu nampak, tetapi banyak cara mencintai negeri, lewat karya, tulisan bahkan dedikasi seperti mereka yang sudah di kenal keramahan dan ketangguhan menjalankan tugas negara dan dunia. Tidak pernah sedikitpun membenci negara atau pemerintahan, bahkan ketika gonjang-ganjing persoalan dalam negeri yang kian di perkeruh oleh berbagai pihak, mereka tetap berdekasi tinggi terhadap tugas sebagai warga negara Indonesia.
Menjadi warga negara Indonesia memang patut di banggakan, kita memiliki daerah tropis terbesar yang hanya mampu di saingi oleh brasil, kita memiliki ribuan pulau dengan garis yang luas, kita memiliki ribuan suku, budaya dan bahasa, kita memiliki kekayaan alam baik darat maupun laut yang potensial, bahkan dalam tanah dan dalam laut dan kita memiliki Pancasila yang menyatukan sabang sampai merauke.
Dengan sejarah panjang perjalanan bangsa, kita ditempah oleh hebatnya sejarah dan di tingkat dunia, kita di kenal karena keramahan dan kiat menyelasikan masalah. Maka oleh karena itu kita memang harus berbangga, dan harus pula di ikuti oleh pengabdian tanpa batas. Pengabdian inilah yang perlu di perkuat, sebab sekali lagi mencintai negara perlu perjuangan ekstra. Kita bisa belajar pada bang agus dan rekan-rekan pasukan keamanan PBB yang ditempatkan di belahan bumi. Di daerah-daerah konflik mereka berdedikasi demi nama Indonesia. Kita juga belajar pada guru-guru di pelosok negeri yang mendedikasikan hidupnya untuk mencerdaskan anak bangsa, kita perlu belajar pada pejuang lingkungan, sosial, ekonomi yang tidak mencari ketenaran apalagi penghargaan.