Setiap manusia yang sejak lahir, belajar merangkak, berdiri dan akhirnya berjalan menempa dirinya lewat pengalaman dan visi yang berbeda. Antara manusia satu dengan yang lain terdapat perbedaan dalam memandang sesuatu. Misalnya, perbedaan dalam memandang keindahan. Kita bisa saja menyebut Bali itu indah, tetapi orang lain bisa berkata Lombok atau Raja Ampat itu indah.
Perbedaan itu indah, begitu juga dengan visi dari seseorang. Pengalaman yang menerpanya akan menentukan sikap pada jalan yang dia pilih. Visi seseorang dibentuk dari berbagai pengalaman. Contohnya, visi seseorang dalam meningkatkan ekonomi hidupnya karena kemiskinan yang menggrogoti. Beda halnya dengan visi seseorang dengan kekuatan ekonomi yang memadai.
Perbedaan visi antara orang yang berorganisasi dengan tidak berorganisasi pun beda. Di dalam organisasi berkumpul orang-orang yang memiliki pandangan dan visi yang sangat berbeda. Mereka diajarkan untuk saling menghormati dan menjalankan visi yang sudah disepakati. Terkadang pergolakan dan konflik sering terjadi akibat visi yang berbeda dengan anggota lainnya sehingga menimbulkan "dinamika"yang pada akhirnya orang-orang dalam organisasi dewasa dalam menyikapi perbedaan tersebut. Begitu juga dengan orang yang tidak ber organisasi. Visi dan cara menyikapi masalah juga akan berbeda.
Ini tidak hanya terjadi dalam individu, di dalam pemerintahan pun demikian. Antara kepala pemerintahan yang satu terjadi perbedaan sehingga jangan heran jika program kepala pemerintahan sebelumnya yang dianggap baik dan tepat sasaran tidak dilanjutkan pada pemerintahan baru.
Menurut salah seorang dosen yang pernah menjabat Wakil Menteri, dalam menentukan visi membangun program seringkali terjadi perdebatan sengit dan cenderung tidak mencapai kesepakatan akibat dari terlalu banyaknya penghakiman karena dinilai tidak realibel. Apalagi visi presiden yang tidak sejalan.
Setiap individu, kelompok maupun negara sekalipun memiliki perbedaan visi. Tetapi menghakimi tidaklah rasional. Kita bisa mengkritik, memberikan pandangan tetapi tidak dengan memberikan penghakiman untuk menggangu sikap orang tersebut.
Dengan memberikan penghakiman, kita hanya akan menambah pukulan psikologis yang berujung pada tidak harmonisnya keadaan yang di hadapi tersebut.Â
Pada akhirnya kita harus sama-sama dewasa. Menilai dan memberikan pendapat, kesemuanya adalah bentuk dari cara menasehati. Tetapi menghakimi bukanlah nasehat yg baik untuk pengalaman.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H