Mohon tunggu...
Fauji Yamin
Fauji Yamin Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Tak Hobi Nulis Berat-Berat

Institut Tinta Manuru (faujiyamin16@gmail.com)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Membacalah agar Memahami Makna, Bukan Kata

18 Oktober 2017   20:57 Diperbarui: 19 Oktober 2017   07:33 3350
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi. Thinkstock

Persoalan demi persoalan yang merebak melalui gonjang-ganjingnya bangsa menjadi desain yang mau dan tidak harus diterima tanpa pikir panjang. Masyarakat diarahkan pada kondisi bahwa pengetahuan dan pembenaran isi cerita hanya perlu dibuktikan lewat informasi terbuka. Tanpa perlu membaca. 

Minimnya minat baca dan kembali membedah literatur semacam buku, jurnal dan bentuk bacaan lain membawa masyarakat menjadi aktor yang tersudut. Kondisi ini akan mempengaruhi pola pikir di era modern sehingga turunnya minat membaca juga menjadi petaka bagi Indonesia. 

Petaka tersebut adalah diterimanya pengetahuan masyarakat tanpa melalui penyelidikan dan dalil yang benar serta kondisi literasi menjadi buruk bahkan sedang dalam perjalanan menuju kepunahan. Membaca adalah jendela dunia, lebih lagi membaca adalah gudang Ilmu. Dengan membaca dan kembali ke buku adalah langkah sehat membawa zaman.

Membaca memang tidak hanya sekadar membaca, apapun bacaan yang dikonsumsi memiliki pemahaman dan perbedaan. Maka, bentuk pemahaman dalam membaca harus diarahkan pada pemahaman membentuk kerangka berpikir. Kampanye kembali membaca adalah upaya untuk menyadarkan kembali generasi, agar otak-otak sehat tidak dijadikan boneka-boneka kepentingan oleh segelintir orang.

Membaca dapat membentuk keindahan kata menjadi makna, sehinga ruang analisis pada kerangka pikir akan terbentuk secara positif dan menolak menerima" wacana-wacana kotor".

Kembali membaca, terutama buku-buku sebagai landasan ideologi dan pengetahuan perlu ditingkatkan agar, asupan pemikiran yang di comot dari internet dapat di selediki kebenarannya. Sebab, semua pemikiran yang lahir dari buah bacaan yang salah era digital, cenderung menuju kegaduhan. 

Maka, memaknai sebuah fenomena, sebuah karya, opini, kepentingan bahkan sebuah kata " pribumi" perlu pemahaman luas. Dengan mencoba kembali ke literatur dan sejarah penamaan kata "pribumi" maksud dan makna sesungguhnya. 

Perlunya pemaknaan yang dalam oleh semua dari kita menjadi kata wajib sebelum menyimpulkan. Hal ini agar mencegah pemaknaan kata yang salah. Membaca memberikan ruang berpikir yang bijak, dan profesional dalam bertindak. Apalagi ditambah dengan konten penyebebaran isu-isu hoax lewat opini, artikel dan segala bentuk Ilmu yang tersebar di internet. 

Terakhir, kembali membaca memberikan kita pemahaman dalam menganalisi setiap gerak perubahan baik politik, agama, ekonomi dan sosial. Pentingya menganalisi skema pergerakan elit beserta perubahan yang didesain atas dasar kepentingan akan memberikan kita kedewasaan untuk menentukan mana baik, mana buruk dan mana yang harus di pilih dan tidak.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun