Mohon tunggu...
Dinda Nasution
Dinda Nasution Mohon Tunggu... -

my life, my mistery

Selanjutnya

Tutup

Drama

Dia..

16 Desember 2011   06:37 Diperbarui: 25 Juni 2015   22:11 252
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

dia..
Aku mengenalnya 20 bulan yang lalu saat kami sama2 belajar disuatu bimbingan belajar. Sosoknya cuek dan tak banyak bicara pada orang yang tak dikenalnya. Dengan potongan rambut ala idola korea gujunpyo, tinggi 180cm, kulit sawo matang dan postur tubuh ala atlit professional, dia datang kedalam hidupkudan entah bagaimana kedekatan kamipun terjalin.

Tiga bulan perkenalan kami, kami mengganti nama hubungan kami dari pertemanan menjadi 'berpacaran’, tapi hari demi hari hubungan yang kami namai pacaran tersebut tak seindah kedekatan kami dulu. Hari ke hari, bulan ke bulan, hingga satu tahun masa pacaran kami, tak pernah berjalan mulus. Masalah yang datang tak kunjung habis. Setiap ada pertemuan, ada pertengkaran. Hubungan kami lebih didominasi pertengkaran daripada keharmonisan. Lebih banyak adu pendapat dan lomba saling mempertahankan ego ketimbang mengerti satu sama lain.

Setahun telah berjalan. Dia, masih tetap dia. Dia masih dengan pola pikir pembenaran dirinya, ia masih dengan egonya. Dan hubungan kami masih seperti ini. Slalu bertengkar dan saling adu ego. Dia tak lagi menjadi sosok lemah lembut yang ku kenal dulu saat kami belum menamai hubungan kami menjadi "pacaran". Dia tak lagi seromantis dan seperhatian dulu, saat dia selalu menanyakan kabarku, mengucapkan selamat malam saat aku menuju dunia mimpiku, membawakan kucokelat untukku, bahkan namanya tak pernah lagi muncul di layar hp ku yang dulu selalu ada setiap malam. Tak pernah ada obrolan-obrolanpanjang dimalam hari, tak ada lagi celotehan dan tawa, yang ada hanya pertengkaran demi pertengkaran.

Tak sekali kami memutuskan hubungan dan tak sekali hubungan yang terputus itu kembali terjalin. Tak sekali masalah datang menghampiri. Malah kerap kali masalah menjadi teman baik hubungan kami. Jarang terdengar canda tawa, bahkan kami tak pernah saling sharing masalah satu sama lain. Baginya, apa yang menjadi masalahku adalah hanya aku yang tau cara terbaik penyelesaiannya. Meskipun kukatakan berulang kali, “kamu itu pacar aku, gak salahkan kalau aku ingin sharing dan bertukar pikiran”.

“kamu sudah besarkan? Sudah dewasa, sudah bisa membedakan mana yang terbaik buat kamu. Sudah dapat membedakan mana yang baik dan mana yang benar” ucapnya ketus.

Selalu seperti itu. Tak pernah ada kemesraan. Ya, kemesraan. Kemesraan dari sudut pandangku berbeda dengan kemesraan dari sudut pandangnya. Itulah kami, slalu punya cara pandang dan pola pikir yang jauh berbeda. Kami berbeda dalam segala hal. Ia marah setiap kali ku katakan bahwa kami berbeda. tapi memang inilah fakta hubungan kami. Benar menurut dia belum berarti benar dalam cara pandangku. Definisi sempurna bagiku berbeda dengan definisi 'sempurna' menurutdia. Kami menganut agama yang sama, tapi tidak menganut kepercayaan yang sama.

Ia yang tak pernah ku mengerti. Sekalipun aku tak pernah merasa benar2 mengerti dia walaupun setahun lebih aku tlah bersamanya. Terkadang aku merasa sedih karena aku tak mampu mengerti dan memahami pasanganku sendiri. Setahun lebih telah berjalan, tetapi tak pernah ada kata cocok dalam hubungan kami. Aku tak mau banyak mengeluh akan hubungan ini. Setiap masalah menerpa hubungan kami slalu ku coba untuk memperbaiki dan mengalah, "yaaa..mengalah untuk menang tak ada salahnya", pikirku. Tapi sekali lagi, seperti yang ku katakan, cara dia memandang suatu masalah berbeda denganku. Bila saat pertengkaran datang, aku memilih diam untuk meredam emosi, dia memilih pergi dan menghilang. Entah kenapa ia selalu betah menghilang dan tak berkomunikasi denganku.

"lantas knp kamu masih saja bertahan dengannya?" itu pertanyaan keseribu yang kudapat dari temanku. "apa kamu takut untuk menjadi seorang jomblo? atau dia tlah merenggut keperawananmu?" tuduhnya blak blakan.

"Astaghfirullah...GAK SAMA SEKALI." ucapku tegas. "aku maklum kalau kalian heran, dan wajar. tapi bukan karena dia tlah mengambil keperawananku, atau alas an bodoh lainnya. Percayalah. aku menjadi baik diriku. aku hanya berusaha percaya kalau seseorang bisa berubah, aku ingin tau seberapa sabarnya aku menghadapi semua ini, sampai akhirnya hatiku lelah untuk mengerti dan mencoba. terlebih hubungan kami sudah diketahui oleh keluarga. punya hubungan yang uda diketahui keluarga masing2 itu gak gampang untuk diakhiri" jelasku panjang lebar. "aku punya alasan untuk mempertahankan semua ini. yang jelas aku bertahan bukan karena aku tidak perawan." aku kembali menegaskan. teman-temanku hanya diam dan menyerah.

Aku tak tahu apa yang salah dan dimana salahnya. Entah sampai kapan hubungan ini akan seperti ini. Bagaimana memperbaiki hubungan ini? Siapa yang bersalah? Apakah karena sikapku jadi begini? atau.. entah lah.. mungkin sampai aku dan dia, atau salah satu diantara kami benar-benar lelah mempertahankan hubungan ini. Hanya waktu yang mampu menjawabnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Drama Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun