Posting produk Bebiluck yang digerebek BPOM Serang muncul cukup viral di Facebook saya. Awalnya posting begini saya lewati saja, tulisan ala korban yang meminta pembenaran (playing victim). Namun ketika muncul berkali-kali dan saya baca dengan seksama berikut artikel terkait, rasanya ada sesuatu yang keliru. Tidak cuma birokrat yang dicap buruk, tapi juga media yang dianggap tendensius, sampah, bahkan kampret. Lho, ini kenapa buruk muka media yang dibelah? Salah apa media-media yang meliput penggerebekan tersebut?
Hasil cross check rekaman penggerebekan di Youtube, tidak tampak pemberitaan yang bias atau memutarbalikkan fakta. Entah siapa yang mengunggah, tapi tayangan sejumlah TV ada di situ, seperti Kompas, MetroTV, ANTV, NET, JPNN, Indosiar, Tempo, dan Baraya. Media-media tersebut menyajikan pemberitaan instansi yang berwenang (BPOM) terhadap pelanggar aturan (Bebiluck). Bahkan MetroTV menyediakan klarifikasi khusus bagi pemilik Bebiluck. Kaidah baku jurnalistik seperti 5W + 1H (what, where, when, who, why, how) sudah terpenuhi.
Malah komentar si pemilik Bebiluck, Lutfiel Hakim, sebenarnya sungguh lucu. Disebutnya BPOM tidak melakukan uji laboratorium ketika menyatakan produk Bebiluck mengandung bakteri E. coli. Dia merujuk kejadian penggerebekan yang datang tidak diundang dan pergi tidak diantar. Tidakkah dia berpikir rasional bahwa BPOM sudah melakukan sampling produknya secara diam-diam? Sangat jelas seluruh media TV menyebut BPOM sudah melakukan investigasi selama 2 bulan, apa perlunya dia berkelit?
Faktanya adalah Bebiluck tidak memiliki ijin edar dari BPOM dan ada produk yang mengandung bakteri. Argumentasi bahwa dia mengantongi uji lab TUV NORD tahun 2013 jelas sudah kadaluarsa (Sumber: Haibunda). Lalu ada sertifikat halal dari BPPOM MUI yang tidak relevan menjawab isu tersebut. Lalu ada uji lab pada April 2016 untuk produk susu kedelai 500 gr, padahal produk Bebiluck ada 12 varian.
Lambatnya Ijin Usaha Industri dari Pemkot sebenarnya tidak bisa dijadikan pembenar Bebiluck boleh melakukan pelanggaran. Mengurus ijin BPOM juga butuh pemenuhan syarat yang tidak ringan, terutama soal pengujian sampling makanan. Jangan lagi-lagi publik disodori uji lab jadoel bertahun-tahun lalu untuk produk makanan hari ini. Apalagi ini produk makanan bayi, seperti disebut Kepala BPOM Serang, persyaratannya lebih rigid atau kaku.
Saya bukan bermaksud menjegal UKM berkembang, apalagi sebenarnya kita dalam tujuan yang sama: pemberdayaan UKM. Bedanya, saya bergerak di UKM teknologi informasi dan komunikasi, sedangkan Bebiluck adalah produk makanan. Masalah klise UKM seperti permodalan, ijin usaha, manajemen usaha, pemasaran, hingga perpajakan adalah keluhan-keluhan umum. Namun karena menyangkut banyak stakeholder, memecahkan masalah ini butuh kesabaran tersendiri. Meskipun Presiden Jokowi ingin perijinan UKM dipermudah tapi di lapangan situasinya rumit dan butuh waktu.
Jadi sebelum memusuhi media alangkah baiknya menyadari kesalahan yang telah dilakukan. Media sejatinya hanya penyampai berita, penyampai fakta, tempat siapapun bercermin. Pemirsa di era keterbukaan sekarang sudah lebih cerdas menyerap informasi, tidak mudah didikte dan malah bisa melakukan counter. Sehingga upaya terbaik yang bisa dilakukan adalah bersahabat dengan media dan memperbaiki kesalahan yang sudah terjadi.
Bila sedari awal pemilik Bebiluck dan para pendukungnya tidak berkelit sedemikian rupa, boleh jadi saya tidak menulis artikel ini. So, berbaik-baiklah dengan birokrat terkait, ikuti prosedur yang benar (bukan main suap atau belakang), dan berprasangka baiklah pada media atau siapapun. Menebar kebencian pasti akan berbalik menjadi kebencian serupa dari publik. Seruput kopi dulu ala DS.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H