RANGKUMAN ISI BUKU "MITOS JURNALISME"
KARYA DUDI SABIL ISKANDAR DAN RINI LESTARI
Oleh : Ogi
N.I.M : 1571510039
Bahwa sekarang ini yang terjadi adalah jurnalistik sebagai mitos jurnalisme karena kebenarannya masih tabu. wartawan Indonesia harus menaati Kode Etik Jurnalistik. Member tau kepada membaca bahwa nyaris semua media memiliki afiliasi, hubungan, dan kepentingan partai politik. Media hanya bisa menjadi pilar keempat demokrasi jika mengambil jarak dan independen dengan tiga jenis kekuasaan yang terdapat pada lembaga Negara (eksekutif, legislatif, dan yudikatif). Keberjarakan dengan politik, ekonomi, dan bisnis serta pemegang kekuasaan akan membuat media berani bersikap kritis.
Era reformasi membuka peluang untuk terbukanya alam kebebasan pers. Pers yang selama orde baru seolah “disetir”, kini menemui kebebasan. Pers seakan menemukan rohnya sebagai penyuara fakta dan kebenaran. Namun apakah saat ini pers sudah benar-benar menyuarakan fakta dan kebenaran?
Momentum pemilihan umum legislatif dan pemilihan presiden 2014 seolah menunjukkan dengan gamblang bahwa pers Indonesia belum sepenuhnya netral, objektif dan independen. Pers seolah terbelah menjadi dua, masing-masing mendukung salah satu calon. Dalam hal itu, subjektivitas dukungan. Parahnya lagi, kondisi ini terjadi hampir di setiap pemberitaan. Mulai dari media cetak dan elektronik. Pemberitaan yang disajikan sering ditambahi “bumbu-bumbu” yang kadang tidak objektif dan sering ditemukan berita yang tidak cover both side.
Buku ini mencoba menelaah jurnalisme secara detail. Fokus utamanya adalah dari sisi konten berita yang disajikan. Buku ini mengangkat berita yang dibenturkan dengan mitos, sehingga akan terlihat, berita mana yang benar-benar produk jurnalisme murni dan berita yang hanya sekedar mitos.
Sepanjang sejarahnya, komunikasi mengenal dua aliran/ mazhab pemikiran. Yakni aliran perpindahan pesan (mazhab transmisi) dan aliran pertukaran makna (mazhab semiotika). Aliran penyampaian pesan adalah yang pertama dan tertua. Ia berkembang di Amerika Serikat, tepatnya sebelum Perang Dunia II. Elemen pokok dari aliran transmisi ini adalah komunikator, pesan, media, komunikan, dan efek. Dalam perspektif ini, komunikasi adalah sebuah proses perpindahan pesan atau komunikasi bisa dipahami sebagai proses-proses penyampaian pesan, baik verbal maupun nonverbal.
Sedangkan aliran pertukaran makna digagas datang belakangan. Tepatnya datang setelah Perang Duni II. Ia berkembang di Eropa. Makna menurut Charles Sanders Peirce dibangun dalam teori segitiga makna atau triangle meaning. Elemen utamanya adalah sign, object,dan interpretant.Aliran ini (di sebut aliran semiotik) memamndang komunikasi dalam sebuah proses yang rumit. Menurut mazhab ini, komunikasi tidak sesederhana perpindahan pesan dari komunikator ke komunikan. Tetapi proses komunikasi melibatkan budaya masing-masing elemen. Artinya, satu simbol tertentu akan dipandang berbeda oleh author dan reader.Kedua aliran komunikasi tersebut turut mewarnai perkembangan di dunia jurnalisme.
Kemudian, apakah itu teori kontruksi realitas sosial? Berikut buku ini menjelaskan. Teori kontruksi realitas sosial adalah khas Peter L. Berger dan Thomas Luckman. Sejak dicetuskan pada 1966, teori ini banyak menginspirasi kajian di ranah ilmu sosial, termasuk komunikasi. Secara umum, teori ini membahas tentang sosiologi pengetahuan. Teori ini berusaha mengembalikan hakikat dan peranan sosiologi pengetahuan dalam kerangka ranah sosiologi. Menurut teori ini, kenyataan dibangun secara sosial, sehingga sosiologi pengetahuan harus menganalisis terjadinya kenyataan tersebut. Setiap individu dalam masyarakat merupakan pihak yang membangun masyarakat, pengalaman individu tidak bisa dipisahkan dengan gerak dan dinamika masyarakatnya.