Darryl F. Zanuck, Vice President dari 20th Century Fox (1946) pernah bekata: "Televisi nggak mungkin bisa bertahan di pasar lebih dari enam bulan. Karena orang bakal bosan dan capek memandangi 'kotak' setiap malam." Begitu katanya saat awal-awal televisi akan 'dilempar' ke pasaran.
Ternyata, TV cukup laku, dan di tahun 1950an menjadi medium primer untuk mempengaruhi opini publik. Apalagi ditahun 90an ke atas. Bisa dibilang, di Indonesia pun masyarakatnya banyak selkali yang memiliki TV. Sama sekali tidak terbayang dulunya pernah diprediksi oleh seorang 'pakar hiburan', TV akan gagal di pasaran dalam waktu 6 bulan saja.
Ken Olsen, President & founder of Digital Equipment Corp, tahun 1977 juga pernah menyatakan: "Tidak ada alasan bagi seseorang untuk memiliki komputer di rumahnya.". Dalam waktu yang tidak begitu jauh, mungkin sekitar era 80an, bisa dibilang komputer 'mewabah', dan sebagian besar rumah memiliki komputer. Termasuk di Indonesia di penghujung 80an sepertinya. Padahal Olsen adalah salah satu pakar teknologi di zamannya.
Pernah dengar Decca Records ? Sebuah perusahaan rekaman cukup ternama yang me-reject The Beatles. Tidak tanggung-tanggung, para petinggi Decca menyatakan "Grup gitar kayak mereka gitu mah udah basi." Dalam The Beatles Anthology (2000), dituliskan petinggi Decca menyatakan: "The Beatles have no future in show business!!"
Kenyataannya ? Sekarang, siapa yang tidak tahu The Beatles ? Sampai saat ini album-albumnya sudah terjual sekitar 183 juta copy di seantero dunia.
Dari kasus di atas, bisa dilihat, para pakar, atau para ahli pun bisa saja salah meski sudah terbekali dengan banyak pengetahuan dan pengalaman. Dalam sebuah buku yang memberikan tips untuk menjadi lebih kreatif dituliskan:Â "The experts can make mistake, so don't believe them too much.".
Bukannya salah untuk percaya kepada para pakar, bahkan mereka-lah yang sudah berjasa menjaga banyak sekali knowledge hingga saat ini. Hanya saja, setiap orang bisa saja salah, karena zaman dan cara-cara menafsirkan / memaknakan sesuatu bisa terus berubah. Ditambah lagi, kreativitas merupakan hal yang berorientasi pada ke-baru-an (novelty). Menantang status quo dan hal-hal yang sudah lama ataupun 'baku' seakan sudah menjadi sebuah tuntutan.
"Nothing is more dangerous than a dogmatic worldview - nothing more  constraining, more blinding to innovation, more destructive of openness to novelty." - Stephen Jay Gould.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H