Mohon tunggu...
Ogie Urvil
Ogie Urvil Mohon Tunggu... Wiraswasta - CreativePreneur, Lecturer

Orang biasa yang banyak keponya

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Akui agar Maksimal

13 Desember 2023   16:00 Diperbarui: 13 Desember 2023   16:09 59
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kalau kita lihat dan ingat-ingat lagi, saat kecil dulu, siapa sih yang nggak doyan corat-coret ? Di dalam kelas TK, saat guru bertanya “Siapa yang suka menggambar ?”. Sangat bisa jadi 90 persen lebih dari anak-anak akan angkat tangan. Atau malah 100%.

Suka banget menggambar? Apakah seorang anak yang saat TK suka menggambar bakal berbakat di situ? Belum tentu. Cuma waktu yang bisa menjawab. Apalagi akan ada lebih banyak hal / bidang lain yang bisa dicobanya sampai remaja atau dewasa nanti. Mana tau ada bidang lain yang lebih menarik buat dia, dan akhirnya ber-passion di situ.

Tekun, bertahan, dan tetap konsisten dalam jangka panjang pada suatu bidang bukanlah hal yang mudah. Kenapa sih ada anak yang bisa demikian berkomitmen pada suatu bakat tertentu, dan ada juga yang tidak ? Mihaly, Rathunde, & Whalen (1997) dalam “Talented Teenagers: The Roots of Success & Failure” ternyata telah melakukan studi jangka panjang pada anak-anak berusia 5 tahun untuk menjawab hal ini.

Kesimpulan mereka: seorang anak pada awalnya HARUS DIAKUI DULU BAHWA MEREKA BERBAKAT, sebelum kemudian mereka bisa memaksimalkan potensinya. Para remaja yang bisa benar-benar berkomitmen pada bakatnya, umumnya kemampuannya cenderung diakui terlebih dahulu oleh lingkungan sosial mereka. Lantas, kecerdasan umum yang baik juga diperlukan; seperti mampu berkonsentrasi, memiliki daya tahan, terbuka pada pengalaman baru, kesadaran diri, dan pengertian.

Untuk jangka panjangnya, yang bisa berpengaruh pada bakat adalah kecocokan antara kecenderungan / kemampuan dari si anak pada satu bidang, dan efek dari katalisator (hal yang mempercepat). Katalisator ini bisa berupa: pendidikan, latihan, kerja keras, orangtua / keluarga, motivasi, dan tahu akan tujuan.

Pakar kreativitas Mihaly dkk juga menemukan, bahwa remaja yang potensial atau berbakat punya kebiasaan kondusif membangun potensi atau bakatnya. Mereka seringkali melibatkan diri pada impian-impian yang menantang bersama teman-temannya, juga menghabiskan waktu sendirian untuk 'membina' bakatnya.

Yang menarik buat saya, pernyataan Mihaly dkk yang ini: “Remaja berbakat juga lebih konservatif dalam sikap seksual mereka, dan sadar akan kemungkinan konflik antara hal-hal yang produktif dengan hubungan asmara.” Dengan kata lain; mereka cenderung lebih memilih untuk menunda membangun kisah asmaranya. Karena sadar, hal tersebut dapat menghambat mereka dalam membangun potensi diri.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun